Kesabaran dan Keberanian Si Pemilik Dua Ikat Pinggang
Senin, 29 Juni 2020 - 06:57 WIB
Kesabaran dan keberanian sosok perempuan mulia ini adalah yang menjadi contoh teladan kaum muslimah saat ini. Salah satu shahabiyat RasulullahSAW ini bernama Asma' binti Abu Bakar, atau dikenal dengan nama Ummu Abdullah al-Qurasyiyah at-Tamiyah putri dari seorang laki-laki yang pertama masuk Islam setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, penghulu kaum muslimin yakni Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu'anhu, sedangkan ibunya bernama Qatilah binti Abdul Uzza al-Amiriyah.
Asma' juga ibu dari sahabat seorang pejuang yang bernama Abdullah bin Zubeir. Ia adalah saudari dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyalahu'anha yang usianya lebih tua belasan tahun daripada ‘Aisyah. Asma' juga merupakan wanita muhajirah yang paling akhir wafat.
Asma masuk Islam setelah ada tujuh orang yang masuk Islam. Ia membai’at diri kepada Nabi SAW dan beriman kepadanya dengan iman yang kuat. Di antara tanda baiknya Islam Asma adalah tatkala ibunya yang bernama Qatilah (telah diceraikan oleh Abu Bakar tatkala zaman Jahiliyah) mendatanginya dan mengunjunginya, ia enggan menemuinya dan menolak hadiah darinya. (Baca juga : Wanita Penggugat yang Doanya Menembus Hingga Tujuh Langit )
Di dalam Shahihain dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu'anha berkata, “Ibuku mendatangiku sedangkan dia masih musyrik pada zaman RasulullahSAW maka saya meminta fatwa kepada RasulullahSAW . Aku berkata, “Sesungguhnya ibuku mendatangi diriku dengan penuh harap, apakah aku boleh berhubungan dengannya?” Maka RasulullahSAW bersabda, “Ya berhubunganlah dengan ibumu.”
Asma juga dipanggil dengan sebutan Dzatun Nithaqain(pemilik dua ikat pinggang), karena ia pernah membelah ikat pinggangnya menjadi dua untuk mempermudah baginya dalam membawa dan menyembunyikan makanan dan minuman yang akan beliau kirim ke gua Tsur untuk Rasulullah tatkala beliau hijrah. Manakala RasulullahSAW melihat apa yang telah dilakukan oleh Asma’ terhadap ikat pinggangnya tersebut maka Rasulullah memberi julukan kepadanya Dzatun Nithaqain(pemilik dua ikat pinggang).
Ketika RasulullahSAW berhijrah dari Makkah menuju Madinah dengan ditemani oleh Abu Bakar yang membawa seluruh hartanya yang berjumlah 5.000 atau 6.000 dinar, maka datanglah kakeknya yang bernama Abu Quhafah yang telah hilang penglihatannya seraya berkata, “Sesungguhnya Abu Bakar itu hendak mencelakakan kalian dengan membawa seluruh harta dan jiwanya.
“ Maka tiadalah yang diperbuat oleh seorang gadis yang suci dan pemberani tersebut melainkan berkata, “Jangan begitu… beliau telah meninggalkan bagi kita harta yang baik dan yang banyak.“ Kemudian Asma' mengambil batu-batu dan meletakkannya di lubang dinding kemudian ditutupi dengan kain. Ia pegang tangan kakeknya lalu beliau sentuhkan tangan kakeknya pada kain tersebut sambil berkata, “Inilah yang beliau tinggalkan buat kita.”
Abu Quhafah berkata, “Jika dia telah meninggalkan bagi kalian barang-barang ini ya sudah.” Dengan hal itu beliau telah meredam kemarahan kakeknya, menenangkan pikirannya dan menentramkan hatinya.
