Kisah Abu Ayyub dan Istrinya Tinggal di Lantai 2 Sedangkan Rasulullah SAW di Bawahnya

Rabu, 16 Maret 2022 - 17:07 WIB
Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, beliau tinggal di rumah Abu Ayyub selama 7 bulan. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Tatkala Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, beliau tinggal di rumah Abu Ayyub al-Anshari selama 7 bulan. Kala itu, Rasulullah tinggal di lantai 1, sedangkan Abu Ayyub dan istrinya di lantai 2. Kondisi ini membuat Abu Ayyub serbasalah.



Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya yang telah dialihbahasakan Mahyuddin Syaf dkk dengan judul "Karakteristik Perihidup 60 sahabat Rasulullah" memaparkan setibanya Rasulullah di Madinah, beliau disambut dengan hati terbuka oleh seluruh penduduk setempat.

Beliau disanjung dengan kemuliaan yang belum pernah diterima seorang tamu atau utusan manapun. Seluruh mata tertuju kepada beliau. Mereka membuka hati lebar-lebar untuk menerima kasih sayang Rasulullah.

Mereka buka pula pintu rumah masing-masing, supaya kekasih mulia yang dirindukan itu sudi bertempat tinggal di rumah mereka.



Para pemimpin Yatsrib berdiri sepanjang jalan yang akan dilalui beliau untuk kedatangannya. Masing-masing berebut meminta Rasulullah tinggal di rumahnya. Mereka menghadang dan memegang tali unta beliau untuk membawanya ke rumah mereka.

“Ya, Rasulullah! Sudilah Anda tinggal di rumah saya selama Anda menghendaki. Akomodasi dan keamanan Anda terjamin sepenuhnya,” kata mereka berharap.

Jawab Rasulullah, “Biàrkanlah unta itu berjalan ke mana dia mau, karena dia sudah mendapat perintah.”

Unta Rasulullah terus berjalan diikuti semua mata, dan diharap-harapkan seluruh hati. Bila untuk melewati sebuah rumah, terdengar keluhan putus asa pemiliknya, karena apa yang diangan-angankannya ternyata hampa.

Unta terus berjalan melenggang seenaknya. Orang banyak mengiringi di belakang. Mereka ingin tahu siapa yang beruntung rumahnya ditempati tamu dan kekasih yang mulia ini. Sampai di sebuah lapangan, yaitu di halaman depan rumah Abu Ayyub Al-Anshary unta itu berlutut.

Rasulullah tidak segera turun dan punggung unta. Unta itu disuruhnya berdiri dan berjalan kembali. Tetapi setelah berkeliling-keliling, untuk berlutut kembali di tempat semula.



Abu Ayyub mengucapkan takbir karena sangat gembira. Dia segera mendekati Rasulullah dan melapangkan jalan bagi beliau. Diangkatnya barang-barang beliau dengan kedua tangannya, bagaikan mengangkat seluruh perbendaharaan dunia. Lalu dibawanya ke rumahnya.

Rumah Abu Ayyub bertingkat. Bagian atas dikosongkan dan dibersihkannya untuk tempat tinggal Rasulullah. Tetapi Rasuluulah lebih suka tinggal di bawah. Abu Ayyub menurut saja di mana beliau senang.

Setelah malam tiba, Rasulullah masuk ke kamar tidur. Abu Ayyub dan isterinya naik ke lantai atas. Ketika suami isteri itu menutup pintu, Abu Ayyup sepertinya ragu. “Celaka..! Mengapa kita sebodoh ini. Pantaskah Rasulullah bertempat di bawah, sedangkan kita berada lebih tinggi dari beliau,” seru Abu Ayyub kepada isterinya. “Pantaskah kita berjalan di atas beliau? Pantaskah kita mengalingi antara Nabi dan Wahyu? Niscaya kita celaka!” serunya lagi.

Pasangan suami isteri itu bingung. Tidak tahu apa yang harus diperbuat. Tidak berapa lama berdiam diri, akhirnya mereka memilih kamar yang tidak di atas persis dengan kamar Rasulullah. Mereka berjalan benjingjit-jingjit untuk menghindarkan suara telapak kaki mereka.

Setelah hari subuh, Abu Ayyub berkata kepada Rasulullah. “Mata kami tidak bisa terpejam sekejap pun malam ini.”

“Mengapa begitu?” tanya Rasulullah.

“Aku ingat, kami berada di atas sedangkan Rasulullah yang kami muliakan berada di bawah. Apabila bergerak sedikit saja, abu berjatuhan mengenai Rasulullah. Di samping itu kami mengalingi Rasulullah dengan wahyu,” ujar Abu Ayyub.

“Tenang sajalah, hai Abu Ayyub. Saya lebih suka bertempat tinggal di bawah, karena akan banyak tamu yang datang berkunjung,” hibur Rasulullah.



Akhirnya Abu Ayyub mengikuti kemauan Rasulullah. Pada suatu malam yang dingin, bejana pecah di tingkat atas, sehingga airnya tumpah. Kain lap hanya ada sehelai, terpaksalah air dikeringkan baju. “Kami sangat khawatir kalau air mengalir ke tempat Rasulullah. Saya dan istri bekerja keras mengeringkan air sampai habis,” tutur Abu Ayyub berkisah.

Setelah hari subuh, ia pergi menemui Rasulullah. “Sungguh mati, saya segan bertempat tinggal di atas, sedangkan Rasulullah tinggal di bawah,” ujarnya kepada Rasulullah.

Kemudian Abu Ayyub menceritakan kepada beliau perihal bejana yang pecah itu. Mendengar cerita itu, akhirnya Rasulullah memperkenankan pasangan suami istri ini pindah ke bawah dan beliau pindah ke atas.

Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub kurang lebih tujuh bulan. Setelah masjid Rasulullah selesai dibangun, beliau pindah ke kamar-kamar yang dibuatkan untuk beliau dan para isteri beliau di sekitar masjid.

Sejak pindah, Rasulullah menjadi tetangga dekat bagi Abu Ayyub. Rasulullah sangat menghargai suami isteri ini sebagai tetangga yang baik. Abu Ayyub mencintai Rasulullah sepenuh hati. Sebaliknya beliau mencintainya pula, sehingga mereka saling membantu setiap kesusahan masing-masing.

Mencari Makanan

Rasulullah memandang rumah Abu Ayyub seperti rumah sendiri. Pada suatu hari di tengah hari yang amat panas, Abu Bakar pergi ke masjid, lalu bertemu dengan ‘ Umar bin Khattab . “Hai, Abu Bakar! Mengapa Anda keluar di saat panas begini?” tanya Umar.

“Saya lapar!” jawab Abu Bakar.

“Demi Allah! Saya juga lapar,” sambut Umar pula.
Halaman :
Follow
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa menegakkan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

(HR. Bukhari No. 36)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More