Perang Shiffin: Ini Mengapa Abdullah bin Amr di Pihak Mu'awiyah, Bukan Ali bin Abu Thalib

Selasa, 19 Juli 2022 - 14:23 WIB
Semua sahabat yang ikut bekerja pada hari itu mendengar pengabaran Rasulullah tersebut dan teringat. Abdullah bin Amr juga mendengarnya. Saat awal peperangan antara pihak Ali dan Mu'awiyah itu, Ammar naik ke tempat yang tinggi dan berteriak dengan sekuat suaranya membangkitkan

semangat, “Hari ini kita akan menjumpai para kekasih: Muhammad beserta sahabat-sahabatnya."

Sekelompok orang dari pasukan Mu'awiyah saling memberi saran untuk membunuhnya. Mereka sepakat mengarahkan anak panah kepadanya dan melepaskannya secara serempak tepat mengenai sasaran. Serangan itu langsung mengantarkan Ammar ke alam syuhada dan para pahlawan.

Berita wafatnya Ammar ini menyebar bagai angin kencang. Saat mendengar kabar itu Abdullah sontak bangkit. Hatinya meledak dan berontak, ia berkata, “Benarkah Ammar terbunuh? Dan kalian pembunuhnya? Kalau begitu, kalianlah pihak yang aniaya. Kalian berperang di jalan yang sesat dan salah.”

Abdullah berkeliling di barisan Mu'awiyah sebagai pemberi peringatan, melemahkan semangat mereka dan menyatakan bahwa mereka adalah pihak yang melampaui batas karena merekalah yang telah membunuh Ammar. Dua puluh tujuh tahun yang lalu, di hadapan sejumlah sahabat, Rasulullah SAW telah mengabarkan bahwa ia akan dibunuh oleh kelompok yang melampaui batas.

Ucapan Abdullah itu disampaikan orang kepada Mu'awiyah, yang segera memanggil Amr dan putranya itu. Mu'awiyah berkata kepada Amr, “Mengapa engkau tidak mencegah anakmu yang gila itu?”

Abdullah sendiri yang menjawab, “Aku tidak gila. Hanya saja aku mendengar Rasulullah mengatakan kepada Ammar, “Engkau akan dibunuh oleh kelompok yang melampaui batas'.”

“Kalau begitu, mengapa engkau ikut bersama kami?”

"Karena Rasulullah memerintahkan kepadaku agar taat kepada ayahku. Aku telah menaati perintahnya supaya ikut pergi, tetapi aku tidak ikut berperang membelamu.”



Ketika mereka sedang adu mulut itu, tiba-tiba seseorang masuk dan memintakan izin bagi orang yang telah membunuh Ammar untuk menghadap. Abdullah bin Amr langsung menyahut, “Suruhlah ia masuk dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa ia di neraka.”

Bagaimana pun ketenangan dan kesabaran Mu'awiyah, ia tetap tidak bisa mengendalikan kemarahannya lagi, lalu berteriak kepada Amr, “Cegahlah, apakah engkau tidak mendengar kata-katanya itu?”

Tetapi, dengan ketenangan seorang yang bertakwa, Abdullah kembali menegaskan kepada Mu'awiyah bahwa apa yang dikatakannya itu adalah benar dan pihak yang membunuh Ammar tidak lain merupakan orang-orang yang durhaka.

Kemudian sambil mengalihkan mukanya kepada ayahnya, Abdullah berkata, “Kalau bukan karena Rasulullah menyuruhku agar menaatimu, aku tidak akan pergi bersama kalian dalam perjalanan ini.”

Mu'awiyah dan Amr keluar untuk memeriksa pasukan. Alangkah terkejutnya mereka berdua ketika mengetahui bahwa semua orang sedang membicarakan pengabaran Rasulullah SAW terhadap Ammar, “Engkau akan dibunuh oleh kelompok yang melampaui batas.”

Amr dan Mu'awiyah berasa bahwa kasak-kusuk itu dapat meningkat menjadi tantangan dan pembangkangan terhadap Mu'awiyah. Karenanya, mereka berdua memikirkan suatu taktik. Akhirnya mereka berdua menemukannya dan menyampaikan kepada barisan pasukan, “Memang benar, suatu hari Rasulullah pernah mengatakan kepada Ammar, 'Engkau akan dibunuh oleh kelompok yang melampaui batas.'

"Pengabaran Rasulullah itu benar. Dan sekarang Ammar telah dibunuh. Namun, siapakah yang membunuhnya? Pembunuhnya tidak lain ialah orang-orang yang telah mengajaknya pergi ikut berperang.”



Dalam suasana kacau balau seperti itu, berbagai logika bisa saja dimunculkan. Faktanya logika Mu'awiyah dan Amr bisa diterima dan mendapat dukungan. Kedua pasukan pun mulai bertempur lagi, sementara Abdullah bin Amr kembali ke masjid dan ibadahnya.

Abdullah bin Amr menjalani kehidupannya dan tidak mengisinya selain dengan mengabdikan diri dan beribadah. Tetapi, keikutsertaannya dalam Perang Shiffin, meski hanya ikut pergi saja, senantiasa menjadi sumber kegelisahannya. Ingatan itu tidak bisa hilang dari pikirannya. Ia sering menangis dan berkata, “Apa perlunya bagiku Perang Shiffin. Apa gunanya bagiku memerangi kaum muslimin?”
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Handlalah bin Ali bahwa Mihjan bin Al Adra' telah menceritakan kepadanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam masjid, lalu beliau mendapati seorang laki-laki membaca tasyahud seusai shalat yang mengucapkan: Allahumma inni as'aluka Ya Allah Al Ahad As Shamad alladzii lam yalid wa lam yuulad walam yakul lahuu kufuwan ahad antaghfira lii dzunuubi innaka antal ghafuurur rakhiim (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, Dzat yang Maha Esa, Dzat yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia, semoga Engkau mengampuni dosa-dosaku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  Maka beliau bersabda: Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 835)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More