Ketika masih kecil sang perempuan berjuluk Dzatun Nithaqain ini telah menghadapi gangguan dari musuh Allah Abu Jahal yang datang kepadanya, untuk memaksanya agar memberitahukan rahasia tempat ayahnya. Akan tetapi, Asma tetap menjaga tanggung jawab sekalipun masih berusia muda, beliau menyadari bahwa satu kata yang keluar dari mulutnya bisa menyebabkan bahaya besar menimpa RasulullahSAW dan ayahnya, maka ia hanya diam dan tidak ada kalimat yang keluar dari mulutnya selain, “Aku tidak tahu.” Maka si musuh Allah itu akhirnya menamparnya dengan tamparan yang keras hingga jatuh anting-antingnya, kemudian meninggalkan beliau dan pergi dengan menyimpan kejengkelan menghadapi gadis yang dianggap keras kepala tersebut.
Begitulah kelakuan orang yang kejam pada setiap masa, manakala tidak bisa memukul dan membunuh laki-laki, mereka memukul wanita dan anak-anak.
Tidak lama kemudian Asma’ menyusul ke negeri hijrah dan di sanalah beliau melahirkan Abdullah, anak pertama yang dilahirkan dalam lslam. Sungguh Dzatun Nithaqain telah memberikan contoh hidup dan teladan yang baik dalam hal sabar menghadapi kesulitan hidup dan serba kekurangan, senantiasa berusaha taat kepada suami dan menjaga keridhaan suaminya. Telah disebutkan di dalam hadis yang shahih beliau berkata,
“Zubeir menikahiku sedangkan dia tidak memiliki apa-apa kecuali kudanya. Akulah yang mengurusnya dan memberinya makan, dan aku pula yang mengairi pohon kurma, mencari air dan mengadon roti. Aku juga mengusung kurma yang dipotong oleh Rasulullah SAW dari tanahnya Zubeir yang aku sunggi di atas kepalaku sejauh dua pertiga farsakh (kira-kira 2 km). Pada suatu hari tatkala saya sedang mengusung kurma di atas kepala, saya bertemu dengan RasulullahSAW bersama seseorang. Beliau bersabda “ikh…ikh…” (ucapan untuk menghentikan kendaraan-red) dengan maksud agar aku naik kendaraan di belakangnya namun saya merasa malu dan saya ingat Zubeir dan rasa cemburunya, maka beliau berlalu. Tatkala saya sampai di rumah, aku kabarkan hal itu kepada Zubeir lalu dia berkata, “Demi Allah, engkau mengusung kurma tersebut lebih berat bagiku dari pada engkau mengendarai kendaraan bersama beliau.” Kemudian Asma’ berkata, “Sampai akhirnya Abu Bakar mengirim pembantu setelah itu, sehingga saya merasa cukup untuk mengurusi kuda, seakan-akan dia telah membebaskanku.”
Setelah semua kesabaran itu hasilnya adalah Asmau dan suaminya mendapatkan banyak nikmat, akan tetapi ia tidak sombong dengan kekayaannya. Bahkan ia adalah seorang yang dermawan dan pemurah dan tidak suka menyimpan sesuatu untuk besok. Apabila Sakit, Asma menunggu hingga sembuh kemudian ia merdekakan semua budak yang dia miliki serta berkata kepada anak-anaknya, “Berinfaklah dan bersedekahlah dan janganlah kalian menunggu banyaknya harta.”
Asma’ radhiyallahu'anhu juga dikenal sebagai seorang wanita yang pemberani tidak takut celaan dari orang yang suka mencela di jalan di Allah. Beliau juga menyertai perang Yarmuk dan beliau berperang sebagaimana layaknya para pejuang. (Baca juga : Ini Pentingnya Menjaga Izzah dan Iffah )
Tatkala banyaknya pencuri di Madinah pada masa Sa’id bin Ash, Asma' mengambil pisau dan ia letakkan di bawah kepalanya. Tatkala ia ditanya, “Apa yang akan Anda perbuat dengan pisau itu?” Beliau menjawab, “Apabila ada pencuri masuk ke rumahku maka akan aku robek perutnya.”
