Surat Yasin Ayat 62: Nasihat bagi Manusia supaya Gunakan Akal untuk Melawan Tipu Daya Setan
Jum'at, 21 Januari 2022 - 10:17 WIB
Adapun kata ta’qilun (تعقلون), masih menurut Quraish, berasal dari akar kata ‘aqala (عقل) yang berarti mengikat dan kata ‘iqal (عقال) yang berarti tali. Akal dinamakan demikian karena memiliki potensi mengikat dan menghalangi manusia dari melakukan sesuatu yang buruk atau salah. Ini mengisyaratkan pendayagunaan akal sepatutnya dalam rangka kebaikan dan ketakwaan, bukan untuk kejahatan dan kemaksiatan.
Al-Baghawi dalam kitabnya Ma’alim al-Tanzil fi Tafsir al-Quran menjelaskan meski terdapat perbedaan cara baca, akan tetapi tidak berdampak pada maknanya. Lafaz tersebut tetap bermakna al-khalq wa al-jama’ah artinya kelompok atau kumpulan makhluk. Adapun penafsiran dari kalimat akhir afalam takuunuu ta’qiluun, menurut al-Baghawi, adalah ungkapan agar umat Nabi Muhammad SAW belajar dari umat-umat terdahulu yang telah tertipu rayuan iblis.
Dalam hal menerangkan berbagai bacaaan kata j-b-l pada ayat di atas, al-Zamakhsyari sama seperti al-Baghawi. Begitu pun dengan pemaknaannya yang berarti makhluk (al-khalq). Namun al-Zamakhsyari menambahkan satu bacaan lagi meski kurang populer yaitu bacaan Ali bin Abi Thalib yang membacanya cukup berbeda jauh dari lafaz j-b-l menjadi dibaca jaylan (j-y-l) yang artinya generasi.
Meskipun secara makna kata berbeda antara kedua lafaz tersebut, tetapi secara makna kalimat dan substansi tidak berbeda sama sekali. Jika menggunakan bacaan Ali tersebut, maka ayat ini bisa dipahami bahwa setan telah menyesatkan banyak generasi, dari generasi ke generasi agar umat manusia terjerumus ke dalam kesesatan.
Fakhruddin al-Razi menerangkan bahwa bentuk kesesatan (al-idhlal) sebagaimana diulas pada ayat dapat dipahami dalam dua makna sekaligus.
Pertama, sesat sebagai sebuah sikap adalah melenceng dari tujuan dan mengabaikan tujuan tersebut (tawliyatun ‘an al-maqshad wa shaddun ‘anhu).
Kedua, sesat sebagai sebuah akibat yang diumpamakan oleh al-Razi seperti orang yang menggunakan akalnya dengan sengaja untuk menempuh jalan yang salah.
Al-Baghawi dalam kitabnya Ma’alim al-Tanzil fi Tafsir al-Quran menjelaskan meski terdapat perbedaan cara baca, akan tetapi tidak berdampak pada maknanya. Lafaz tersebut tetap bermakna al-khalq wa al-jama’ah artinya kelompok atau kumpulan makhluk. Adapun penafsiran dari kalimat akhir afalam takuunuu ta’qiluun, menurut al-Baghawi, adalah ungkapan agar umat Nabi Muhammad SAW belajar dari umat-umat terdahulu yang telah tertipu rayuan iblis.
Dalam hal menerangkan berbagai bacaaan kata j-b-l pada ayat di atas, al-Zamakhsyari sama seperti al-Baghawi. Begitu pun dengan pemaknaannya yang berarti makhluk (al-khalq). Namun al-Zamakhsyari menambahkan satu bacaan lagi meski kurang populer yaitu bacaan Ali bin Abi Thalib yang membacanya cukup berbeda jauh dari lafaz j-b-l menjadi dibaca jaylan (j-y-l) yang artinya generasi.
Meskipun secara makna kata berbeda antara kedua lafaz tersebut, tetapi secara makna kalimat dan substansi tidak berbeda sama sekali. Jika menggunakan bacaan Ali tersebut, maka ayat ini bisa dipahami bahwa setan telah menyesatkan banyak generasi, dari generasi ke generasi agar umat manusia terjerumus ke dalam kesesatan.
Fakhruddin al-Razi menerangkan bahwa bentuk kesesatan (al-idhlal) sebagaimana diulas pada ayat dapat dipahami dalam dua makna sekaligus.
Pertama, sesat sebagai sebuah sikap adalah melenceng dari tujuan dan mengabaikan tujuan tersebut (tawliyatun ‘an al-maqshad wa shaddun ‘anhu).
Kedua, sesat sebagai sebuah akibat yang diumpamakan oleh al-Razi seperti orang yang menggunakan akalnya dengan sengaja untuk menempuh jalan yang salah.
(mhy)