Kisah Penolakan Ali Bin Abu Thalib Tatkala Abu Bakar Dilantik Jadi Khalifah

Senin, 09 Mei 2022 - 10:30 WIB
Mereka yang tidak ikut membaiat Abu Bakar dari kalangan Muhajirin dan Ansar memilih ikut Ali bin Abi Thalib. Foto/Ilusrasi: Ist
Tatkala Abu Bakar Ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, sepeninggal Rasulullah SAW , ada segolongan Muhajirin terkemuka yang tidak turut membaiat. Mereka di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib dan Abbas bin Abdul Muthalib dari Bani Hasyim.

Muhammad Husain Haikal dalam "As-Siddiq Abu Bakr" mengutip al-Ya'qubi menyebut, mereka yang tidak ikut membaiat Abu Bakar dari kalangan Muhajirin dan Ansar dan ikut Ali bin Abi Thalib di antaranya ialah Abbas bin Abdul Muthalib, Fadl bin al-Abbas, Zubair bin alAwwam bin al-As, Khalid bin Sa'id, Miqdad bin Amr, Salman alFarisi, Abu Zar al-Gifari, Ammar bin Yasir, Bara' bin Azib dan Ubai bin Ka'b.



Selanjutnya, Abu Bakar pun meminta pendapat Umar bin Khattab , Abu Ubaidah bin Jarrah dan Mugirah bin Syu'ba atas penolakan mereka itu.

Saran ketiga tokoh itu ialah agar Abu Bakar menemui Abbas bin Abdul Muthalib dan agar dia juga dilibatkan dan berperan dalam masalah ini, baik untuk kepentingannya sendiri maupun penerusnya kemudian.



Mengenai ini terjadi perbedaan pendapat antara dia dengan sepupunya, Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian Abu Bakar dan sahabat-sahabatnya punya argumen dalam menghadapi Ali. Apa yang sudah disarankan mereka tadi oleh Abu Bakar dilaksanakan.

Dalam suatu percakapan panjang ia berkata kepada Abbas: "Kami telah datang kepadamu dan yang kami inginkan engkau dapat berperan juga dalam hal ini, baik untukmu sendiri maupun untuk penerusmu kemudian, mengingat engkau adalah paman Rasulullah."

Abbas menjawab tawaran itu setelah terjadi dialog seperti dilukiskan oleh Ya'qubi; "Kalaupun ini yang akan menjadi hak kami, kami tidak mau sebagian-sebagian."

Dalam sebuah sumber yang disebutkan oleh Ya'qubi, juga penulis-penulis sejarah yang lain menyebutkan, dan masih cukup terkenal, bahwa ada kelompok Muhajirin dan Ansar yang mengadakan pertemuan dengan Ali bin Abi Thalib di rumah Fatimah putri Rasulullah dengan maksud hendak membaiat Ali.

Di antara mereka itu Khalid bin Sa'id yang mengatakan: "Sungguh, tak ada orang yang lebih patut menempati kedudukan Muhammad selain engkau."



Pertemuan di rumah Fatimah itu sampai juga beritanya kepada Abu Bakar dan Umar, dan kedua orang ini bersama-sama dengan yang lain datang dan menyerbu rumah itu. Ketika Ali keluar membawa pedang, yang disambut oleh Umar, maka terjadi pertarungan. Pedang Ali dipatahkan dan mereka menyerbu masuk ke dalam rumah.

Saat itu Fatimah keluar dengan mengatakan: "Keluarlah kalau tidak rambutku akan kuperlihatkan dan aku akan berseru kepada Allah."

Mereka keluar, juga orang-orang yang berada dalam rumah itu. Keadaan demikian berjalan selama beberapa hari. Kemudian satu demi satu mereka memberikan ikrar — kecuali Ali yang baru membaiat setelah Fatimah wafat, yakni sesudah enam bulan.

Menurut Haekal, sumber lain menyebutkan bahwa ia membaiat sesudah empat puluh hari. Disebutkan lagi bahwa Umar bin Khattab telah menimbun kayu di sekeliling rumah Fatimah dengan maksud hendak membakar rumah itu atau Ali harus membaiat Abu Bakar.

Tetapi sumber-sumber yang terkenal dan lebih umum mengenai tidak hadirnya atau terlambatnya Ali dan Banu Hasyim itu ialah seperti yang diuraikan oleh Ibn Qutaibah dalam al-Imamah was-Siyasah dan sumber-sumber serupa, baik yang sezaman atau yang datang kemudian, yakni selesai memberikan ikrar kepada Abu Bakar, Umar dan rombongan berangkat menemui Bani Hasyim.

Mereka diminta agar juga datang memberikan ikrar seperti yang lain. Ketika itu Bani Hasyim di rumah Ali. Baik Ali maupun yang lain menolak ajakan Umar itu. Malah Zubair bin al-Awwam dan sahabat-sahabatnya keluar menemui Umar dengan membawa pedang. Kepada sahabat-sahabatnya Umar berkata, "Awas orang itu dan ambil pedangnya!"

Mereka merampas pedang itu dari tangannya. Kemudian ia pun pergi dan membaiat. Ketika kepada Ali bin Abi Thalib dikatakan: “Baiatlah Abu Bakar.”

Ali menjawab: "Aku tidak akan membaiat, karena dalam hal ini aku lebih berhak daripada kalian. Kamulah yang lebih pantas membaiat aku. Kamu telah mengambil kekuasaan itu dari Ansar dengan alasan kalian kerabat Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam dan kalian mengambil dari kami ahlulbait secara paksa."

