Soal Berburu, Jangan Anggap Remeh Abu Nawas
Minggu, 21 Juni 2020 - 08:59 WIB
Abu Nawas adalah pujangga Arab dan merupakan salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Penyair ulung sekaligus tokoh sufi ini mempunyai nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M). (
)
Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun Ar-Rasyid dan para pengawalnya berangkat berburu. Abu Nawas dan seorang menteri ikut dalam rombongan itu.
Hubungan Abu Nawas dengan menteri itu kurang akrab. Bahkan bisa dibilang sedikit musuhan. Soalnya, menteri itu sering iri terhadap kedekatan Abu Nawas dengan Baginda Raja. Abu Nawas menyebut menteri itu dengan nama Abu Jahil. Ya, mirip Abu Jahal di zaman Nabi.
Si Jahil ini tiba-tiba melontarkan ide kepada Baginda Raja. Ia mengusulkan kapada Baginda, agar acara berburu menjadi seru, bagaimana bila ada semacam lomba.
"Hamba ingin beradu ketangkasan dengan Abu Nawas dan nanti pemenangnya akan mendapatkan sepundi emas. Tapi kalau kalah, hukumannya adalah memandikan kuda-kuda istana selama satu bulan," tutur Abu Jahil kepada Baginda sembari matanya melirik Abu Nawas. Si cerdik itu pun merespon usulan si jahil dengan melengos.
Tapi Baginda Raja rupanya tertarik dengan ide sang menteri. Lomba yang melibatkan Abu Nawas pasti menarik dan sangat menghibur, pikir Raja. Lagi pula Baginda ingin juga menguji kedua orang penting di kerajaannya itu.
Langsung saja, Baginda meminta Abu Nawas mendekat kepadanya. Raja menjelaskan panjang lebar terkait lomba tersebut. Pada mulanya Abu Nawas enggan menanggapi tantangan menteri itu. Abu Nawas sadar bahwa dirinya bakal masuk jebakan si Jahil. Raja memaksanya sehingga Abu Nawas tak mampu menolaknya.
Abu Nawas menyadari Abu Jahil adalah pejabat istana yang benci dengan keberadaannya. Ia pasti akan mengerahkan semua anak buahnya untuk menyumbang seekor binatang buruannya di hutan nanti.
Abu Nawas pun berpikir keras untuk mengalahkan si Jahil. "Baik Baginda, siapa takut," jawab Abu Nawas dengan senyum yang tiba-tiba merekah. Melihat adegan itu Abu Jahil menjadi menjadi penasaran dibuatnya. (
"Mana mungkin Abu Nawas bisa mengalahkanku?" guman Abu Jahil dalam hati.
Akhirnya Baginda Raja mengumumkan lomba yang sudah pasti seru itu kepada khalayak ramai. Rakyat berbondong-bondong untuk menyaksikan pertandingan itu. Mereka yang menang adalah yang paling banyak mendapatkan buruan. ( )
Terompet adu ketangkasan pun ditiup. Abu Jahil segera memacu kudanya secepat kilat menuju hutan belantara.
Anehnya, Abu Nawas justru sebaliknya. Ia menaiki keledai yang berjalan santai. Para penonton berteriak-teriak menyemangati. Menjelang sore hari, tampaklah kuda Abu Jahil memasuki gerbang istana, ia mendapat sambutan yang meriah dan tepuk tangan dari rakyat yang menyaksikannya. ( )
Di sisi kanan dan kiri kuda Abu Jahil sarat dengan puluhan hewan yang mati terpanah. Dengan tersenyum bangga menteri ini memperlihatkan semua binatang buruannya di tengah lapangan.
"Aku, Abu Jahil, berhak memenangkan lomba ini. Lihatlah binatang buruanku banyak. Mana mungkin Abu Nawas mengalahkan aku?" teriaknya dengan lantang yang membuat para penonton semakin ramai bertepuk tangan. ( )
Tak lama kemudian, muncul keledai Abu Nawas. Semua orang meneriakinya dan menertawakannya karena keledai tunggangan Abu Nawas tidak membawa seekor hewan buruan pun. Dari atas keledai Abu Nawas melambai-lambaikan tangannya kepada penonton. Ia memasang senyum tiada henti.
