Ashhabul Ukhdud: Kisah Pembakaran Orang-Orang Beriman Pra-Islam

Senin, 22 Juni 2020 - 05:00 WIB
Peristiwa ini diabadikan dalam surah al-Buruj. Foto/Ilustrasi/Publika
Betapa banyak kisah yang mengandung hikmah untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan. Salah satunya tentang Ashhabul Ukhdud, yakni sekelompok rakyat pada masa pra-Islam yang beriman kepada Allah SWT. ( )

Hanya karena meyakini ajaran tauhid, mereka mengalami penyiksaan luar biasa. Penguasa setempat menghempaskan kaum tersebut, entah laki-laki, perempuan, tua maupun muda, ke dalam parit yang dibakar.

Orang-orang keji itulah yang dinamakan oleh Alquran sebagai Ashhabul Ukhdud. Peristiwa ini diabadikan dalam surah al-Buruj dan sebuah hadis panjang riwayat Imam Muslim



Alkisah, dahulu para raja mengandalkan para tukang sihir untuk memantapkan kekuasaan. Para tukang sihir bekerja menundukkan manusia kepada penguasa dengan tipuan dan taktik yang mereka lakukan. Lebih dari itu, tukang sihir merupakan pilar penopang tiang-tiang kekuasaan dan menegakkan para raja sebagai tuhan yang disembah selain Allah.

Muslim meriwayatkan dari Shuhaib bahwa Rasulullah telah menyampaikan kepada kita bahwa ada seorang raja yang mempunyai tukang sihir yang sudah berumur lanjut. Dia takut ilmunya lenyap, sehingga tukang sihir ini meminta kepada raja agar mengutus kepadanya seorang pemuda yang cerdas lagi pintar agar dia bisa mewarisi ilmu dan kesesatannya. Raja memenuhi permintaannya dan mengirim seorang pemuda kepadanya.

Pemuda ini melewati seorang pendeta manakala dia mondar-mandir pulang pergi kepada penyihir. Pemuda ini duduk dan mendengar di majelis sang pendeta.

Pendeta ini memberikan taktik kepada si pemuda manakala penyihir mulai mencurigainya disebabkan seringnya dia terlambat setelah mampir pada sang pendeta. "Jika tukang sihir itu bertanya kepadamu tentang keterlambatanmu, maka jawablah keluargamu menahanmu. Jika keluargamu yang bertanya, maka katakan bahwa tukang sihir yang membuatmu terlambat," begitu nasehat pendeta itu.

Dengan begitu pemuda itu terbebas dari kekesalan tukang sihir dan keluarganya.

Suatu hari seekor binatang yang menghalang-halangi jalan banyak orang. Binatang besar ini mungkin binatang buas, seperti singa atau ular yang besar. Pemuda ini melihat bahwa inilah peluang untuk mengetahui kebenaran, apakah pendeta atau tukang sihir.

Pemuda ini lalu mengambil batu dan melemparkannya kepada binatang buas itu. Ia berdoa memohon kepada Tuhannya jika binatangnya itu terbunuh maka pendeta yang benar. Sebaliknya jika tidak maka ia akan berguru dengan tukang sihir.

Begitu dilembar, binatang itu ternyata mati. Maka orang-orang mengira bahwa pemuda ini membunuh binatang itu dengan sihirnya yang mumpuni.

Manakala pendeta mengetahui apa yang dilakukan oleh pemuda itu, ilmunya mengatakan kepada dirinya bahwa pemuda ini akan diuji. Pemuda ini tidak melakukan dakwah yang tenang seperti yang dilakukan oleh pendeta, akan tetapi perlawanan yang terbuka.

Pendeta ini meminta kepada pemuda agar merasiakan bahwa ia berguru padanya. Ini adalah bagian dari ujian itu. Seorang mukmin memohon keselamatan kepada Allah. Tetapi jika diuji, dia harus bersabar.

