Kaki Jasad Hamzah bin Abdul Muthalib Berdarah Saat Terkena Cangkul
loading...
A
A
A
Hamzah bin Abdul Muthalib adalah paman Nabi Muhammad SAW . Beliau syahid dalam perang Uhud . Saat makamnya akan dipindahkan, kaki Hamzah secara tidak sengaja terkena cangkul. Anehnya, kaki itu terluka dan berdarah. Jabir bin Abdillah meriwayatkan karamahSinga Allah ini.
Alkisah, pada masa Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan terjadi pembongkaran makam syuhada Uhud. Hal ini menyusul rencana Muawiyah mengalirkan air dari bukit Uhud.
Dari Jabir bin Abdillah, dia berkata:
Ketika Muawiyah hendak mengalirkan mata airnya yang terletak di Uhud, orang-orangnya menulis surat kepadanya, “Kami tidak mungkin mengalirkannya kecuali di atas jasad kubur para syuhada.”
Maka Muawiyah menjawab, “Pindahkan mereka.”
Jabir berkata, “Aku melihat mereka memanggul jasad-jasad di atas pundak-pundak mereka, seolah-olah para syuhada tersebut adalah orang-orang yang sedang tidur. Aku melihat sebuah pacul mengenai ujung kaki Hamzah bin Abdul Muthalib, maka ia mengucurkan darah, sepertinya dia baru wafat saat itu.”
PengakuanSang Pembunuh
Hamzah bin Abdul Muthalib syahid dalam perang Uhud. Beliau syahid setelah terkena tombak Wahsyi bin Harb.
Suatu ketika, Wahsyi bin Harb kepada Ja’far bin Amr bin Umayyah Dhamri dan Abdullah bin Adi bin Khiyar. Berikut pengakuannya:
"Aku akan menceritakan kejadian itu kepada kalian karena aku telah menceritakannya kepada Rasulullah saat beliau bertanya kepadaku tentang hal itu.
Aku pernah menjadi budak Jubair bin Mutham, yang mana pamannya, Thuaimah bin Adi, terbunuh dalam Perang Badar. Ketika kaum Quraisy berangkat ke Uhud, Jubair berkata kepadaku, “Engkau akan menjadi orang bebas jika engkau berhasil membunuh Hamzah, paman Rasulullah, untuk membalas kematian pamanku.”
Aku adalah orang Ethiopia yang mampu melempar lembing dengan ketepatan orang-orang Ethiopia (yang pada waktu itu terkenal dengan kemahiran mereka dalam memainkan lembing). (Ketika melempar lembing) aku jarang meleset dari sasaran.
Oleh karena itu aku pergi dengan yang lain, dan ketika kami melawan Muslim dalam pertempuran aku bergegas untuk mencari Hamzah.
Aku mencari dia sampai akhirnya aku melihatnya di salah satu ujung pasukan. (Dengan tubuh kekar yang tertutup debu) dia tampak seperti unta coklat, menghantam orang-orang dengan pedangnya dengan sangat keras sehingga tidak ada yang bisa bertahan di hadapannya.
Demi Allah! Aku mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapinya dan menyembunyikan diriku di balik pohon atau batu sampai dia mendekat ke arahku. Namun, Siba bin Abdul Uzza mendahuluiku kepadanya.
Ketika Hamzah melihat Siba, dia menyerunya, “Kemarilah padaku, wahai putra wanita tukang sunat!” Hamzah kemudian menebas Siba dengan sangat kuat hingga kepalanya lepas seolah-olah jatuh begitu saja.
Aku kemudian menggoyang-goyangkan lembingku (mengambil ancang-ancang) sampai aku yakin (bahwa itu akan mengenai sasaran) dan kemudian melepaskannya untuk terbang. Lembing itu menghantamnya di bawah pusar dan menembus tubuhnya sampai keluar dari selangkangannya.
Dia mulai mendatangiku, tetapi jatuh pingsan. Aku kemudian membiarkan dia seperti itu sampai dia wafat. Aku kemudian kembali (ke jenazah Hamzah), mengambil lembingku, dan kembali ke kamp. Aku kemudian duduk di sana karena aku tidak memiliki urusan lain.
