Kisah Istri-Istri Rasulullah SAW: Cemburu Berat Aisyah kepada Shafiyah
Minggu, 08 Mei 2022 - 06:23 WIB
Nabi berkata padanya, “Sesungguhnya engkau adalah putri seorang nabi. Pamanmu pun seorang nabi. Dan engkau dalam naungan seorang nabi. Bagaimana kau tidak bangga dengan hal itu.”
Kemudian beliau berkata pada Sayyidah Hafshah, “Wahai Hafshah, bertakwalah kepada Allah.” (Muhibbuddin ath-Thabari: as-Shimthu ats-Tsamin).
Maksud bahwa Sayyidah Shafiyah putri seorang nabi adalah nasabnya yang sampai Nabi Harun. Sehingga Nabi Harun terhitung sebagai ayahnya. Dan Nabi Harun merupakan saudara Nabi Musa. Sehingga ia memiliki paman seorang nabi juga. Tentang di bawah naungan nabi. Maksudnya suamimu yang menaungimu pun nabi.
Ada juga kisah, suatu hari Nabi SAW beri’tikaf di masjid. Nabi bersama istri-istrinya. Saat mereka pergi, Nabi berkata kepada Sayyidah Shafiyah binti Huyay, “Jangan tergesa-gesa pulang. Akan kuantar engkau.”
Rumah Sayyidah Shafiyah berada di tempat Usamah. Nabi SAW keluar bersama Sayyidah Shafiyah. Di jalan, Nabi bertemu dua orang Anshar. Keduanya memandang Nabi SAW sesaat lalu terus berjalan. Beliau SAW berkata pada keduanya, “Kemarilah kalian, ini adalah Sayyidah Shafiyah binti Huyay”.
Maka keduanya berkata, “Maha suci Allah, wahai Rasulullah”. Lalu Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya setan berjalan pada diri manusia lewat aliran darah dan aku khawatir telah timbul suatu perasaan pada diri kalian berdua.” (HR. Al-Bukhari No. 1897 Kitab I’tikaf)
Diremehkan
Sayyidah Shafiyah menyaksikan wafatnya Rasulullah SAW karena ia merupakan salah seorang Ummahatul Mukminin yang berkerumun di sekeliling alas tidur Rasulullah saat beliau sakit. Sayyidah Shafiyah berbicara kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, demi Allah aku ingin jika apa yang engkau alami ini menimpa diriku."
Para istri Rasulullah yang lain hanya memejamkan mata. Tidak ada yang membuat mereka bergetar selain sabda beliau : "Bertobatlah!" Mereka pun menjawab, "Dari apa, wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW bersabda, "Dari perbuatan kalian yang meremehkan Shafiyah. Demi Allah, ia telah berkata jujur."
Setelah Rasulullah wafat, Sayyidah Shafiyah duduk untuk beribadah dan memahami situasi, ia berusaha ikut andil dalam membangun masyarakat Islam sementara berbagai provokasi tetap menghadangnya dari segala arah. Kecemburuan masih menghantui hati para wanita terhadap dirinya.
Diriwayatkan bahwa seorang budak wanita miliknya datang menghadap kepada Amirul Mukminin Umar ibn Khattab dan berbicara, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Shafiyah mencintai hari Sabtu dan berhubungan dengan Yahudi."
Umar ibn Khattab mengirim utusan untuk bertanya kepada Sayyidah Shafiyah tentang kabar tersebut. Sayyidah Shafiyah menjawab, "Adapun hari Sabtu tidaklah aku cintai sejak Allah menggantinya untukku dengan hari Jumat. Adapun dengan kaum Yahudi, sesungguhnya aku memiliki kerabat di antara mereka hingga aku menjalin hubungan dengan mereka."
Setelah itu, Sayyidah Shafiyah menoleh kepada budaknya dan menanyakan mengapa si budak melakukan dusta semacam ini. Si budak pun menjawab, "Aku didorong oleh setan." Shafiyah menjawab, "Pergilah, karena kamu telah merdeka!"
Ibnu Hajar dalam Tadzhib at-Tadzhib mengatakan Sayyidah Shafiyah hidup dalam tekanan yang terus-menerus dan dalam kesabaran pahit serta ibadah sepanjang masa. Ibadah yang dipahami dari madrasah kenabian yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepadanya. Sayyidah Shafiyah juga ikut andil dalam urusan politik, agama, dan turut aktif dalam memberikan pendapat. Ia juga bercerita tentang sang suami, Rasulullah SAW.
Sayyidah Shafiyah disebut sebagai wanita Shadiqah oleh Rasulullah, yang artinya adalah wanita yang jujur imannya. Hadis-hadisnya menghiasai semua Kutub as-Sittah dan banyak orang yang meriwayatkan darinya.
