Ilmu Tasawuf: Cabang Keilmuan, Dasar dan Bentuk Ajarannya

Selasa, 27 Desember 2022 - 10:39 WIB
Ilmu tasawuf: cabang keilmuan, dasar dan bentuk ajarannya lumayan luas. Foto/Ilustrasi: Ist
Sebelum kita membahas ilmu tasawuf : cabang keilmuan, dasar dan bentuk ajarannya kita patut mengetahu definisi tasawuf. Prof Harun Nasution dalam buku "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" bab Tasawuf menyebut 5 arti kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci.

1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama salat dan puasa.

2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam sholat di mesjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat al-Qur'an dan berdzikir sebelum waktu sholat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.

3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum sufi.

4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk ke dalam filsafat Islam) yang berarti hikmat, dan kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophos telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang terdapat dalam kata tasawuf.

5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari dunia.



Abuddin Nata dalam "Akhlak Tasawuf" (Rajawali Pers, 2010) mengatakan dari segi linguistik (kebahasaan), maka dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.

Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli merujuk kepada tiga sudut pandang, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang bertuhan.

Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.

Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang bertuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ketuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dangan Tuhan.



Ruang Lingkup

Tasawuf adalah nama lain dari “mistisisme dalam Islam”. Di kalangan orientalis Barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus mistisisme Islam, sehingga kata “sufisme” tidak ada pada mistisisme agama-agama lain.

Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan. Hal tersebut dapat diperoleh melalui cara dengan mengasingkan diri.

Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Itihad” (bersatu) dengan Tuhan. Hal di atas merupakan inti persoalan “Sofisme” baik pada agama Islam maupun di luarnya.

Gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan guna memikirkan betul suatu hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi dari Tuhannya.

Tasawuf atau mistisisme dalam Islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahaduniawi).

Tujuan tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan.

Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.

Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.



Semangat Islam

Eep Sopawana Nurdin dalam buku Pengantar Ilmu Tasawuf mengatakan para ahli menyepakati bahwa tasawuf adalah moralitas yang berasaskan Islam.

Sedangkan Rivay Siregar dalam "Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme" mengartikan, tasawuf dalam definisi tersebut memiliki prinsip yang bermakna moral dan semangat Islam karena berbagai aspek ajaran Islam adalah prinsip moral.

Dijelaskan lebih lanjut, tasawuf akan membina manusia agar memiliki mental utuh dan tangguh. Tasawuf mengajarkan bagaimana cara manusia agar menjadi insan yang berbudi luhur, baik sebagai makhluk sosial maupun hamba dalam hubungannya dengan Allah SWT.

Dalam pendapat lain, ada yang mengartikan tasawuf adalah ilmu yang mengajarkan tentang cara menyucikan jiwa dan menjernihkan akhlak serta membangun lahir dan batin untuk mencapai ketenangan abadi.

Sejumlah ulama seperti Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, tasawuf tak lebih dari etika Islam. Dalam hal ini, tujuan tasawuf adalah sama dengan tugas Rasulullah SAW, "Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang luhur." (HR Al Baihaqi).



Cabang Keilmuan

H Abdul Rahman dalam buku "Hakikat Ilmu Tasawuf" menyebutkan bahwa para ahli tasawuf membagi jenis-jenis tasawuf menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Tasawuf Falsafi

Tasawuf falsafi adalah pendekatan rasio. Sebab, tasawuf jenis ini menggunakan bahan kajian atau pemikiran yang terdapat di kalangan para filosof, seperti filsafat tentang Tuhan, manusia, dan hubungan di antara keduanya.

2. Tasawuf Amali

Tasawuf amali adalah tasawuf yang menggunakan pendekatan amaliah. Contohnya wirid dan zikir dijaharkan yang selanjutnya mengambil bentuk tarekat (jalan menuju kebenaran dalam tasawuf).

3. Tasawuf Akhlaki

Tasawuf akhlaki adalah tasawuf yang menggunakan pendekatan takhalli (pembebasan diri dari sifat tercela), tahalli (mengisi diri dengan sikap terpuji), dan tajalli (penghayatan rasa ke-Allah-an).

Tasawuf jenis ini fokus pada perbaikan akhlak dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan. Contohnya menghindarkan diri dari akhlak tercela (madzumah) sekaligus mewujudkan akhlak terpuji (mahmudah).



Prinsip-Prinsip Tasawuf

Tasawuf bertujuan membantu seseorang untuk tetap berada di jalan Allah SWT. Dengan tasawuf seseorang kemudian menjadi tidak berlebihan dalam hal duniawi serta tetap fokus pada iman dan takwa yang ia miliki.