Adapun tentang kebulatan tekad dan kebesaran jiwa yang dimiliki oleh Asma’ kita dapat mengenalinya dari nasihat Asma' kepada putranya yakni Abdullah pada saat Abdullah menemui beliau untuk meminta pertimbangan tatkala Hajjaj mengepung Makkah. Ketika itu Asma’ telah berusia senja mendekati 100 tahun.
Abdullah berkata, “Wahai ibu sungguh orang-orang telah menghinaku bahkan keluargaku dan anakku, sehingga tiada lagi yang bersamaku melainkan sedikit yang mereka tidak kuasa melawan, sedangkan ada kaum yang menawariku dengan dunia, maka bagaimana pendapat ibu?”
Dalam menghadapi ujian yang sulit bagi seorang ibu tersebut hilanglah rasa lemah dan menguatlah rasa wibawa dan kemuliaan, kemudian Asma' berkata kepada putranya, “Adapun engkau wahai anakku, lebih mengetahui terhadap dirimu. Jika kamu mengetahui bahwa engkau di atas kebenaran dan mengajak kepada kebenaran, maka kerjakanlah. Sungguh telah terbunuh sahabat-sahabatmu karenanya, sedangkan tidak mungkin engkau dipermainkan oleh anak-anak Bani Umayah . Jika engkau hanya menginginkan dunia, maka seburuk-buruk hamba adalah engkau, dan berarti kamu telah membinasakan dirimu sendiri, dan telah membinasakan orang yang berperang bersamamu.”
Abdullah berkata, “Demi Allah, ini adalah pendapat yang bagus wahai ibu, akan tetapi saya takut jika penduduk Syam membunuhku dan mencincang tubuhku lalu menyalibku.” Maka sang ibu menjawab, “Wahai anakku… sesungguhnya kambing tidak lagi merasakan sakit dipotong-potong tubuhnya setelah disembelih. Maka berangkatlah dengan bashirahmu dan mintalah pertolongan kepada Allah.”
Tatkala Asma’ menjumpai Abdullah untuk mengucapkan perpisahan dan merangkulnya, beliau memegang baju besi yang dikenakan anaknya dan berkata, “Apa ini wahai Abdullah apa yang kamu kehendaki?” Maka ditanggalkanlah baju besi tersebut dan keluarlah Abdullah untuk berperang dan beliau senantiasa teguh dan berani dalam menyerang musuh hingga beliau terbunuh. Hajjaj memerintahkan pasukannya agar mayat beliau disalib. Kemudian dia mendatangi Asma’ dan berkata, “Wahai ibu sesungguhnya Amirul Mukminin telah berwasiat kepadaku agar menanyakan kebutuhan Anda.” Beliau menjawab, “Aku bukanlah ibumu akan tetapi ibu dari orang yang disalib di atas pohon (Abdullah). Adapun aku tidak memiliki keperluan apa-apa selain aku beritahukan kepadamu bahwa aku telah mendengar RasulullahSAW bersabda:
“Akan muncul di Tsaqif seorang pendusta dan seorang perusak.”
Adapun sang pendusta kita telah mengetahuinya, sedangkan seorang perusak itu adalah kamu.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa tatkala Hajjaj menemui Asma’ radhiyallahu'anhu dia berkata dengan sombong, “Bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah aku perbuat terhadap anakmu wahai Asma’? Asma’ menjawab dengan tenang, “Engkau telah merusak dunianya, namun dia (Abdullah) telah merusak akhiratmu.”
Asma’ r.a. wafat di Makkah beberapa hari setelah terbunuhnya putra beliau Abdullah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Sa’ad. Adapun terbunuhnya Abdullah pada tanggal 17 Jumadil ‘Ula tahun 73 Hijriyah. Tak ada satu pun gigi Asma' yang telah tanggal, akalnyapun masih jernih dan belum pikun (padahal telah berumur seratus tahun). (Baca juga : Jika Bercadar Hanya Dianggap Sebagai Fashion )
Semoga Allah Ta'ala merahmati Asma' Dzatun Nithaqain, karena ia berhak untuk menjadi teladan yang diikuti dan juga contoh yang baik untuk ditiru.
