Keadilan dan Makna Adil dalam Al-Quran

Minggu, 14 Agustus 2022 - 10:05 WIB
Al-Quran juga menuntut keadilan terhadap diri sendiri, baik ketika berucap, menulis, atau bersikap batin. Foto/Ilustrasi: SINDOnews
Muhammad Quraish Shihab mengatakan keadilan yang dibicarakan dan dituntut oleh Al-Quran amat beragam, tidak hanya pada proses penetapan hukum atau terhadap pihak yang berselisih, melainkan Al-Quran juga menuntut keadilan terhadap diri sendiri, baik ketika berucap, menulis, atau bersikap batin.

Allah SWT berfirman: "Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil walaupun terhadap kerabat...!" ( QS Al-An'am [6] : 152).

"Dan hendaklah ada di antara kamu seorang penulis yang menulis dengan adil ( QS Al-Baqarah [2] : 282).



Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran " menjelaskan bahwa kehadiran para Rasul ditegaskan Al-Quran bertujuan untuk menegakkan sistem kemanusiaan yang adil. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:



Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul, dengan membawa bukti-bukti nyata, dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat melaksanakan keadilan ( QS Al-Hadid [57] : 25).

Al-Quran memandang kepemimpinan sebagai "perjanjian Ilahi" yang melahirkan tanggung jawab menentang kezaliman dan menegakkan keadilan.

Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu (hai Ibrahim) pemimpin untuk seluruh manusia." Dia (Ibrahim) berkata, (Saya bermohon agar) termasuk juga keturunan-keturunanku "Allah berfirman, "Perjanjian-Ku ini tidak akan diterima oleh orang-orang yang zalim". (QS Al-Baqarah [2]: 124).

Demikian terlihat bahwa kepemimpinan dalam pandangan ayat ini bukan sekadar kontrak sosial, tetapi juga menjadi kontrak atau perjanjian antara Allah dan sang pemimpin untuk menegakkan keadilan.

Bahkan Al-Quran menegaskan bahwa alam raya ini ditegakkan atas dasar keadilan: "Dan langit ditegakkan dan Dia menetapkan al-mizan (neraca kesetimbangan)". ( QS Al-Rahman [55] : 7)

Walhasil, Quraish Shihab mengatakan dalam Al-Quran dapat ditemukan pembicaraan tentang keadilan, dari tauhid sampai keyakinan mengenai hari kebangkitan, dari nubuwwah (kenabian) hingga kepemimpinan, dan dari individu hingga masyarakat.

Keadilan adalah syarat bagi terciptanya kesempurnaan pribadi, standar kesejahteraan masyarakat, dan sekaligus jalan terdekat menuju kebahagiaan ukhrawi.



Makna Keadilan

Quraish Shihab menjelaskan kata qisth, 'adl, dan mizan pada berbagai bentuknya digunakan oleh Al-Quran dalam konteks perintah kepada manusia untuk berlaku adil.

Katakanlah, "Tuhanku memerintahkan menjalankan al-qisth (keadilan)" ( QS Al-A'raf [7] : 29)

Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat ihsan (kebajikan) ( QS Al-Nahl [16] : 90)

Dan langit ditinggikan-Nya dan Dia meletakkan neraca (keadilan) agar kamu tidak melampaui batas tentang neraca itu (QS Al-Rahman [55]: 7-8).

Quraish Shihab menjelaskan ketika Al-Quran menunjuk Zat Allah yang memiliki sifat adil, kata yang digunakanNya hanya Al-qisth ( QS Ali 'Imran [31 : 18).

Kata 'adl yang dalam berbagai bentuk terulang dua puluh delapan kali dalam Al-Quran, tidak satu pun yang dinisbatkan kepada Allah menjadi sifat-Nya. Di sisi lain, beragam aspek dan objek keadilan telah dibicarakan oleh Al-Quran; pelakunya pun demikian. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna keadilan.



Paling tidak ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh para pakar agama.

Pertama, adil dalam arti "sama". Menurut Quraish Shihab, anda dapat berkata bahwa si A adil, karena yang Anda maksud adalah bahwa dia memperlakukan sama atau tidak membedakan seseorang dengan yang lain. Tetapi harus digarisbawahi bahwa persamaan yang dimaksud adalah persamaan dalam hak. Dalam surat Al-Nisa' (4) : 58 dinyatakan bahwa, "Apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah engkau memutuskannya dengan adil..."
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Manusia yang paling dibenci Allah adalah yang keras kepala dan suka membantah.

(HR. Bukhari No. 6651)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More