Diam Ketika Melihat Kezaliman dan Kemungkaran, Begini Hukumnya

Kamis, 08 September 2022 - 16:45 WIB
Setiap muslim dilarang bersikap diam ketika melihat kezaliman dan kemungkaran, khususnya bagi mereka yang memiliki kesanggupan. Foto/Ist
Salah satu keindahan ajaran Islam adalah saling mengingatkan dalam kebenaran dan kebaikan. Allah menyebut umat Islam adalah umat terbaik karena menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah kemungkaran.

Lalu, bagaimana hukum jika seorang muslim diam melihat kezaliman dan kemungkaran ? Ketika seorang muslim diam melihat kemungkaran bisa jadi pertanda imannya sedang mengalami krisis. Sebab, salah satu ciri orang beriman adalah menyuarakan kebenaran (al-Haq).

Para Ulama menyebut orang yang tidak menyatakan Al-Haq (kebenaran), maka dia adalah setan bisu. Di sinilah kewajiban amar makruf nahi mungkar. Namun dalam proses amar makruf dan nahi munkar harus tetap menjaga norma-norma kebaikan sehingga tidak membuahkan hal munkar.

Menurut Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia Ustaz Farid Nu'man Hasan, salah satu yang menjadi sebab terwujudnya umat terbaik adalah melakukan amar makruf nahi mungkar sebagaimana firman Allah berikut:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ



Artinya: "Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: Ayat 110)

Mencegah kemungkaran, kemaksiatan dan kezaliman salah satu sebab tertahannya siksa Allah Ta'ala atas sebuah kaum atau bangsa secara merata. Allah berfirman:

وَٱتَّقُواْ فِتۡنَةٗ لَّا تُصِيبَنَّ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمۡ خَآصَّةٗۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ

Artinya: "Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya." (Surat Al-Anfal: Ayat 25)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,Allah memberikan peringatan kepada orang-orang beriman tentang datangnya fitnah, yaitu ujian dan bala bencana, yang akan ditimpakan secara merata baik orang yang jahat atau yang lainnya, tidak khusus pada pelaku maksiat saja dan pelaku dosa, tetapi merata. Yaitu disebabkan kemungkaran yang tidak dicegah dan tidak dihapuskan. (Tafsir Al-Qur'an Al Azhim, 4/32)

Larangan Diam Terhadap Kezaliman dan Kemungkaran

Ustaz Farid Nu'man mengatakan bahwa Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam melarang bersikap diam terhadap kezaliman dan kemungkaran, khususnya bagi yang memiliki kesanggupan. Hal ini disampaikan beliau dalam Hadis dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu berkata. Rasulullah bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ

Artinya: "Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman." (HR Muslim 49)

Para ulama mengatakan, diam terhadap kemungkaran dan kezaliman adalah setan bisu. Abu Ali Ad-Daqaq rahimahullah mengatakan:

ُ مَنْ سَكَتَعَن ِالْحَقِّفَهُوَ شَيْطَانٌ أَخْرَسُ

Artinya: "Siapa yang diam saja, tidak menyatakan Al-Haq (kebenaran), maka dia adalah setan bisu." (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/20)

Kisah Hikmah

Dai yang juga Presiden Nusantara Foundation Imam Shamsi Ali dalam satu tausiyahnya menceritakan sebuah kisah tentang orang yang membiarkan kemungkaran. Diceritakan bahwa suatu ketika Allah memerintahkan Malaikat untuk menghacurkan sebuah kota atau kampung (qaryah).

Setiba di kampung itu sang malaikat ternyata menemukan ada seorang yang saleh, yang kerjanya hanya beribadah dan berdzikir. Malaikat pun menjadi ragu melakukan perintah Allah itu.

Maka dia kembali menyampaikan kepada Allah bahwa ada seorang yang ahli ibadah dan dzikir di kampung itu. Kalau kampung itu dihancurkan maka dia akan ikut jadi korban.