Wallahu A'lam
Asma' juga ibu dari sahabat seorang pejuang yang bernama Abdullah bin Zubeir. Ia adalah saudari dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyalahu'anha yang usianya lebih tua belasan tahun daripada ‘Aisyah. Asma' juga merupakan wanita muhajirah yang paling akhir wafat.
Asma masuk Islam setelah ada tujuh orang yang masuk Islam. Ia membai’at diri kepada Nabi SAW dan beriman kepadanya dengan iman yang kuat. Di antara tanda baiknya Islam Asma adalah tatkala ibunya yang bernama Qatilah (telah diceraikan oleh Abu Bakar tatkala zaman Jahiliyah) mendatanginya dan mengunjunginya, ia enggan menemuinya dan menolak hadiah darinya. (Baca juga : Wanita Penggugat yang Doanya Menembus Hingga Tujuh Langit )
Di dalam Shahihain dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu'anha berkata, “Ibuku mendatangiku sedangkan dia masih musyrik pada zaman RasulullahSAW maka saya meminta fatwa kepada RasulullahSAW . Aku berkata, “Sesungguhnya ibuku mendatangi diriku dengan penuh harap, apakah aku boleh berhubungan dengannya?” Maka RasulullahSAW bersabda, “Ya berhubunganlah dengan ibumu.”
Asma juga dipanggil dengan sebutan Dzatun Nithaqain(pemilik dua ikat pinggang), karena ia pernah membelah ikat pinggangnya menjadi dua untuk mempermudah baginya dalam membawa dan menyembunyikan makanan dan minuman yang akan beliau kirim ke gua Tsur untuk Rasulullah tatkala beliau hijrah. Manakala RasulullahSAW melihat apa yang telah dilakukan oleh Asma’ terhadap ikat pinggangnya tersebut maka Rasulullah memberi julukan kepadanya Dzatun Nithaqain(pemilik dua ikat pinggang).
Ketika RasulullahSAW berhijrah dari Makkah menuju Madinah dengan ditemani oleh Abu Bakar yang membawa seluruh hartanya yang berjumlah 5.000 atau 6.000 dinar, maka datanglah kakeknya yang bernama Abu Quhafah yang telah hilang penglihatannya seraya berkata, “Sesungguhnya Abu Bakar itu hendak mencelakakan kalian dengan membawa seluruh harta dan jiwanya.
“ Maka tiadalah yang diperbuat oleh seorang gadis yang suci dan pemberani tersebut melainkan berkata, “Jangan begitu… beliau telah meninggalkan bagi kita harta yang baik dan yang banyak.“ Kemudian Asma' mengambil batu-batu dan meletakkannya di lubang dinding kemudian ditutupi dengan kain. Ia pegang tangan kakeknya lalu beliau sentuhkan tangan kakeknya pada kain tersebut sambil berkata, “Inilah yang beliau tinggalkan buat kita.”
Abu Quhafah berkata, “Jika dia telah meninggalkan bagi kalian barang-barang ini ya sudah.” Dengan hal itu beliau telah meredam kemarahan kakeknya, menenangkan pikirannya dan menentramkan hatinya.
Ketika masih kecil sang perempuan berjuluk Dzatun Nithaqain ini telah menghadapi gangguan dari musuh Allah Abu Jahal yang datang kepadanya, untuk memaksanya agar memberitahukan rahasia tempat ayahnya. Akan tetapi, Asma tetap menjaga tanggung jawab sekalipun masih berusia muda, beliau menyadari bahwa satu kata yang keluar dari mulutnya bisa menyebabkan bahaya besar menimpa RasulullahSAW dan ayahnya, maka ia hanya diam dan tidak ada kalimat yang keluar dari mulutnya selain, “Aku tidak tahu.” Maka si musuh Allah itu akhirnya menamparnya dengan tamparan yang keras hingga jatuh anting-antingnya, kemudian meninggalkan beliau dan pergi dengan menyimpan kejengkelan menghadapi gadis yang dianggap keras kepala tersebut.
