3 Pendapat tentang Lafaz Sayyidina, Kamu Tinggal Pilih 1 di Antaranya
Jum'at, 11 November 2022 - 15:18 WIB
Hadits dari Anas bin Malik, ia berkata:
أن رجلا قال يا محمد يا سيدنا وبن سيدنا وخيرنا وبن خيرنا فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يا أيها الناس عليكم بتقواكم ولا يستهوينكم الشيطان أنا محمد بن عبد الله عبد الله ورسوله والله ما أحب أن ترفعوني فوق منزلتي التي أنزلني الله عز و جل
Artinya: "Seorang lelaki telah datang kepada Rasulullah seraya berkata: "Ya Muhammad! Ya Sayyidina, Ya anak Sayyidina! Wahai yang terbaik di kalangan kami dan anak orang terbaik di kalangan kami!" Rasulullah menjawab: "Wahai manusia, hendaklah kalian bertaqwa dan jangan membiarkan syaitan mempermainkan engkau. Sesungguhnya aku adalah Muhammad bin Abdillah, hamba Allah dan Rasul-Nya dan Demi Allah bahwasanya aku tidak suka sesiapa mengangkat kedudukan aku melebihi apa yang telah Allah 'Azza wa Jalla tentukan bagiku." (HR Ahmad)
Hadits lainnya:
لاَ تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلاَةِ
Artinya: "Janganlah kalian mengucapkan kalimat "Sayyid" kepadaku dalam sholat."
2. Boleh di Luar Sholat, Tapi Tidak di Dalam Sholat
Jumhur ulama berpendapat bahwa menambahkan lafadz Sayyidina adalah mustahab (disukai) sebagai bentuk pengagungan dan pemuliaan kepada beliau. Berdasarkan dalil berikut ini:
Artinya: "Saya penghulu anak adam pada hari kiamat dan bukan karena sombong." (HR Muslim dan Tirimidzi)
Kalangan ini membantah pendalilan kelompok yang menolak penggunaan kata Sayyidina dalam sholawat dengan menyatakan bahwa hadits riwayat imam Ahmad di atas bukanlah larangan menyebut Nabi Muhammad SAW dengan Sayyid, tapi keengganan beliau untuk dipuji berlebihan, sebagai bentuk sifat ketawadhuan beliau.
Sedangkan bila dalam sholat, kelompok pendapat ini berpendapat lafadz Sayyidina tidak digunakan, karena sholat adalah ibadah mahdhah yang bersifat tawqifi (aturan dan tatacaranya harus mengikuti praktek Rasulullah). Manusia tidak diperkenankan untuk menambah bentuk bacaan dan aktivitas apapun yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Hal ini berdasarkan makna hadits berikut:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِى أُصَلِّى
"Sholatlah kalian sebagaimana kamu sekalian melihat aku sholat." (HR Al-Bukhari)
Pendapat kedua ini yang lazim dipegang dan dinisbahkan kepada mayoritas ulama empat Mazhab.
3. Membolehkan di Luar Maupun di Dalam Sholat
Sebagian ulama mutaakhirin dari Mazhab Syafi'iyyah di antaranya Imam Izz abdussalam, Ramli, Syarqawi, Qulyubi, dan sebagian ulama Hanafiyyah berpendapat, bahwa menambahkan kata Sayyidina adalah sebuah hal yang baik ketika membaca sholawat, baik di dalam maupun di luar sholat.
Kalangan ini berdalil bahwa penambahan Sayyidina adalah bentuk adab dan bukan penambahan yang dilarang dalam sholat. Berkata Ibnu Hajar Al-Haitami: "Dan tidak mengapa menambahkan kata Sayyidina sebelum lafadz Muhammad.
Sedangkan hadis yang berbunyi "La Tusyyiduni Fi ash-Shalat" adalah hadits dha'if, bahkan tidak memiliki dasar (hadits maudhu/palsu).
أن رجلا قال يا محمد يا سيدنا وبن سيدنا وخيرنا وبن خيرنا فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يا أيها الناس عليكم بتقواكم ولا يستهوينكم الشيطان أنا محمد بن عبد الله عبد الله ورسوله والله ما أحب أن ترفعوني فوق منزلتي التي أنزلني الله عز و جل
Artinya: "Seorang lelaki telah datang kepada Rasulullah seraya berkata: "Ya Muhammad! Ya Sayyidina, Ya anak Sayyidina! Wahai yang terbaik di kalangan kami dan anak orang terbaik di kalangan kami!" Rasulullah menjawab: "Wahai manusia, hendaklah kalian bertaqwa dan jangan membiarkan syaitan mempermainkan engkau. Sesungguhnya aku adalah Muhammad bin Abdillah, hamba Allah dan Rasul-Nya dan Demi Allah bahwasanya aku tidak suka sesiapa mengangkat kedudukan aku melebihi apa yang telah Allah 'Azza wa Jalla tentukan bagiku." (HR Ahmad)
Hadits lainnya:
لاَ تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلاَةِ
Artinya: "Janganlah kalian mengucapkan kalimat "Sayyid" kepadaku dalam sholat."
2. Boleh di Luar Sholat, Tapi Tidak di Dalam Sholat
Jumhur ulama berpendapat bahwa menambahkan lafadz Sayyidina adalah mustahab (disukai) sebagai bentuk pengagungan dan pemuliaan kepada beliau. Berdasarkan dalil berikut ini:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ
Artinya: "Saya penghulu anak adam pada hari kiamat dan bukan karena sombong." (HR Muslim dan Tirimidzi)
Kalangan ini membantah pendalilan kelompok yang menolak penggunaan kata Sayyidina dalam sholawat dengan menyatakan bahwa hadits riwayat imam Ahmad di atas bukanlah larangan menyebut Nabi Muhammad SAW dengan Sayyid, tapi keengganan beliau untuk dipuji berlebihan, sebagai bentuk sifat ketawadhuan beliau.
Sedangkan bila dalam sholat, kelompok pendapat ini berpendapat lafadz Sayyidina tidak digunakan, karena sholat adalah ibadah mahdhah yang bersifat tawqifi (aturan dan tatacaranya harus mengikuti praktek Rasulullah). Manusia tidak diperkenankan untuk menambah bentuk bacaan dan aktivitas apapun yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Hal ini berdasarkan makna hadits berikut:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِى أُصَلِّى
"Sholatlah kalian sebagaimana kamu sekalian melihat aku sholat." (HR Al-Bukhari)
Pendapat kedua ini yang lazim dipegang dan dinisbahkan kepada mayoritas ulama empat Mazhab.
3. Membolehkan di Luar Maupun di Dalam Sholat
Sebagian ulama mutaakhirin dari Mazhab Syafi'iyyah di antaranya Imam Izz abdussalam, Ramli, Syarqawi, Qulyubi, dan sebagian ulama Hanafiyyah berpendapat, bahwa menambahkan kata Sayyidina adalah sebuah hal yang baik ketika membaca sholawat, baik di dalam maupun di luar sholat.
Kalangan ini berdalil bahwa penambahan Sayyidina adalah bentuk adab dan bukan penambahan yang dilarang dalam sholat. Berkata Ibnu Hajar Al-Haitami: "Dan tidak mengapa menambahkan kata Sayyidina sebelum lafadz Muhammad.
Sedangkan hadis yang berbunyi "La Tusyyiduni Fi ash-Shalat" adalah hadits dha'if, bahkan tidak memiliki dasar (hadits maudhu/palsu).