Allah telah menyembuhkan orang-orang sakit lewat tangan pemuda ini. Dia menyembuhkan – dengan izin Allah – kebutaan dan penyakit lepra. Dia menyampaikan kepada manusia bahwa penyembuh adalah Allah, dan bahwa barangsiapa beriman kepada Nya, maka Dia menyembuhkannya.

Pemuda ini menjadikan pengobatan sebagai sarana berdakwah dan iman. Salah seorang kepercayaan raja, di mana orang itu buta, mendengar berita tentang pemuda ini. Dia datang kepada pemuda ini dengan hadiah-hadiah besar agar si pemuda mengobatinya.

“Semua yang ada di sini akan menjadi milikmu jika engkau berhasil menyembuhkan diriku,” ujar kepercayaan raja.

Pemuda itu menjawab, “Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seseorang. Yang menyembuhkan adalah Allah yang Maha Tinggi. Jika engkau beriman kepada Allah yang Maha Tinggi, maka aku akan berdoa kepada Allah, lalu Dia akan menyembuhkanmu.”

Maka dia pun beriman kepada Allah yang Maha Tinggi dan Allah menyembuhkannya.

Kepercayaan raja itu pun sembuh. Matanya normal kembali. Saat ia kembali ke majlis raja, Raja terkejut karenanya. Dia bertanya, "Siapa yang telah membuatmu melihat?" Orang ini menjawab, "Tuhanku." Raja bertanya, "Adakah tuhan lain selain diriku?" Orang ini menjawab, "Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah."

Raja murka. Dia mencium cikal bakal fitnah dalam ucapan laki-laki ini yang dapat mengancam kekuasaan dan kerajaannya. Raja thaghut ini telah mendudukkan dirinya sebagai tuhan yang disembah selain Allah.

Dia mengklaim bahwa dirinya adalah tuhan manusia. Tukang sihir dan para pembantu raja yang rusak bekerja siang malam untuk menancapkan keyakinan seperti ini di hati penduduk kerajaan ini. Oleh karena itu, hati raja tergoncang. Dia takut terhadap kekuasaan dan kerajaannya. Maka dia menangkap laki-laki itu dan terus menyiksanya sampai akhirnya dia menyebut nama pemuda itu.

Ketika pemuda itu dihadapkan kepada raja, raja mengira bahwa dia telah menguasai sihir yang sangat tinggi. “Wahai anakku, sihirmu luar biasa hebatnya hingga dapat menyembuhkan kebutaan dan kusta. Kamu juga telah melakukan ini dan itu,” sambut Raja begitu pemuda itu sampai di hadapannya.

Pemuda itu menjabar, “Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun. Sebenarnya yang menyembuhkan mereka adalah Allah.”

Raja akhirnya menyadari bahwa dugaannya meleset. Pemuda ini mengingkari sihir dan penyihir.



Pemuda ini tidak memakai ilmunya untuk menopang kerajaannya dan menjadikan rakyat sebagai hamba raja. Pemuda ini mengajak beriman kepada Allah yang Maha

Esa.

Maka pemuda itu pun dihukum dan terus disiksa hingga pemuda itu menunjuk sang pendeta. Lalu dia minta supaya pendeta itu dihadirkan.

Selanjutnya kepada pendeta itu dikatakan,”'Kembalilah kamu ke dalam agamamu semula.” Namun dia menolak.

Raja minta agar diambilkan gergaji. Gergaji itu diletakkan di atas kepalanya, lalu membelahnya hingga kedua belahan tubuhnya terjatuh.

Selanjutnya, dia minta untuk menghadapkan pemuda itu kepadanya. Lalu dia mengatakan kepadanya, “Kembalilah kepada agamamu.” Namun dia tetap menolak.