Begitulah kelakuan orang yang kejam pada setiap masa, manakala tidak bisa memukul dan membunuh laki-laki, mereka memukul wanita dan anak-anak.
Tidak lama kemudian Asma’ menyusul ke negeri hijrah dan di sanalah beliau melahirkan Abdullah, anak pertama yang dilahirkan dalam lslam. Sungguh Dzatun Nithaqain telah memberikan contoh hidup dan teladan yang baik dalam hal sabar menghadapi kesulitan hidup dan serba kekurangan, senantiasa berusaha taat kepada suami dan menjaga keridhaan suaminya. Telah disebutkan di dalam hadis yang shahih beliau berkata,
“Zubeir menikahiku sedangkan dia tidak memiliki apa-apa kecuali kudanya. Akulah yang mengurusnya dan memberinya makan, dan aku pula yang mengairi pohon kurma, mencari air dan mengadon roti. Aku juga mengusung kurma yang dipotong oleh Rasulullah SAW dari tanahnya Zubeir yang aku sunggi di atas kepalaku sejauh dua pertiga farsakh (kira-kira 2 km). Pada suatu hari tatkala saya sedang mengusung kurma di atas kepala, saya bertemu dengan RasulullahSAW bersama seseorang. Beliau bersabda “ikh…ikh…” (ucapan untuk menghentikan kendaraan-red) dengan maksud agar aku naik kendaraan di belakangnya namun saya merasa malu dan saya ingat Zubeir dan rasa cemburunya, maka beliau berlalu. Tatkala saya sampai di rumah, aku kabarkan hal itu kepada Zubeir lalu dia berkata, “Demi Allah, engkau mengusung kurma tersebut lebih berat bagiku dari pada engkau mengendarai kendaraan bersama beliau.” Kemudian Asma’ berkata, “Sampai akhirnya Abu Bakar mengirim pembantu setelah itu, sehingga saya merasa cukup untuk mengurusi kuda, seakan-akan dia telah membebaskanku.”
Setelah semua kesabaran itu hasilnya adalah Asmau dan suaminya mendapatkan banyak nikmat, akan tetapi ia tidak sombong dengan kekayaannya. Bahkan ia adalah seorang yang dermawan dan pemurah dan tidak suka menyimpan sesuatu untuk besok. Apabila Sakit, Asma menunggu hingga sembuh kemudian ia merdekakan semua budak yang dia miliki serta berkata kepada anak-anaknya, “Berinfaklah dan bersedekahlah dan janganlah kalian menunggu banyaknya harta.”
Asma’ radhiyallahu'anhu juga dikenal sebagai seorang wanita yang pemberani tidak takut celaan dari orang yang suka mencela di jalan di Allah. Beliau juga menyertai perang Yarmuk dan beliau berperang sebagaimana layaknya para pejuang. (Baca juga : Ini Pentingnya Menjaga Izzah dan Iffah )
Tatkala banyaknya pencuri di Madinah pada masa Sa’id bin Ash, Asma' mengambil pisau dan ia letakkan di bawah kepalanya. Tatkala ia ditanya, “Apa yang akan Anda perbuat dengan pisau itu?” Beliau menjawab, “Apabila ada pencuri masuk ke rumahku maka akan aku robek perutnya.”
Adapun tentang kebulatan tekad dan kebesaran jiwa yang dimiliki oleh Asma’ kita dapat mengenalinya dari nasihat Asma' kepada putranya yakni Abdullah pada saat Abdullah menemui beliau untuk meminta pertimbangan tatkala Hajjaj mengepung Makkah. Ketika itu Asma’ telah berusia senja mendekati 100 tahun.