Ummul Mukminin Shafiyah binti Huyai radhiallahu ‘anha wafat pada tahun 50 H/670 M di zaman pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Beliau dimakamkan di Pemakaman Baqi’.
Kemudian beliau berkata pada Sayyidah Hafshah, “Wahai Hafshah, bertakwalah kepada Allah.” (Muhibbuddin ath-Thabari: as-Shimthu ats-Tsamin).
Maksud bahwa Sayyidah Shafiyah putri seorang nabi adalah nasabnya yang sampai Nabi Harun. Sehingga Nabi Harun terhitung sebagai ayahnya. Dan Nabi Harun merupakan saudara Nabi Musa. Sehingga ia memiliki paman seorang nabi juga. Tentang di bawah naungan nabi. Maksudnya suamimu yang menaungimu pun nabi.
Ada juga kisah, suatu hari Nabi SAW beri’tikaf di masjid. Nabi bersama istri-istrinya. Saat mereka pergi, Nabi berkata kepada Sayyidah Shafiyah binti Huyay, “Jangan tergesa-gesa pulang. Akan kuantar engkau.”
Rumah Sayyidah Shafiyah berada di tempat Usamah. Nabi SAW keluar bersama Sayyidah Shafiyah. Di jalan, Nabi bertemu dua orang Anshar. Keduanya memandang Nabi SAW sesaat lalu terus berjalan. Beliau SAW berkata pada keduanya, “Kemarilah kalian, ini adalah Sayyidah Shafiyah binti Huyay”.
Maka keduanya berkata, “Maha suci Allah, wahai Rasulullah”. Lalu Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya setan berjalan pada diri manusia lewat aliran darah dan aku khawatir telah timbul suatu perasaan pada diri kalian berdua.” (HR. Al-Bukhari No. 1897 Kitab I’tikaf)
Diremehkan
Sayyidah Shafiyah menyaksikan wafatnya Rasulullah SAW karena ia merupakan salah seorang Ummahatul Mukminin yang berkerumun di sekeliling alas tidur Rasulullah saat beliau sakit. Sayyidah Shafiyah berbicara kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, demi Allah aku ingin jika apa yang engkau alami ini menimpa diriku."
Para istri Rasulullah yang lain hanya memejamkan mata. Tidak ada yang membuat mereka bergetar selain sabda beliau : "Bertobatlah!" Mereka pun menjawab, "Dari apa, wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW bersabda, "Dari perbuatan kalian yang meremehkan Shafiyah. Demi Allah, ia telah berkata jujur."
Setelah Rasulullah wafat, Sayyidah Shafiyah duduk untuk beribadah dan memahami situasi, ia berusaha ikut andil dalam membangun masyarakat Islam sementara berbagai provokasi tetap menghadangnya dari segala arah. Kecemburuan masih menghantui hati para wanita terhadap dirinya.
Diriwayatkan bahwa seorang budak wanita miliknya datang menghadap kepada Amirul Mukminin Umar ibn Khattab dan berbicara, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Shafiyah mencintai hari Sabtu dan berhubungan dengan Yahudi."
Umar ibn Khattab mengirim utusan untuk bertanya kepada Sayyidah Shafiyah tentang kabar tersebut. Sayyidah Shafiyah menjawab, "Adapun hari Sabtu tidaklah aku cintai sejak Allah menggantinya untukku dengan hari Jumat. Adapun dengan kaum Yahudi, sesungguhnya aku memiliki kerabat di antara mereka hingga aku menjalin hubungan dengan mereka."
Setelah itu, Sayyidah Shafiyah menoleh kepada budaknya dan menanyakan mengapa si budak melakukan dusta semacam ini. Si budak pun menjawab, "Aku didorong oleh setan." Shafiyah menjawab, "Pergilah, karena kamu telah merdeka!"
Ibnu Hajar dalam Tadzhib at-Tadzhib mengatakan Sayyidah Shafiyah hidup dalam tekanan yang terus-menerus dan dalam kesabaran pahit serta ibadah sepanjang masa. Ibadah yang dipahami dari madrasah kenabian yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepadanya. Sayyidah Shafiyah juga ikut andil dalam urusan politik, agama, dan turut aktif dalam memberikan pendapat. Ia juga bercerita tentang sang suami, Rasulullah SAW.
Sayyidah Shafiyah disebut sebagai wanita Shadiqah oleh Rasulullah, yang artinya adalah wanita yang jujur imannya. Hadis-hadisnya menghiasai semua Kutub as-Sittah dan banyak orang yang meriwayatkan darinya.
Ummul Mukminin Shafiyah binti Huyai radhiallahu ‘anha wafat pada tahun 50 H/670 M di zaman pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Beliau dimakamkan di Pemakaman Baqi’.
(mhy)