Nikah Dulu atau Mapan Dulu? Begini Penjelasannya Menurut Syariat
Kamis, 19 Mei 2022 - 16:45 WIB
Nikah dulu atau mapan dulu baru menikah? Bagaimana sebenarnya ketentuan menikah itu menurut Islam? Harus diakui masih banyak pemahaman di kalangan masyarakat bahwa anggapan untuk menikah seseorang harus mapan terlebih dahulu, punya ini dan itu sehingga menjadikan beberapa pihak tertunda bahkan tidak bisa melakukan perintah Allah yang Mulia.
Padahal, dalam Islam menikah adalah salah satu sumber rezeki bagi manusia, dengan menikah masnusia akan semakin dekat dengan rezeki yang berkah. Sebagaimana Allah firmankan dalam ayat :
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (nikah) dari hamba-hamba sahayamu laki-lelaki dan hamba-hamba sahayamu perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An Nur: 32)
Sedangkan dalam hadis disebutkan, dari Abi Hurairah radhiyallahu'anhu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Namun dari empat itu paling utama yang harus jadi perhatian adalah masalah agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat." (HR. Bukhari Muslim).
Jadi bagaimana sebenarnya ketentuan untuk mencari pasangan hidup ini dalam pandangan syariat Islam? Ustadz Firman Arifandi, dalam bukunya "Serial Hadist Nikah 3 : Melamar dan Melihat Calon Pasangan" mengatakan, menurut Imam al-Nawawi bahwa maksud hadis ini adalah Nabi mengabarkan tentang apa yang menjadi kebiasaan orang-orang yaitu dalam urusan pernikahan, di mana mereka memandang dari empat perkara ini. Dan menjadikan perkara agama sebagai kriteria terakhir. "Oleh karena itu pilihlah wanita karena agama yang baik niscaya akan beruntung," katanya.
Ustadz Firman menjelaskan, kandungan hadis tersebut sama sekali tidak bermakna bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk menikahi wanita yang kaya, terpandang dan cantik sehingga menjadikan agama sebagai poin terakhir dalam memilih. Hal ini sejalan dengan hadis yang melarang menikahi seorang perempuan selain karena faktor agamanya.
Bahkan, Nabi Muhammad telah memperingatkan, akan mengalami kerugian jika menikahi wanita karena kecantikan dan kekayaanya. Peringatan ini seperti yang disampaikan dari Abdullah bin Amru, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya itu merusak mereka dan janganlah pula menikahi wanita karena harta-harta mereka, karena bisa jadi hartanya menjadikan mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya, seorang wanita budak berkulit hitam yang telinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama dari mereka.” (HR Ibnu Majah).
Menurut Ustadz Firman, sangat manusiawi memang, jika seseorang memilih pasangan melalui fisiknya terlebih dahulu. Karena pada dasarnya manusia menyukai keindahan. Bahkan menurut Imam Al Ghazali, menganjurkan untuk melihat kebaikan fisiknya terlebih dahulu dan sisi ketampanan atau kecantikannya. "Meski demikian, tidak boleh kemudian sisi agama diterlantarkan karena mementingkan rupa dan fisik saja," katanya.
Maka dalam hal meminang, Islam memberikan pilihan kebolehan untuk melihat lebih dahulu perempuan yang akan dipinang sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu'anhu:
“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika dia mampu untuk melihat sesuatu yang memotivasinya untuk menikahinya hendaknya dia melakukannya."Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya.” (HR Abu Daud).
Hadis di atas tidak sekadar menjadi landasan kebolehan melamar, tapi juga kebolehan melihat bagian tubuh wanita yang dilamar yang dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan mana saja bagian tubuh wanita yang boleh dilihat saat dilamar tersebut.
Bahkan, menurut Ustadz Firman, dalam syariat Islam, peminangan atau khitbah merupakan sesuatu yang hukumnya mubah dan tidak sampai menjadi wajib. Sebagaimana dalam Alquran Al Baqarah ayat 235 :
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu,] dengan sindiran, atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu nengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Mahapengampun lagi Mahapenyantun.”