Abdullah berkata, “Wahai ibu sungguh orang-orang telah menghinaku bahkan keluargaku dan anakku, sehingga tiada lagi yang bersamaku melainkan sedikit yang mereka tidak kuasa melawan, sedangkan ada kaum yang menawariku dengan dunia, maka bagaimana pendapat ibu?”
Dalam menghadapi ujian yang sulit bagi seorang ibu tersebut hilanglah rasa lemah dan menguatlah rasa wibawa dan kemuliaan, kemudian Asma' berkata kepada putranya, “Adapun engkau wahai anakku, lebih mengetahui terhadap dirimu. Jika kamu mengetahui bahwa engkau di atas kebenaran dan mengajak kepada kebenaran, maka kerjakanlah. Sungguh telah terbunuh sahabat-sahabatmu karenanya, sedangkan tidak mungkin engkau dipermainkan oleh anak-anak Bani Umayah . Jika engkau hanya menginginkan dunia, maka seburuk-buruk hamba adalah engkau, dan berarti kamu telah membinasakan dirimu sendiri, dan telah membinasakan orang yang berperang bersamamu.”
Abdullah berkata, “Demi Allah, ini adalah pendapat yang bagus wahai ibu, akan tetapi saya takut jika penduduk Syam membunuhku dan mencincang tubuhku lalu menyalibku.” Maka sang ibu menjawab, “Wahai anakku… sesungguhnya kambing tidak lagi merasakan sakit dipotong-potong tubuhnya setelah disembelih. Maka berangkatlah dengan bashirahmu dan mintalah pertolongan kepada Allah.”
Tatkala Asma’ menjumpai Abdullah untuk mengucapkan perpisahan dan merangkulnya, beliau memegang baju besi yang dikenakan anaknya dan berkata, “Apa ini wahai Abdullah apa yang kamu kehendaki?” Maka ditanggalkanlah baju besi tersebut dan keluarlah Abdullah untuk berperang dan beliau senantiasa teguh dan berani dalam menyerang musuh hingga beliau terbunuh. Hajjaj memerintahkan pasukannya agar mayat beliau disalib. Kemudian dia mendatangi Asma’ dan berkata, “Wahai ibu sesungguhnya Amirul Mukminin telah berwasiat kepadaku agar menanyakan kebutuhan Anda.” Beliau menjawab, “Aku bukanlah ibumu akan tetapi ibu dari orang yang disalib di atas pohon (Abdullah). Adapun aku tidak memiliki keperluan apa-apa selain aku beritahukan kepadamu bahwa aku telah mendengar RasulullahSAW bersabda:
“Akan muncul di Tsaqif seorang pendusta dan seorang perusak.”
Adapun sang pendusta kita telah mengetahuinya, sedangkan seorang perusak itu adalah kamu.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa tatkala Hajjaj menemui Asma’ radhiyallahu'anhu dia berkata dengan sombong, “Bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah aku perbuat terhadap anakmu wahai Asma’? Asma’ menjawab dengan tenang, “Engkau telah merusak dunianya, namun dia (Abdullah) telah merusak akhiratmu.”
Asma’ r.a. wafat di Makkah beberapa hari setelah terbunuhnya putra beliau Abdullah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Sa’ad. Adapun terbunuhnya Abdullah pada tanggal 17 Jumadil ‘Ula tahun 73 Hijriyah. Tak ada satu pun gigi Asma' yang telah tanggal, akalnyapun masih jernih dan belum pikun (padahal telah berumur seratus tahun). (Baca juga : Jika Bercadar Hanya Dianggap Sebagai Fashion )
Semoga Allah Ta'ala merahmati Asma' Dzatun Nithaqain, karena ia berhak untuk menjadi teladan yang diikuti dan juga contoh yang baik untuk ditiru.
Wallahu A'lam
(wid)