Betapa mengejutkan, Allah ternyata berkata kepada sang Malaikat itu: "Hancurkanlah dulu orang itu. Karena dia sadar akan agama dan Tuhan, tapi tidak peduli dengan berbagai kejahatan dan dosa di kampung itu".

Di tengah dunia yang penuh fitnah saat ini, kewajiban umat muslim perlu diambil secara serius. Kita sering melihat kemungkaran dipertontonkan seperti perzinahan, judi, korupsi, ketidakadilan hukum dan kebenaran yang diputarbalikkan. Dan masih banyak lagi kemungkaran lainnya.

Imam Shamsi Ali mentatakan, diam di hadapan kemungkaran sejatinya adalah kemungkaran itu sendiri. Diam di hadapan pelaku kemungkaran adalah melakukan kemungkaran tersendiri.

5 Dampak Mendiamkan Kemungkaran

Diam terhadap kemungkaran adalah diam yang tidak dibolehkan oleh syariat. Al-Qur'an sendiri disebut Al-Furqan yang artinya pemisah antara haq (kebenaran) dan bathil.

Dalam satu kajiannya, Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal menyebutkan ada lima dampak membiarkan kemungkaran sebagaiman disebutkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di. Namun perlu dicatat, tidak boleh melarang kemungkaran sampai diyakini hal itu adalah kemungkaran.

Berikut 5 dampak buruk mendiamkan kemungkaran padahal mampu mengingatkannya:

1. Mendiamkan kemungkaran akan dinilai sama seperti orang yang melakukan maksiat walau tidak melakukannya secara langsung karena sebagaimana wajib menjauhi maksiat, maka wajib juga mengingkari orang yang melakukan maksiat.

2. Mendiamkan kemungkaran menunjukkan menganggap remeh kemungkaran dan menganggap remeh perintah Allah.

3. Kalau maksiat didiamkan, maka perbuatan tersebut akan semakin merebak.

4. Jika orang berilmu dan paham agama mendiamkan maksiat, perbuatan maksiat akan dianggap bukan maksiat, bahkan nantinya bisa dianggap sebagai perbuatan baik.

5. Mendiamkan kemungkaran akan mengakibatkan kejelekan akan terus diikuti oleh yang lainnya dan akan terus seperti itu.

Bagaiman sikap kita dalam mencegah kemungkaran? Dalam Jaami' Al-'Ulum wa Al-Hikam, Imam Ahmad berkata: "Manusia itu membutuhkan sikap lemah lembut (mudaaroh) dan lemah lembut ketika diingatkan pada kebaikan dan kemungkaran. Hal yang dikecualikan adalah orang yang terang-terangan dalam kefasikan, maka ia tidak dimuliakan."

Para murid Ibnu Mas'ud jika melewati sekelompok orang yang mereka pandang sedang berbuat jelek, mereka mengatakan, "Tak perlu tergesa-gesa, tak perlu tergesa-gesa, semoga Allah merahmati kalian." (Jaami' Al-'Ulum wa Al-Hikam, 2:256)

Demikian penjelasan hukum mendiamkan kemungkaran. Semoga kita dapat mengambil faedah dan pelajaran.

Wallahu A'lam

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(rhs)
Hadits of The Day
Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Allah 'azza wajalla telah berfirman: Setiap amal anak Adam adalah teruntuk baginya kecuali puasa. Puasa itu adalah bagi-Ku, dan Akulah yang akan memberinya pahala.  Dan puasa itu adalah perisai. Apabila kamu puasa, maka janganlah kamu merusak puasamu dengan rafats, dan jangan pula menghina orang. Apabila kamu dihina orang atau pun diserang, maka katakanlah, 'Sesungguhnya saya sedang berpuasa.'  Demi Allah, yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat kelak daripada wanginya kesturi. Dan bagi mereka yang berpuasa ada dua kebahagiaan. Ia merasa senang saat berbuka lantaran puasanya, dan senang pula saat berjumpa dengan Rabbnya juga karena puasanya.

(HR. Muslim No. 1944)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More