Terdapat beberapa prinsip yang dapat dilakukan dalam ber-tasawuf. Menurut ahli sufi, Profesor Angha dalam The Hidden Angels of Life, prinsip tasawuf yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Zikir

Zikir sebagai suatu proses pemurnian hati, pembersihan serta pelepasan. Orang-orang yang melakukan zikir kemudian bertujuan mendekatkan diri pada Tuhan melalui doa serta melantunkan lafaz zikir.

2. Fikr (Meditasi)

Saat pikiran merasa bingung atau bertanya-tanya, pusatkanlah perhatianmu yang kamu miliki ke dalam diri dengan berkonsentrasi pada satu titik. Meditasi sebagai suatu perjalanan kegiatan mental dari dunia eksternal menuju suatu esensi diri.

3. Sahr (Bangkit)

Dengan Membangkitkan jiwa dan tubuh sebagai proses mengembangkan kesadaran mata dan telinga. Selain itu juga sebagai suatu proses mendengarkan hati, serta proses meraih akses menuju potensi diri yang tersembunyi.

4. Ju’i (Merasa Lapar)

Merasakan lapar pada hati dan pikiran untuk kemudian bertahan mencari serta mendapatkan suatu kebenaran. Proses ini kemudian melibatkan hasrat dan keinginan yang mendalam untuk tetap tabah serta sabar dalam mencari jati diri.

5. Shumt (Menikmati Keheningan)

Berhenti berpikir serta mengatakan berbagai hal yang tidak perlu. Kedua hal ini merupakan proses menenangkan lidah serta otak serta mengalihkan dari godaan eksternal menuju Tuhan.

6. Shawm (Puasa)

Tidak hanya pada tubuh yang berpuasa melainkan pikiran juga. Proses ini kemudian termasuk puasa fisik, bermanfaat untuk dapat melepaskan diri dari hasrat dan keinginan otak serta pandangan atau persepsi indera eksternal.

7. Khalwat (Bersunyi Sendiri)

Berdoa dalam kondisi sunyi atau kesunyian, baik secara eksternal maupun internal akan membantu melepaskan diri. Bersunyi sendiri tetap akan mendekatkanmu dengan orang lain atau di tengah orang banyak.

8. Khidmat (Melayani)

Menyatu dengan kebenaran Tuhan. Seseorang yang menemukan jalan jiwa untuk pelayanan dan pertumbuhan diri.



Aliran Ilmu Tasawuf dan Bentuk Ajarannya

Terdapat macam-macam ilmu tasawuf, di antaranya adalah:

1. Tasawuf Akhlaki (Sunni)

Tasawuf akhlaki merupakan suatu tasawuf yang berkonsentrasi kepada teori-teori perilaku akhlak serta teori budi pekerti.

Dengan berbagai metode tertentu yang telah dirumuskan sebelumnya tasawuf seperti ini kemudian berupaya untuk menghindari akhlak mazmumah atau perilaku buruk dan mewujudkan akhlak mahmudah atau perilaku baik.

Dalam pandangan para sufi yang berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah saja, karenanya dalam tasawuf akhlaki memiliki sistem pembinaan akhlak yang disusun sebagai berikut:

Takhalli sebagai suatu langkah pertama yang yang harus dilakukan oleh seorang sufi.

Takhalli merupakan suatu usaha mengosongkan diri dari suatu perilaku tercela.

Tahalli merupakan suatu upaya untuk mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, serta akhlak terpuji. Tahapan tahalli kemudian dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela.

Tajalli merupakan suatu pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui fase tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya ialah fase tajalli. Kata tajalli sendiri bermakna terbukanya hijab sehingga tampak jelas nur ilahi. Hal ini sejalan juga dengan firman Allah SWT yang artinya, “Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan,” (QS. Al-A’raf: 143).

2. Tasawuf Falsafi

Tasawuf falsafi merupakan suatu tasawuf yang didasarkan kepada gabungan teori-teori tasawuf serta berbagai filsafat atau yang bermakna metafisis atau mistik. Tasawuf ini juga kemudian dikembangkan oleh ahli-ahli sufi sekaligus filsuf.

3. Tasawuf Syi’i

Tasawuf syi’i kemudian beranggapan bahwa manusia dapat meninggal dengan Tuhannya karena ia memiliki kesamaan esensi dengan Tuhannya.

(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Al Aswad bin Yazid, dia berkata; Abdullah berkata, Saya pernah mendengar Nabi kalian shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa menjadikan segala macam keinginannya hanya satu, yaitu keinginan tempat kembali (negeri Akhirat), niscaya Allah subhanahu wa ta'ala akan mencukupkan baginya keinginan dunianya. Dan barangsiapa yang keinginannya beraneka ragam pada urusan dunia, maka Allah subhanahu wa ta'ala tidak akan memperdulikan dimanapun ia binasa.

(HR. Ibnu Majah No. 4096)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More