Maka dia menyerahkannya kepada beberapa orang pengikutnya, lalu berkata, “Pergi dan bawalah pemuda ini ke gunung ini dan itu, dan bawalah dia naik ke atas gunung. Jika kalian telah sampai di puncaknya dan dia kembali kepada agamanya, maka tidaklah bermasalah. Tetapi jika tidak, maka lemparkanlah dia.”



Kemudian mereka segera membawa pemuda itu naik ke gunung. Maka pemuda itu berdoa, “Ya Allah, lindungilah diriku dari (kejahatan) mereka sesuai dengan kehendak-Mu.”

Maka gunung itu goncang, mereka pun berjatuhan dari gunung. Kemudian pemuda itu dengan berjalan kaki datang menemui sang raja. Kemudian raja bertanya kepadanya, “Apa yang dilakukan oleh orang-orang yang membawamu?”

Dia menjawab, “Allah yang Maha Tinggi telah menghindarkan diriku dari kejahatan mereka.”

Maka pemuda itu diserahkan kepada pasukan lain seraya berkata, “Pergilah kalian dan bawalah pemuda ini dengan sebuah perahu ke tengah-tengah laut. Jika dia mau kembali ke dalam agamanya semula, maka dia akan selamat. Jika tidak, maka lemparkanlah dia ke tengah lautan.”



Lalu mereka berangkat dengan membawa pemuda tersebut. Selanjutnya, pemuda itu berdoa, “Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka sesuai dengan kehendakMu.”

Maka kapal itu pun terbalik dan mereka tenggelam. Setelah itu, pemuda tersebut dengan berjalan kaki datang menemui sang raja.

Dan raja berkata kepadanya, “Apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang bersamamu tadi?”

Dia menjawab, “Allah yang Maha Tinggi telah menyelamatkanku dari kejahatan mereka.”

Lebih lanjut, pemuda itu berkata kepada raja, “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat membunuhku hingga kamu mengerjakan apa yang aku perintahkan kepadamu.” ( )

“Apa yang harus aku kerjakan?” tanya raja itu.

Pemuda itu menjawab, “Kamu harus mengumpulkan orang-orang di satu tanah lapang, lalu kamu menyalibku di sebuah batang pohon. Ambillah anak panah dari tempat anak panahku, letakkan pada busurnya, kemudian ucapkanlah, “Dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini”. Lalu lepaskanlah anak panah itu ke arahku. “Sesungguhnya jika kamu telah melakukan hal itu, maka kamu akan dapat membunuhku”.



Raja itu pun menjalankan apa yang disampaikan pemuda itu. Ia kumpulkan orang-orang di satu tanah lapang. Dia menyalib pemuda di atas sebatang pohon, lalu mengambil satu anak panah dari tempat anak panah pemuda itu. Selanjutnya, dia meletakkan anak panah itu pada busurnya, kemudian mengucapkan Bismillahi rabbil ghulaam (dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini). Dia pun melepaskan anak panah itu dan mengenai bagian pelipis. Pemuda itu meletakkan tangannya di pelipisnya dan ia pun meninggal dunia.



Mengomentari ini Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor dalam Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah, menyatakan jika ini terjadi pada saat sekarang, niscaya ada sebagian orang yang dangkal pemahamannya terhadap syariat yang menggugat perbuatan pemuda ini. Apakah dia boleh membeberkan cara membunuh dirinya kepada raja? Bukankah itu berarti bunuh diri? Mungkin sebagian orang yang minim ilmunya akan beranggapan demikian.



Guru Besar Universitas Islam Yordania ini mengingatkan bunuh diri adalah perbuatan seseorang yang putus asa dan berlari dari kehidupan. Lain dengan pemuda ini dan yang sepertinya, mereka mengorbankan diri mereka demi menyebarkan iman dan Islam, melawan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat, orang-orang kafir, dan orang-orang zalim.

"Pemuda ini tidak bodoh mencari mati. Dia rela mati dengan cara seperti ini, karena dia mencari iman manusia. Orang-orang selalu mengikuti perkembangan sepak terjangnya," jelasnya.