Aku telah membunuh Hamzah hanya untuk mendapatkan kebebasanku. Aku kemudian kembali ke Makkah dan dibebaskan.
Alkisah, pada masa Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan terjadi pembongkaran makam syuhada Uhud. Hal ini menyusul rencana Muawiyah mengalirkan air dari bukit Uhud.
Dari Jabir bin Abdillah, dia berkata:
Ketika Muawiyah hendak mengalirkan mata airnya yang terletak di Uhud, orang-orangnya menulis surat kepadanya, “Kami tidak mungkin mengalirkannya kecuali di atas jasad kubur para syuhada.”
Maka Muawiyah menjawab, “Pindahkan mereka.”
Jabir berkata, “Aku melihat mereka memanggul jasad-jasad di atas pundak-pundak mereka, seolah-olah para syuhada tersebut adalah orang-orang yang sedang tidur. Aku melihat sebuah pacul mengenai ujung kaki Hamzah bin Abdul Muthalib, maka ia mengucurkan darah, sepertinya dia baru wafat saat itu.”
PengakuanSang Pembunuh
Hamzah bin Abdul Muthalib syahid dalam perang Uhud. Beliau syahid setelah terkena tombak Wahsyi bin Harb.
Suatu ketika, Wahsyi bin Harb kepada Ja’far bin Amr bin Umayyah Dhamri dan Abdullah bin Adi bin Khiyar. Berikut pengakuannya:
"Aku akan menceritakan kejadian itu kepada kalian karena aku telah menceritakannya kepada Rasulullah saat beliau bertanya kepadaku tentang hal itu.
Aku pernah menjadi budak Jubair bin Mutham, yang mana pamannya, Thuaimah bin Adi, terbunuh dalam Perang Badar. Ketika kaum Quraisy berangkat ke Uhud, Jubair berkata kepadaku, “Engkau akan menjadi orang bebas jika engkau berhasil membunuh Hamzah, paman Rasulullah, untuk membalas kematian pamanku.”
Aku adalah orang Ethiopia yang mampu melempar lembing dengan ketepatan orang-orang Ethiopia (yang pada waktu itu terkenal dengan kemahiran mereka dalam memainkan lembing). (Ketika melempar lembing) aku jarang meleset dari sasaran.
Oleh karena itu aku pergi dengan yang lain, dan ketika kami melawan Muslim dalam pertempuran aku bergegas untuk mencari Hamzah.
Aku mencari dia sampai akhirnya aku melihatnya di salah satu ujung pasukan. (Dengan tubuh kekar yang tertutup debu) dia tampak seperti unta coklat, menghantam orang-orang dengan pedangnya dengan sangat keras sehingga tidak ada yang bisa bertahan di hadapannya.
Demi Allah! Aku mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapinya dan menyembunyikan diriku di balik pohon atau batu sampai dia mendekat ke arahku. Namun, Siba bin Abdul Uzza mendahuluiku kepadanya.
Ketika Hamzah melihat Siba, dia menyerunya, “Kemarilah padaku, wahai putra wanita tukang sunat!” Hamzah kemudian menebas Siba dengan sangat kuat hingga kepalanya lepas seolah-olah jatuh begitu saja.
Aku kemudian menggoyang-goyangkan lembingku (mengambil ancang-ancang) sampai aku yakin (bahwa itu akan mengenai sasaran) dan kemudian melepaskannya untuk terbang. Lembing itu menghantamnya di bawah pusar dan menembus tubuhnya sampai keluar dari selangkangannya.
Dia mulai mendatangiku, tetapi jatuh pingsan. Aku kemudian membiarkan dia seperti itu sampai dia wafat. Aku kemudian kembali (ke jenazah Hamzah), mengambil lembingku, dan kembali ke kamp. Aku kemudian duduk di sana karena aku tidak memiliki urusan lain.
Aku telah membunuh Hamzah hanya untuk mendapatkan kebebasanku. Aku kemudian kembali ke Makkah dan dibebaskan.