Benarkah Ada Kemiripan Antara Sikap Golongan Kolonialis Muslim dan Eropa?
Senin, 16 Januari 2023 - 19:24 WIB
Orientalis yang pakar studi-studi keislaman dari Britania Raya, William Montgomery Watt (1909-2006), mengatakan ada kemiripan antara sikap golongan kolonialis muslim -- tepatnya pemikiran Spanyol -- dan golongan kolonialis Eropa . Lalu, benarkan penjajahan Eropa di negeri Muslim tersebut mendorong kembangkitan Islam kembali?
Penjajahan Eropa dapat dikatakan telah dimulai dengan laporan perjalanan Vasco da Gama, seorang pelaut Portugis, dalam rute perjalanannya keliling Afrika ke India dan India Timur. Vasco da Gama ini diikuti oleh bangsa Perancis, Inggris dan Belanda.
William Montgomery Watt dalam buku yang diterjemahkan Zaimudin berjudul "Titik Temu Islam dan Kristen" (Gaya Media Pratama, 1996) menuturkan dalam kegiatan ini ada sedikit pemikiran tentang penaklukan terhadap satu wilayah baru tertentu.
Perhatian utama perjalanan ekspedisi ilmiah ini adalah perdagangan dan khususnya bangsa Eropa bertujuan hendak menemukan sumber- sumber persediaan rempah-rempah, barang-barang mewah dan benda-benda lain yang harus sampai ke Eropa melalui negeri-negeri Islam Mediteranian timur.
Peperangan diperlukan apabila terjadi perlawanan bersenjata atas para pedagang tersebut. Walaupun demikian, secara perlahan tapi pasti perdagangan ini semakin meningkatkan kemajuannya, maka keterlibatan politik menjadi makin lebih besar.
Semenjak abad ke-18, India dan Malaysia berada di bawah kontrol Inggris, sementara India Timur atau Indonesia berada di bawah kontrol Belanda. Terkadang kontrol ini dilakukan lewat perjanjian-perjanjian dengan para pemimpin pribumi, terkadang oleh administrasi pemerintah langsung.
"Namun harus dicatat bahwa di India sampai tahun 1834 administrasi pemerintah langsung itu bukan di tangan kekuasaan Inggris, melainkan apa yang pada mulanya menjadi usaha komersial The East India Company (Perusahaan/Perdagangan India Timur)," jelasnya.
Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies). Berikut selengkapnya tulisannya tersebut:
Pendudukan Perancis atas Algeria semenjak tahun 1830 dan seterusnnya, kontrol parsialnya atas Tunisia dan pendudukan Italia atas Lybia pada tahun 1912, terutama bukan karena alasan-alasan komersial melainkan secara langsung membawa kepada kolonisasi.
Mandat-mandat yang diberikan setelah Perang tahun 1914-1918 juga dapat dipandang sebagai bentuk koloni; namun masa-masa kolonialisme ini dengan jelas hanya dianggap sebagai warga penduduk sebagian terbesar "koloni-koloni" yang memberi dampak kepada kesadaran politik.
Sebagian koloni yang terdahulu ini mendapatkan kemerdekaan formal sebelum pecah Perang Dunia II dan pada dekade itu dan seterusnya hampir semuanya masih tersisa, yang juga menjadi anggota PBB.
Kendatipun demikian, wilayah pendudukan ini segera menemukan dirinya bahwa kolonialisme politik lalu berganti dengan kolonialisme ekonomi. Oleh karena dunia sudah menjadi jaringan akrab masyarakat ekonomi, maka para pemegang tampuk kekuatan ekonomi yang besar dapat mengontrol urusan-urusan di sebagian terbesar dunia ini.
Salah satu pertanyaan yang dilontarkan oleh refleksi atas peristiwa-peristiwa yang terjadi ini adalah mengapa umat Islam Asia Timur tidak menanggapi dengan mengirimkan kapal-kapal ke Eropa untuk tujuan perdagangan.
Ada saudagar-saudagar muslim dengan keahlian komersialnya dan ada pula pelaut-pelaut muslim dengan pengalaman yang sudah lama di samudra Indonesia.
Apabila ketrampilan pembuatan kapal dan ketrampilan navigasional yang diperlukan, maka secara pasti hampir dapat dipelajari dengan cepat. Apakah barang-barang yang harus diberikan oleh Eropa tidak merupakan kecenderungan menyeluruh untuk mengabsahkan pelayaran?
Sementara pada saat bangsa Eropa membawa barang-barang dagangannya ke Asia Selatan harus diterima. Apakah ada stabilitas politik yang memadai, agar para saudagar makin berkurang sandaran politik yang mereka butuhkan? Atau apakah kegagalan orang Islam untuk pergi ke Eropa ini benar-benar menjadikan kombinasi faktor-faktor tersebut?