Pemuda ini, menurutnya, ingin membongkar tembok pembatas yang membuat rakyat takut menghadapi raja yang merusak. Ketakutan terhadap kematian menghalangi manusia mengikuti kebenaran dan menyuarakannya.



"Pemuda ini datang untuk memberi contoh bagi rakyat. Dia mengorbankan dirinya, padahal dia selalu terjaga dari raja dan para pengikutnya. Mereka tidak bisa sedikit pun mencelakainya, lalu dia membocorkan suatu cara yang dengannya raja bisa membunuhnya," ujarnya.

Hanya sesaat setelah pemuda itu mati, raja pun bernafas lega. Menurut perkiraannya, dia telah memadamkan fitnah dan mencabut akarnya. Tiba-tiba para prajuritnya tergopoh-gopoh melapor, "Apa yang engkau takutkan telah terjadi. Rakyat telah beriman."



Akhirnya, apa yang dicari dan diinginkan oleh pemuda itu telah terwujud. Pemuda ini telah merobohkan sekat penghalang yaitu rasa takut pada diri rakyat. Sekarang mereka tidak lagi peduli kepada raja dan bala tentaranya. Pengorbanan di jalan Allah menjadi impian orang-orang yang bertauhid.

“Tahukah engkau, apa yang engkau khawatirkan? Demi Allah, kekhawatiran itu sekarang telah menjadi kenyataan. Orang-orang telah beriman,” ujar prajuritnya.

ahi Munkar

Kemarahan raja memuncak melebihi batas-batasnya. Raja pun memerintahkan untuk membuat parit besar di setiap persimpangan jalan dan di parit itu supaya dinyalakan api. Raja berkata, “Barangsiapa tidak kembali kepada agamanya semula, maka lemparkanlah dia ke dalam parit itu.”

Atau akan dikatakan kepadanya, “Ceburkanlah dirimu”. Maka orang-orang pun melakukan hal tersebut, hingga datanglah seorang wanita bersama bayinya.

Wanita ini ragu untuk masuk ke dalam api dan dia hampir mundur, tiba-tiba Allah membuat bayi dalam gendongannya berbicara. “Wahai ibuku, bersabarlah, sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran."

Itu menjadi tanda besar yang dengannya Allah meneguhkan hati orang-orang mukmin. Allah telah menyampaikan berita Ashabul Ukhdud dalam surat Al-Buruj.



Apa yang dilakukan oleh orang-orang zalim lagi lalim terhadap orang mukmin. Allah menjelaskan bahwa sebab dibakarnya orang-orang mukmin adalah karena iman mereka.

وَمَا نَقَمُوا۟ مِنْهُمْ إِلَّآ أَن يُؤْمِنُوا۟ بِٱللَّهِ ٱلْعَزِيزِ ٱلْحَمِيدِ

ٱلَّذِى لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ

"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu." (QS Al-Buruj:8-9)

Begitulah orang-orang zalim dan raja yang lalim membakar rakyat jika mereka membelot dari jalan yang telah mereka rumuskan. Perkara paling penting dan utama adalah tegaknya kerajaan mereka agar mereka tetap berkuasa. Jika tidak, maka mereka akan membakar yang basah maupun yang kering dan menghancurkan segala sesuatu.



Kisah ini diceritakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabuz Zuhdi war Raqaiq, bab kisah Ashabul Ukhdud (4/2299), no. 3005 juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya dalam Kitab Tafsir, tafsir surat Al-Buruj (4/437).



Menurut Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor hadis tersebut memberikan sejumlah pelajaran dan faedah bagi umat Islam.