Kemudian raja menyuruh dua orang pengawalnya untuk menghitung jumlah binatang buruan yang didapatkan oleh kedua peserta. Kesempatan pertama, pengawal menghitung jumlah hewan buruan yang didapatkan oleh Abu Jahil.
Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun Ar-Rasyid dan para pengawalnya berangkat berburu. Abu Nawas dan seorang menteri ikut dalam rombongan itu.
Hubungan Abu Nawas dengan menteri itu kurang akrab. Bahkan bisa dibilang sedikit musuhan. Soalnya, menteri itu sering iri terhadap kedekatan Abu Nawas dengan Baginda Raja. Abu Nawas menyebut menteri itu dengan nama Abu Jahil. Ya, mirip Abu Jahal di zaman Nabi.
Si Jahil ini tiba-tiba melontarkan ide kepada Baginda Raja. Ia mengusulkan kapada Baginda, agar acara berburu menjadi seru, bagaimana bila ada semacam lomba.
"Hamba ingin beradu ketangkasan dengan Abu Nawas dan nanti pemenangnya akan mendapatkan sepundi emas. Tapi kalau kalah, hukumannya adalah memandikan kuda-kuda istana selama satu bulan," tutur Abu Jahil kepada Baginda sembari matanya melirik Abu Nawas. Si cerdik itu pun merespon usulan si jahil dengan melengos.
Tapi Baginda Raja rupanya tertarik dengan ide sang menteri. Lomba yang melibatkan Abu Nawas pasti menarik dan sangat menghibur, pikir Raja. Lagi pula Baginda ingin juga menguji kedua orang penting di kerajaannya itu.
Langsung saja, Baginda meminta Abu Nawas mendekat kepadanya. Raja menjelaskan panjang lebar terkait lomba tersebut. Pada mulanya Abu Nawas enggan menanggapi tantangan menteri itu. Abu Nawas sadar bahwa dirinya bakal masuk jebakan si Jahil. Raja memaksanya sehingga Abu Nawas tak mampu menolaknya.
Abu Nawas menyadari Abu Jahil adalah pejabat istana yang benci dengan keberadaannya. Ia pasti akan mengerahkan semua anak buahnya untuk menyumbang seekor binatang buruannya di hutan nanti.
Abu Nawas pun berpikir keras untuk mengalahkan si Jahil. "Baik Baginda, siapa takut," jawab Abu Nawas dengan senyum yang tiba-tiba merekah. Melihat adegan itu Abu Jahil menjadi menjadi penasaran dibuatnya. (
"Mana mungkin Abu Nawas bisa mengalahkanku?" guman Abu Jahil dalam hati.
Akhirnya Baginda Raja mengumumkan lomba yang sudah pasti seru itu kepada khalayak ramai. Rakyat berbondong-bondong untuk menyaksikan pertandingan itu. Mereka yang menang adalah yang paling banyak mendapatkan buruan. ( )
Terompet adu ketangkasan pun ditiup. Abu Jahil segera memacu kudanya secepat kilat menuju hutan belantara.
Anehnya, Abu Nawas justru sebaliknya. Ia menaiki keledai yang berjalan santai. Para penonton berteriak-teriak menyemangati. Menjelang sore hari, tampaklah kuda Abu Jahil memasuki gerbang istana, ia mendapat sambutan yang meriah dan tepuk tangan dari rakyat yang menyaksikannya. ( )
Di sisi kanan dan kiri kuda Abu Jahil sarat dengan puluhan hewan yang mati terpanah. Dengan tersenyum bangga menteri ini memperlihatkan semua binatang buruannya di tengah lapangan.
"Aku, Abu Jahil, berhak memenangkan lomba ini. Lihatlah binatang buruanku banyak. Mana mungkin Abu Nawas mengalahkan aku?" teriaknya dengan lantang yang membuat para penonton semakin ramai bertepuk tangan. ( )
Tak lama kemudian, muncul keledai Abu Nawas. Semua orang meneriakinya dan menertawakannya karena keledai tunggangan Abu Nawas tidak membawa seekor hewan buruan pun. Dari atas keledai Abu Nawas melambai-lambaikan tangannya kepada penonton. Ia memasang senyum tiada henti.
Kemudian raja menyuruh dua orang pengawalnya untuk menghitung jumlah binatang buruan yang didapatkan oleh kedua peserta. Kesempatan pertama, pengawal menghitung jumlah hewan buruan yang didapatkan oleh Abu Jahil.