Apapun alasan-alasan yang dibuat, itu masih pula menyisakan kenyataan bahwa perdagangan antara Eropa dan Asia Selatan itu seluruhnya berada di tangan bangsa Eropa.
Penjajahan Eropa dapat dikatakan telah dimulai dengan laporan perjalanan Vasco da Gama, seorang pelaut Portugis, dalam rute perjalanannya keliling Afrika ke India dan India Timur. Vasco da Gama ini diikuti oleh bangsa Perancis, Inggris dan Belanda.
William Montgomery Watt dalam buku yang diterjemahkan Zaimudin berjudul "Titik Temu Islam dan Kristen" (Gaya Media Pratama, 1996) menuturkan dalam kegiatan ini ada sedikit pemikiran tentang penaklukan terhadap satu wilayah baru tertentu.
Perhatian utama perjalanan ekspedisi ilmiah ini adalah perdagangan dan khususnya bangsa Eropa bertujuan hendak menemukan sumber- sumber persediaan rempah-rempah, barang-barang mewah dan benda-benda lain yang harus sampai ke Eropa melalui negeri-negeri Islam Mediteranian timur.
Peperangan diperlukan apabila terjadi perlawanan bersenjata atas para pedagang tersebut. Walaupun demikian, secara perlahan tapi pasti perdagangan ini semakin meningkatkan kemajuannya, maka keterlibatan politik menjadi makin lebih besar.
Semenjak abad ke-18, India dan Malaysia berada di bawah kontrol Inggris, sementara India Timur atau Indonesia berada di bawah kontrol Belanda. Terkadang kontrol ini dilakukan lewat perjanjian-perjanjian dengan para pemimpin pribumi, terkadang oleh administrasi pemerintah langsung.
"Namun harus dicatat bahwa di India sampai tahun 1834 administrasi pemerintah langsung itu bukan di tangan kekuasaan Inggris, melainkan apa yang pada mulanya menjadi usaha komersial The East India Company (Perusahaan/Perdagangan India Timur)," jelasnya.
Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies). Berikut selengkapnya tulisannya tersebut:
Pendudukan Perancis atas Algeria semenjak tahun 1830 dan seterusnnya, kontrol parsialnya atas Tunisia dan pendudukan Italia atas Lybia pada tahun 1912, terutama bukan karena alasan-alasan komersial melainkan secara langsung membawa kepada kolonisasi.
Mandat-mandat yang diberikan setelah Perang tahun 1914-1918 juga dapat dipandang sebagai bentuk koloni; namun masa-masa kolonialisme ini dengan jelas hanya dianggap sebagai warga penduduk sebagian terbesar "koloni-koloni" yang memberi dampak kepada kesadaran politik.
Sebagian koloni yang terdahulu ini mendapatkan kemerdekaan formal sebelum pecah Perang Dunia II dan pada dekade itu dan seterusnya hampir semuanya masih tersisa, yang juga menjadi anggota PBB.
Kendatipun demikian, wilayah pendudukan ini segera menemukan dirinya bahwa kolonialisme politik lalu berganti dengan kolonialisme ekonomi. Oleh karena dunia sudah menjadi jaringan akrab masyarakat ekonomi, maka para pemegang tampuk kekuatan ekonomi yang besar dapat mengontrol urusan-urusan di sebagian terbesar dunia ini.
Salah satu pertanyaan yang dilontarkan oleh refleksi atas peristiwa-peristiwa yang terjadi ini adalah mengapa umat Islam Asia Timur tidak menanggapi dengan mengirimkan kapal-kapal ke Eropa untuk tujuan perdagangan.
Ada saudagar-saudagar muslim dengan keahlian komersialnya dan ada pula pelaut-pelaut muslim dengan pengalaman yang sudah lama di samudra Indonesia.
Apabila ketrampilan pembuatan kapal dan ketrampilan navigasional yang diperlukan, maka secara pasti hampir dapat dipelajari dengan cepat. Apakah barang-barang yang harus diberikan oleh Eropa tidak merupakan kecenderungan menyeluruh untuk mengabsahkan pelayaran?
Sementara pada saat bangsa Eropa membawa barang-barang dagangannya ke Asia Selatan harus diterima. Apakah ada stabilitas politik yang memadai, agar para saudagar makin berkurang sandaran politik yang mereka butuhkan? Atau apakah kegagalan orang Islam untuk pergi ke Eropa ini benar-benar menjadikan kombinasi faktor-faktor tersebut?
Apapun alasan-alasan yang dibuat, itu masih pula menyisakan kenyataan bahwa perdagangan antara Eropa dan Asia Selatan itu seluruhnya berada di tangan bangsa Eropa.