Hindari Memajang Gambar dan Patung Jasad Utuh, Ini Dalilnya

Senin, 24 Oktober 2022 - 10:13 WIB
Dalam Islam, tentang gambar atau patung jasad utuh yang bernyawa, banyak dalil yang melarangnya akan tetapi untuk kategori tertentu ada perbedaan pendapat dari para ulama. Foto ilustrasi/ist
Islam sangat detil mengatur perilaku kehidupan penganutnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menegaskan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Dalam hal ini adalah tentang menggambar dan membuat patung jasad utuh . Terkait masalah tersebut, sudah banyak dalil yang melarangnya.

Imam Nasa’i meriwayatkan dengan lafaz : “Jibril minta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam, beliau berkata : Masuklah. Kata Jibril : Bagaimana saya akan masuk sedangkan dalam rumah Anda ada tirai bergambar ? Maka jika Anda potong kepala-kepalanya, atau Anda jadikan hamparan yang dipijak (dihinakan setelah dipotong, red – barulah Jibril akan masuk). Karena sesungguhnya kami – para malaikat – tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar. ” (HR Abdur Razaq, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan beliau mengatakan Hasan Shahih dan Ibnu Hibban mensahihkannya).



Kitab Fiqh al-Albisah wa al-Zinah karya Syaikh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, mamaparkan tentang panduan berbusana Islami dan pernak-perniknya, seperti gambar, lukisan, dan patung. Dalam kitab ini dijelaskan terlarangnya memajang gambar dan patung jasad utuh di rumah atau di tempat lainnya.

Dari Abu Sa'id al-Khudri, bahwa Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa para malaikat tidak memasuki rumah yang terdapat patung patung atau gambar-gambar. (HR. Imam Malik dan at-Tirmidzi).

Seperti diketahui, menggambar adalah menulis atau mencoret coret dengar alat gambar sesuai dengan rupa tertentu. Gambar adalah rupa. Padahal, di antara sifat Allah adalah Al-Mushawwir, yakni Dzat Yang Maha Membentuk. Allah Ta'ala yang membemtuk segala rupa seluruh makhluk.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اَللّٰهُ الَّذِيْ جَعَلَ لَـكُمُ الْاَ رْضَ قَرَا رًا وَّا لسَّمَآءَ بِنَآءً وَّصَوَّرَكُمْ فَاَ حْسَنَ صُوَرَكُمْ وَرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ ۗ ذٰ لِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمْ ۚ فَتَبٰـرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ


"Allah lah yang menjadikan bumi untukmu sebagai tempat menetap dan langit sebagai atap dan membentukmu lalu memperindah rupamu serta memberimu rezeki dari yang baik-baik. Demikianlah Allah, Tuhanmu, Maha Suci Allah, Tuhan seluruh alam."

(QS. Ghafir : 64)

Demikian juga patung. Para ulama sepakat bahwa hukum membuat patung, baik berbentuk manusia maupun hewan, adalah haram. Ulama juga sepakat tentang keharaman memperoleh (memiliki) dan memajangnya. Selain itu haram juga mejualbelikan dan memakan hasil penjualannya.

Ada keterangan yang menjelaskan tentang pelarangan, pengambilan gambar, dan ancaman kepada orang yang menggambar dan membuat patung.

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersabda : "Orang yang menciptakan gambar-gambar ini, pada hari kiamat nanti pasti disiksa dan dimintai pertanggungjawaban, 'Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.'" (HR. Bukhari, Muslim, dan Nasa'i).

Jelas bahwa gambar atau lukisan serta patung yang memiliki ruh seperti manusia dan hewan haram dipajang maupun diperdagangkan. Lantas, bagaimana jika gambar atau lukisan tersebut terpotong tidak terlihat bernyawa atau gambar pemandangan?

Menurut para ulama, keharaman ini memang tidak bersifat mutlak. Para ulama berpendapat bahwa gambar atau patung dengan tidak utuh atau gambar benda dan pemandangan, maka diperbolehkan. Artinya, gambar selain itu yang tidak memiliki ruh, masih dibolehkan seperti gambar pohon, gunung, pemandangan, bebatuan, dan pantai.

Jika gambar atau patung diyakini tidak hidup jika sebagian badannya dihilangkan maka boleh. Tapi jika kaki atau tangan dihilangkan, kemungkinan masih hidup maka tetap dilarang. Ibnu Qudamah berkata, “Jika bagian kepala itu dipotong, maka hilanglah larangan."

Ibnu ‘Abbas berkata,

الصُّورَةُ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ الرَّأْسُ فَلَيْسَ بِصُوْرَةٍ


“Disebut gambar (yang terlarang) adalah jika ada kepalanya. Namun jika kepalanya itu terpotong, maka itu bukanlah gambar (yang terlarang).”

Dari Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata :

“Aku dahulu pernah berada di sisi Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-. Ketika itu ada seseorang yang mendatangi beliau lantas ia berkata, “Wahai Abu ‘Abbas, aku adalah manusia. Penghasilanku berasal dari hasil karya tanganku. Aku biasa membuat gambar seperti ini.” Ibnu ‘Abbas kemudian berkata, “Tidaklah yang kusampaikan berikut ini selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan ruh tersebut selamanya.” Wajah si pelukis tadi ternyata berubah menjadi kuning. Kata Ibnu ‘Abbas, “Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh.” (Diriwayatkan Imam Bukhari).

Bagaimana dengan hukum foto? Hal ini terkait adanya teknologi foto dan video yang terus berkembang. Penjelasannya, Foto berbeda dengan gambar dan patung. Foto tidak menciptakan. Hanya mengcopy sebuah objek dengan alat tertentu.

Uama cenderung membolehkan jika obyek foto tidak untuk diagungkan atau diqiyaskan atau dimodifikasi dengan bentuk yang dilukis atau digambar. Sedikit ulama yang melarang karena foto akan dicetak. Mencetak inilah yang sama disebutkan gambar.

Foto juga dibolehkan dengan sebab ada rukshah (keringanan) karena kondisi darurat. Misalnya untuk membuat pas foto, kartu identitas, atau paspor. Hal ini menjadi kebutuhan mendesak dalam kehidupan untuk urusan lembaga kepemerintahan atau institusi.



Wallahu A'lam
(wid)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Mu'adz bin Jabal bahwa Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam menggandeng tangannya dan berkata: Wahai Mu'adz, demi Allah, aku mencintaimu, aku wasiatkan kepadamu wahai Mu'adz, janganlah engkau tinggalkan setiap selesai shalat untuk mengucapkan:  ALLAAHUMMA A'INNII 'ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI 'IBAADATIK (Ya Allah, tolonglah aku untuk selalu mengingat-Mu (berdzikir kepada-Mu), dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah dengan baik kepada-Mu.)

(HR. Sunan Abu Dawud No. 1301)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More