"Bukankah kalian mengatakan kepada Ansar bahwa kalian lebih berhak daripada mereka dalam hal ini karena Muhammad dari kalian, lalu pimpinan dan kekuasaan diserahkan kepada kalian! Sekarang aku akan menuntut kepada kalian sebagaimana kalian menuntut kepada Ansar."

"Kami lebih berhak terhadap Rasulullah selama masih hidup dan sesudah mati. Jika kamu beriman berlaku adillah terhadap kami, kalau tidak berarti dengan sengaja kamu berlaku zalim."

"Kau tak akan dibiarkan sebelum membaiat," kata Umar.

"Dalam bertindak orang harus berlaku adil. Umar, sungguh aku tidak dapat menerima kata-katamu itu dan aku tidak akan membaiat," kata Ali bersemangat dan dengan nada keras.



Dikhawatirkan dialog itu akan jadi semakin panas, maka Abu Bakar segera campur tangan dengan katanya: "Kalau engkau memang tidak mau membaiat, aku tidak akan memaksamu."

Abu Ubaidah segera mendekati Ali seraya katanya dengan nada lembut: "Sepupuku, engkau masih muda, dan mereka itu orang tua-tua kita. Tentu dalam bidang ini engkau tidak punya pengalaman dan pengetahuan seperti mereka. Menurut hematku Abu Bakar lebih mampu dari engkau dan lebih dapat mengatasi segala persoalan. Serahkanlah pimpinan itu kepada Abu Bakar. Jika engkau masih akan panjang umur, maka engkaulah kelak yang pantas memegang pimpinan ini semua, mengingat jasamu, ketaatanmu dalam agama, amalmu, pengetahuanmu, kedinianmu dalam Islam, nasabmu serta hubunganmu sebagai menantu."

Di sini Ali berontak seraya berkata: "Hebat sekali kalian ini Muhajirin! Janganlah kalian mencoba mengeluarkan kekuasaan Muhammad atas orang-orang Arab itu dari keluarganya dan dari dalam rumahnya ke keluarga dan ke dalam rumah kalian lalu mengenyahkan kedudukan dan hak keluarganya dari rakyat."

"Demi Allah, Saudara-saudara Muhajirin, kamilah yang lebih berhak dari semua orang, karena kami adalah keluarganya, kami ahlulbait. Dalam pimpinan ini kami lebih berhak dari kalian. Dari kalangan kamilah yang membaca Qur'an, yang mengetahui hukum-hukum agama, mengenal benar sunah Rasulullah, mengikuti perkembangan rakyat serta melindungi mereka dari hal-hal yang tidak baik."

"Kami yang mengadakan pemerataan dengan mereka. Dia adalah dari kami. Janganlah kamu memperturutkan hawa nafsu, kalian akan sesat dari jalan Allah dan akan lebih jauh menyimpang dari kebenaran."

Menurut beberapa sumber, ketika itu Basyir bin Sa'd juga hadir. Mendengar kata-kata itu ia berkata: "Ali, kalau kata-katamu itu didengar oleh Ansar sebelum pengukuhan terhadap Abu Bakar, aku pun tak akan berbeda pendapat dengan kau."

Dengan marah Ali keluar. Ia pergi menemui Fatimah dan keluar rumah bersama-sama. Dengan dinaikkan di atas binatang beban malam itu Fatimah berkeliling menemui kelompok-kelompok Ansar meminta dukungan.

Mereka itu berkata: "Putri Rasulullah, baiat kami atas orang itu sudah selesai. Sekiranya suamimu dan sepupumu itu yang lebih dulu menemui kami sebelum Abu Bakar, tentu kami tak akan menyamakannya."

Jawaban ini menambah kemarahan Ali dan ia berkata lagi: "Apa aku akan meninggalkan Rasulullah di rumah tanpa dimakamkan dan keluar memperebutkan kekuasaan?"

"Apa yang dilakukan Abu al-Hasan," sela Fatimah, "memang yang sudah semestinya dilakukan. Tetapi apa yang mereka lakukan, biarlah Allah nanti yang membuat perhitungan dan yang menentukan."

Demikian inilah kesan yang masyhur (yang sudah umum) mengenai sikap Ali bin Abi Thalib dan sahabat-sahabatnya sehubungan dengan baiat Abu Bakar itu. Beberapa sejarawan dengan tegas sekali membantah kesan yang sudah umum mengenai tertinggalnya Banu Hasyim dan beberapa kalangan Muhajirin itu.



Mereka menyebutkan bahwa sesudah Saqifah, Abu Bakar dibaiat secara aklamasi tanpa ada yang ketinggalan. Tabari menyebutkan sebuah sumber lengkap dengan isnadnya, bahwa Sa'd bin Zaid ketika ditanya: Engkau menyaksikan kematian Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam?”

“Ya,” jawabnya.
Halaman :
Follow
cover top ayah
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَالۡبَـنِيۡنَ وَالۡقَنَاطِيۡرِ الۡمُقَنۡطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالۡفِضَّةِ وَالۡخَـيۡلِ الۡمُسَوَّمَةِ وَالۡاَنۡعَامِ وَالۡحَـرۡثِ‌ؕ ذٰ لِكَ مَتَاعُ الۡحَيٰوةِ الدُّنۡيَا ‌ۚ وَاللّٰهُ عِنۡدَهٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ
Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.

(QS. Ali 'Imran Ayat 14)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More