Hukum Berhias di Salon Kecantikan dalam Islam dan Dalilnya

Sabtu, 05 November 2022 - 09:13 WIB
Salon kecantikan: Bolehkah muslimah berhias di salon kecantikan? Foto/Ilustrasi: Highlight
Apakah boleh Muslimah menghias (mempercantik) dirinya di tempat-tempat tertentu, misalnya di salon kecantikan? Lalu bagaimana hukum wanita memakai rambut palsu atau tutup kepala yang dibuat khusus untuk itu?

Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatawa Qardhawi: Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah" (Risalah Gusti, 1996) menjelaskan Islam menentang kehidupan yang bersifat kesengsaraan dan menyiksa diri, sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh sebagian dari pemeluk agama lain dan aliran tertentu.

Agama Islam pun menganjurkan bagi umatnya untuk selalu tampak indah dengan cara sederhana dan layak, yang tidak berlebih-lebihan. Bahkan Islam menganjurkan di saat hendak mengerjakan ibadah, supaya berhias diri di samping menjaga kebersihan dan kesucian tempat maupun pakaian.

Allah SWT berfirman: "... pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid ..." ( QS Al-A'raaf : 31)



Bila Islam sudah menetapkan hal-hal yang indah, baik bagi laki-laki maupun wanita, maka terhadap wanita, Islam lebih memberi perhatian dan kelonggaran, karena fitrahnya, sebagaimana dibolehkannya memakai kain sutera dan perhiasan emas, di mana hal itu diharamkan bagi kaum laki-laki.

Adapun hal-hal yang dianggap oleh manusia baik, tetapi membawa kerusakan dan perubahan pada tubuhnya, dari yang telah diciptakan oleh Allah SWT, di mana perubahan itu tidak layak bagi fitrah manusia, tentu hal itu pengaruh dari perbuatan setan yang hendak memperdayakan. Oleh karena itu, perbuatan tersebut dilarang. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

"Allah melaknati pembuatan tatto, yaitu menusukkan jarum ke kulit dengan warna yang berupa tulisan, gambar bunga, simbol-simbol dan sebagainya; mempertajam gigi, memendekkan atau menyambung rambut dengan rambut orang lain, (yang bersifat palsu, menipu dan sebagainya)." (Hadis shahih).

Sebagaimana riwayat Said bin Musayyab, salah seorang sahabat Nabi SAW ketika Muawiyah berada di Madinah setelah beliau berpidato, tiba-tiba mengeluarkan segenggam rambut dan mengatakan, "Inilah rambut yang dinamakan Nabi SAW azzur yang artinya atwashilah (penyambung), yang dipakai oleh wanita untuk menyambung rambutnya, hal itulah yang dilarang oleh Rasulullah SAW dan tentu hal itu adalah perbuatan orang-orang Yahudi."

"Bagaimana dengan Anda, wahai para ulama, apakah kalian tidak melarang hal itu? Padahal aku telah mendengar sabda Nabi SAW yang artinya, 'Sesungguhnya terbinasanya orang-orang Israel itu karena para wanitanya memakai itu (rambut palsu) terus-menerus'." ( HR Bukhari ).



Al-Qardhawi mengatakan Nabi SAW menamakan perbuatan itu sebagai suatu bentuk kepalsuan, supaya tampak hikmah sebab dilarangnya hal itu bagi kaum wanita, dan karena hal itu juga merupakan sebagian dari tipu muslihat.

Selanjutnya al-Qardhawi menjelaskan bagi wanita yang menghias rambut atau lainnya di salon-salon kecantikan, sedang yang menanganinya (karyawannya) adalah kaum laki-laki, hal itu jelas dilarang. Karena bukan saja bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tetapi lebih dari itu, sudah pasti itu haram, walaupun dilakukan di rumah sendiri.

Bagi wanita Muslimah yang tujuannya taat kepada agama dan Tuhannya, ujar Yusuf Al-Qardhawi, sebaiknya berhias diri di rumahnya sendiri untuk suaminya, bukan di luar rumah atau di tengah jalan untuk orang lain. Yang demikian itu adalah tingkah laku kaum Yahudi yang menginginkan cara-cara modern dan sebagainya.

(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَلَٮِٕنۡ اَذَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ مِنَّا رَحۡمَةً ثُمَّ نَزَعۡنٰهَا مِنۡهُ‌ۚ اِنَّهٗ لَيَـــُٔوۡسٌ كَفُوۡرٌ (٩) وَلَٮِٕنۡ اَذَقۡنٰهُ نَـعۡمَآءَ بَعۡدَ ضَرَّآءَ مَسَّتۡهُ لَيَـقُوۡلَنَّ ذَهَبَ السَّيِّاٰتُ عَنِّىۡ‌ ؕ اِنَّهٗ لَـفَرِحٌ فَخُوۡرٌۙ (١٠) اِلَّا الَّذِيۡنَ صَبَرُوۡا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِؕ اُولٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ مَّغۡفِرَةٌ وَّاَجۡرٌ كَبِيۡرٌ (١١)
Dan jika Kami berikan rahmat Kami kepada manusia, kemudian (rahmat itu) Kami cabut kembali, pastilah dia menjadi putus asa dan tidak berterima kasih. Dan jika Kami berikan kebahagiaan kepadanya setelah ditimpa bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, Telah hilang bencana itu dariku. Sesungguhnya dia (merasa) sangat gembira dan bangga, kecuali orang-orang yang sabar, dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.

(QS. Hud Ayat 9-11)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More