Pertama, di antara rentang waktu tertentu Allah menyiapkan orang-orang yang menegakkan menara agamanya dan menyebarkannya di muka bumi. Sebagaimana Dia menyiapkan pemuda ini untuk menjadi sebab berimannya kaumnya. Hal seperti ini terjadi pula pada umat ini dalam bentuk yang lebih agung dan lebih besar. Allah telah menyiapkan orang-orang yang menyebarkan, menjaga, dan membela agamanya.

Kedua, iman tidak memerlukan waktu yang lama untuk bersemayam di dalam jiwa dan hidup di dalam hati. Kaum pemuda itu yang rela dengan siksa Neraka dunia, maka iman mereka hanya berlangsung beberapa saat saja. Sama dengan mereka adalah para tukang sihir Fir'aun. Ancaman siksa Fir'aun tidak menyurutkan mereka dari iman.



Ketiga, lewat hadis ini juga menunjukkan bahwa kadangkala Allah menampakkan karomah melalui sebagian wali-Nya untuk mendukungnya meneguhkan iman dan keyakinannya. Pemuda ini bukanlah sembarang pemuda. Allah telah menjawab doanya sehingga binatang itu mati karenanya. Allah menyembuhkan orang buta dan berpenyakit sopak melalui tangan sang pemuda, juga mengobati orang-orang sakit. Allah menjawab doanya sehingga dia terbebas dari usaha pembunuhan dan justru bala tentara raja yang diperintahkan untuk membunuhnya, merekalah yang mati.

Keempat, penjagaan Allah terhadap para wali-Nya dan penghinaan-Nya terhadap musuh-musuh-Nya. Allah telah menjaga pemuda ini dari usaha pembunuhan, menjawab doanya, dan membinasakan orang-orang yang hendak mencelakainya.

Kelima, kewajiban sabar atas cobaan yang menimpa pada jalan Allah sebagaimana sikap pendeta, penasihat raja, dan pemuda ini yang bersabar sebagaimana orang-orang mukmin dibakar api dengan kesabaran.



Keenam, dibolehkan berdusta dalam perang dan yang sejenisnya. Pendeta ini menunjukkan kepada pemuda itu cara menjawab penyihir jika dia menanyakan keterlambatannya dan cara menjawab keluarganya jika dia menanyakan keterlambatannya.

Ketujuh, penegak akidah terkadang melemah dalam memikul siksaan. Karena kerasnya penyiksaan, dia mungkin membocorkan rahasia yang semestinya tidak boleh dibocorkannya.

Kelapan, hadis ini membantah orang-orang yang mengklaim bahwa berbuat baik tidak akan bermanfaat dalam dakwah kepada Allah dan bahwa kewajiban kaum muslimin adalah menegakkan hukum Islam. Adapun menyibukkan diri dengan memberi makan orang yang lapar, memberi pakaian kepada orang telanjang, membangun masjid-masjid dan rumah-rumah sakit, maka semua itu sia-sia belaka. Hadis ini membantah mereka. Allah telah membuat pemuda ini mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, seperti kebutaan dan penyakit sopak. Hal itu menjadikan orang-orang berkait dengannya dan menerima dakwahnya. (Baca juga: Saudagar Yunus bin Ubaid, Selain Jujur Juga Wara )

(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
قُلۡ اُوۡحِىَ اِلَىَّ اَنَّهُ اسۡتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الۡجِنِّ فَقَالُوۡۤا اِنَّا سَمِعۡنَا قُرۡاٰنًاعَجَبًا (١) يَّهۡدِىۡۤ اِلَى الرُّشۡدِ فَاٰمَنَّا بِهٖ‌ ؕ وَلَنۡ نُّشۡرِكَ بِرَبِّنَاۤ اَحَدًا (٢) وَّاَنَّهٗ تَعٰلٰى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَّلَا وَلَدًا (٣)
Katakanlah (Muhammad), Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (bacaan), lalu mereka berkata, Kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (Al-Qur'an), (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami, dan sesungguhnya Mahatinggi keagungan Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak beranak.

(QS. Al-Jinn Ayat 1-3)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More