Padahal, dalam Islam menikah adalah salah satu sumber rezeki bagi manusia, dengan menikah masnusia akan semakin dekat dengan rezeki yang berkah. Sebagaimana Allah firmankan dalam ayat :
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (nikah) dari hamba-hamba sahayamu laki-lelaki dan hamba-hamba sahayamu perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An Nur: 32)
Sedangkan dalam hadis disebutkan, dari Abi Hurairah radhiyallahu'anhu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Namun dari empat itu paling utama yang harus jadi perhatian adalah masalah agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat." (HR. Bukhari Muslim).
Jadi bagaimana sebenarnya ketentuan untuk mencari pasangan hidup ini dalam pandangan syariat Islam? Ustadz Firman Arifandi, dalam bukunya "Serial Hadist Nikah 3 : Melamar dan Melihat Calon Pasangan" mengatakan, menurut Imam al-Nawawi bahwa maksud hadis ini adalah Nabi mengabarkan tentang apa yang menjadi kebiasaan orang-orang yaitu dalam urusan pernikahan, di mana mereka memandang dari empat perkara ini. Dan menjadikan perkara agama sebagai kriteria terakhir. "Oleh karena itu pilihlah wanita karena agama yang baik niscaya akan beruntung," katanya.
Ustadz Firman menjelaskan, kandungan hadis tersebut sama sekali tidak bermakna bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk menikahi wanita yang kaya, terpandang dan cantik sehingga menjadikan agama sebagai poin terakhir dalam memilih. Hal ini sejalan dengan hadis yang melarang menikahi seorang perempuan selain karena faktor agamanya.
Bahkan, Nabi Muhammad telah memperingatkan, akan mengalami kerugian jika menikahi wanita karena kecantikan dan kekayaanya. Peringatan ini seperti yang disampaikan dari Abdullah bin Amru, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : لَا تَنْكِحُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ ؛ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ ، وَلَا تَنْكِحُوهُنَّ عَلَى أَمْوَالِهِنَّ ؛ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ يُطْغِيَهُنَّ ، وَانْكِحُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ ، وَلَأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْمَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
"Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya itu merusak mereka dan janganlah pula menikahi wanita karena harta-harta mereka, karena bisa jadi hartanya menjadikan mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya, seorang wanita budak berkulit hitam yang telinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama dari mereka.” (HR Ibnu Majah).
Menurut Ustadz Firman, sangat manusiawi memang, jika seseorang memilih pasangan melalui fisiknya terlebih dahulu. Karena pada dasarnya manusia menyukai keindahan. Bahkan menurut Imam Al Ghazali, menganjurkan untuk melihat kebaikan fisiknya terlebih dahulu dan sisi ketampanan atau kecantikannya. "Meski demikian, tidak boleh kemudian sisi agama diterlantarkan karena mementingkan rupa dan fisik saja," katanya.
Maka dalam hal meminang, Islam memberikan pilihan kebolehan untuk melihat lebih dahulu perempuan yang akan dipinang sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu'anhu:
إذا خطبَ أحدُكمُ المرأةَ فإنِ استطاعَ أن ينظرَ إلى ما يدعوهُ إلى نِكاحِها فليفعل. قالَ: فخطبتُ جاريةً فَكنتُ أتخبَّأُ لَها حتَّى رأيتُ منْها ما دعاني إلى نِكاحِها وتزوُّجِها فتزوَّجتُها
“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika dia mampu untuk melihat sesuatu yang memotivasinya untuk menikahinya hendaknya dia melakukannya."Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya.” (HR Abu Daud).
Hadis di atas tidak sekadar menjadi landasan kebolehan melamar, tapi juga kebolehan melihat bagian tubuh wanita yang dilamar yang dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan mana saja bagian tubuh wanita yang boleh dilihat saat dilamar tersebut.
Bahkan, menurut Ustadz Firman, dalam syariat Islam, peminangan atau khitbah merupakan sesuatu yang hukumnya mubah dan tidak sampai menjadi wajib. Sebagaimana dalam Alquran Al Baqarah ayat 235 :
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu,] dengan sindiran, atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu nengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Mahapengampun lagi Mahapenyantun.”