Ragam Makna Keadilan, Salah Satunya Adil dalam Arti Sama
loading...
A
A
A
Muhammad Quraish Shihab mengatakan kata qisth, 'adl, dan mizan pada berbagai bentuknya digunakan oleh Al-Quran dalam konteks perintah kepada manusia untuk berlaku adil .
Allah SWT berfirman:
Katakanlah, "Tuhanku memerintahkan menjalankan al-qisth (keadilan)" ( QS Al-A'raf [7] : 29)
Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat ihsan (kebajikan) ( QS Al-Nahl [16] : 90)
Dan langit ditinggikan-Nya dan Dia meletakkan neraca (keadilan) agar kamu tidak melampaui batas tentang neraca itu ( QS Al-Rahman [55] : 7-8).
Dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007) Quraish Shihab menjelaskan ketika Al-Quran menunjuk Zat Allah yang memiliki sifat adil, kata yang digunakanNya hanya Al-qisth ( QS Ali 'Imran [31 : 18).
Kata 'adl yang dalam berbagai bentuk terulang 28 kali dalam Al-Quran, tidak satu pun yang dinisbatkan kepada Allah menjadi sifat-Nya. Di sisi lain, seperti dikemukakan di atas, beragam aspek dan objek keadilan telah dibicarakan oleh Al-Quran; pelakunya pun demikian. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna keadilan.
Menurut Quraish, paling tidak ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh para pakar agama.
Pertama, adil dalam arti "sama"
Anda dapat berkata bahwa si A adil, karena yang Anda maksud adalah bahwa dia memperlakukan sama atau tidak membedakan seseorang dengan yang lain. Tetapi harus digarisbawahi bahwa persamaan yang dimaksud adalah persamaan dalam hak. Dalam surat Al-Nisa' (4) : 58 dinyatakan bahwa,
Apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah engkau memutuskannya dengan adil...
Kata "adil" dalam ayat ini -bila diartikan "sama"- hanya mencakup sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan.
Ayat ini menuntun sang hakim untuk menempatkan pihak-pihak yang bersengketa di dalam posisi yang sama, misalnya ihwal tempat duduk, penyebutan nama (dengan atau tanpa embel-embel penghormatan), keceriaan wajah, kesungguhan mendengarkan, dan memikirkan ucapan mereka, dan sebagainya yang termasuk dalam proses pengambilan keputusan. Apabila persamaan dimaksud mencakup keharusan mempersamakan apa yang mereka terima dari keputusan, maka ketika itu persamaan tersebut menjadi wujud nyata kezaliman.
Al-Quran mengisahkan dua orang berperkara yang datang kepada Nabi Daud as untuk mencari keadilan. Orang pertama memiliki sembilan puluh sembilan ekor kambing betina, sedangkan orang kedua hanya memiliki seekor. Pemilik kambing yang banyak mendesak agar diberi pula yang seekor itu agar genap seratus.
Nabi Daud tidak memutuskan perkara ini dengan membagi kambing-kambing itu dengan jumlah yang sama, melainkan menyatakan bahwa pemilik sembilan puluh sembilan kambing itu telah berlaku aniaya atas permintaannya itu ( QS Shad [38] : 23).
Kedua, adil dalam arti "seimbang"
Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat ini, kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan kehadirannya.
Wahai manusia, apakah yang memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah? Yang menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu, dan mengadilkan kamu (menjadikan susunan tubuhmu seimbang) ( QS Al-Infithar [82] : 6-7).
Allah SWT berfirman:
Katakanlah, "Tuhanku memerintahkan menjalankan al-qisth (keadilan)" ( QS Al-A'raf [7] : 29)
Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat ihsan (kebajikan) ( QS Al-Nahl [16] : 90)
Dan langit ditinggikan-Nya dan Dia meletakkan neraca (keadilan) agar kamu tidak melampaui batas tentang neraca itu ( QS Al-Rahman [55] : 7-8).
Dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007) Quraish Shihab menjelaskan ketika Al-Quran menunjuk Zat Allah yang memiliki sifat adil, kata yang digunakanNya hanya Al-qisth ( QS Ali 'Imran [31 : 18).
Kata 'adl yang dalam berbagai bentuk terulang 28 kali dalam Al-Quran, tidak satu pun yang dinisbatkan kepada Allah menjadi sifat-Nya. Di sisi lain, seperti dikemukakan di atas, beragam aspek dan objek keadilan telah dibicarakan oleh Al-Quran; pelakunya pun demikian. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna keadilan.
Menurut Quraish, paling tidak ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh para pakar agama.
Pertama, adil dalam arti "sama"
Anda dapat berkata bahwa si A adil, karena yang Anda maksud adalah bahwa dia memperlakukan sama atau tidak membedakan seseorang dengan yang lain. Tetapi harus digarisbawahi bahwa persamaan yang dimaksud adalah persamaan dalam hak. Dalam surat Al-Nisa' (4) : 58 dinyatakan bahwa,
Apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah engkau memutuskannya dengan adil...
Kata "adil" dalam ayat ini -bila diartikan "sama"- hanya mencakup sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan.
Ayat ini menuntun sang hakim untuk menempatkan pihak-pihak yang bersengketa di dalam posisi yang sama, misalnya ihwal tempat duduk, penyebutan nama (dengan atau tanpa embel-embel penghormatan), keceriaan wajah, kesungguhan mendengarkan, dan memikirkan ucapan mereka, dan sebagainya yang termasuk dalam proses pengambilan keputusan. Apabila persamaan dimaksud mencakup keharusan mempersamakan apa yang mereka terima dari keputusan, maka ketika itu persamaan tersebut menjadi wujud nyata kezaliman.
Al-Quran mengisahkan dua orang berperkara yang datang kepada Nabi Daud as untuk mencari keadilan. Orang pertama memiliki sembilan puluh sembilan ekor kambing betina, sedangkan orang kedua hanya memiliki seekor. Pemilik kambing yang banyak mendesak agar diberi pula yang seekor itu agar genap seratus.
Nabi Daud tidak memutuskan perkara ini dengan membagi kambing-kambing itu dengan jumlah yang sama, melainkan menyatakan bahwa pemilik sembilan puluh sembilan kambing itu telah berlaku aniaya atas permintaannya itu ( QS Shad [38] : 23).
Kedua, adil dalam arti "seimbang"
Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat ini, kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan kehadirannya.
Wahai manusia, apakah yang memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah? Yang menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu, dan mengadilkan kamu (menjadikan susunan tubuhmu seimbang) ( QS Al-Infithar [82] : 6-7).