8 Syarat Orang yang Ingin Menjalankan Tarekat Menurut KH Hasyim Asyari
Rabu, 18 Januari 2023 - 18:23 WIB
KH Muhammad Hasyim Asy'ari , dalam kitab al-Durrar al-Muntatshirah fi al-Masa'il al-Tis' al'Asyarah, dengan mengutip Kitab Futuhat al-Ilahiyyah, menyebut ada delapan syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang bakal menjalankan tarekat atau thareqat.. Syarat itu adalah sebagai berikut:
1. Qashd shahih, artinya, dalam menjalani thariqat itu ia harus mempunyai tujuan yang benar, yaitu niat menjalaninya sebagai ubudiyyah, yakni penghambaan diri kepada Tuhan Yang Maha Benar (al-Haqq), dan berniat memenuhi haqq al-rubbiyyah, yakni hak Ketuhanan Allah Ta'ala, bukan untuk meraih keramat atau pangkat, juga bukan untuk memperoleh hasil yang bersifat nafsu seperti ingin dipuji orang lain dan seterusnya.
2. Shidq sharif, artinya kejujuran yang tegas, yaitu bahwa murid harus membenarkan dan memandang gurunya sebagai memiliki rahasia keistimewaan (sirr al-khushushiyyah) yang akan membawa muridnya ke hadapan Ilahi atau hadlrat al-ilahiyyah.
3. Adab murdliyyah, artinya, tatakrama yang diridhai, yaitu bahwa orang yang mengikuti thariqat harus menjalankan tatakrama yang dibenarkan ajaran agama, seperti sikap kasih sayang kepada orang yang lebih rendah, menghormati orang lain sesamanya dan yang lebih tinggi, sikap jujur, adil dan lurus terhadap diri sendiri, dan tidak memberi pertolongan kepada orang lain hanya karena kepentingan diri sendiri.
4. Akwal zakiyyah artinya, tingkah laku yang bersih, yaitu bahwa orang masuk thariqat tersebut tingkah lakunya dan ucapan-ucapannya harus sejalan dengan syari'at Nabi Muhammad SAW .
5. Hifz al-hurmah, artinya, menjaga kehormatan, yaitu bahwa orang yang mengikuti thariqat harus menghormati gurunya, hadir atau gaib, hidup atau pun mati, dan menghormati sesama saudara pemeluk Islam, tabah atas sikap-sikap permusuhan saudara, dengan menghormati orang yang lebih tinggi dan cinta kasih kepada orang yang lebih rendah.
6. Husn al-khidmah, artinya, orang yang masuk thariqat harus mempertinggi mutu pelayanannya kepada guru, pada sesama saudara pemeluk Islam, dan kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya al-shiddiq-un dan itulah al-maqshud al-a'dzham (tujuan agung) mengikuti thariqat.
7. Raf' al-himmah, artinya, mempertinggi mutu tekad hati, yaitu bahwa orang masuk thariqat tidak karena tujuan-tujuan dunia dan akhirat tapi karena hendak mencapai ma'rifat khashshah (ma'rifat atau pengetahuan khusus atau istimewa) tentang Allah SWT.
8. Nufudz al-'azimah, artinya, kelestarian tekad dan tujuan, yaitu bahwa orang yang masuk thariqat harus menjaga kelestarian tekad dan tujuannya, memelihara kelanjutan menjalankan thariqatnya, demi meraih ma'rifat khashshah tentang Allah Ta'ala, dan bila melakukan kebajikan maka ia melakukannya dengan lestari sehingga berhasil.
KH Hasyim Asy'ari juga menegaskan bahwa tujuan menjalankan thariqat ialah mempertinggi tatakrama, abad atau akhlaq. Ia mengutip sebuah syair dari Kitab Al-Mabahits al-Ashliyyah, demikian: Tujuan thariqat ialah pendidikan tatakrama, dalam segala tingkah laku, dan itulah madzhabnya.
Dengan mengutip Abu al-Hasan al-Syadzili, Kiai Hasyim Asy'ari mengetengahkan empat tatakrama yang seseorang tidak dapat disebut pengikut thariqat jika tidak menjalaninya, betapapun luasnya pengetahuan orang tersebut.
Empat tatakrama atau akhlak itu ialah: 1). Menjauhi semua orang yang bertindak zalim, seperti penguasa atau orang kaya yang berlaku tidak adil pada orang lain. 2). Menghormati orang yang memusatkan perhatiannya pada akhirat. 3). Menolong kaum melarat. 4). Selalu melakukan sholat berjama'ah dengan orang banyak.
Kiai Hasyim Asy'ari selanjutnya berkata, "Telah berkata Imam Muhy al-Din Ibn al'Arabi, ra. Adapun empat akhlak itu, maka siapa saja yang menjalankan keempat-empatnya, ia sungguh telah menggabungkan semua kebajikan, yaitu: 1) ta'zhim hurumat al-muslimin, artinya, menjunjung kehormatan semua orang Islam; 2) khidmat al-fuqara wa al-masakin, artinya, melayani kaum fakir-miskin; 3) wa l-inshaf min nafsihi, artinya, jujur dan adil mengenai diri sendiri; 4) tark al-intishar la-ha, artinya, tidak memberi pertolongan hanya semata karena kepentingan diri sendiri."
Selanjutoya, KH. Hasyim Asy'ari, dengan mengutip Suhrawardi, menjelaskan bahwa jalan kaum sufi ialah niat untuk membersihkan jiwa dan menjaga hawa nafsu, serta untuk melepaskan diri dari berbagai bentuk 'ujub, takabbur, riya' dan hubb al-dunya (kagum pada diri sendiri, sombong, suka pamrih, dan cinta kehidupan duniawi), dan lain sebagainya, serta menjalani budi pekerti yang bersifat kerohanian, seperti ikhlas, rendah hati (tawadldlu), tawakkal (bersandar dan percaya kepada Tuhan), selalu memberikan perkenan hati pada setiap kejadian dan terhadap orang lain (ridla), dan seterusnya, serta karena hendak memperoleh ma'rifat dari Allah dan tatakrama di hadapan Allah.
Manusia Mulia
Sedangkan Ibnu Taimiyah dalam kitab "al-Shufiyyah wa al-Furuq" menjelaskan bahwa menurut banyak ulama, tasawuf mengandung berbagai hakikat dan keadaan tertentu yang membahas segi-segi kelakuan dan akhlak para pengamalnya.
1. Qashd shahih, artinya, dalam menjalani thariqat itu ia harus mempunyai tujuan yang benar, yaitu niat menjalaninya sebagai ubudiyyah, yakni penghambaan diri kepada Tuhan Yang Maha Benar (al-Haqq), dan berniat memenuhi haqq al-rubbiyyah, yakni hak Ketuhanan Allah Ta'ala, bukan untuk meraih keramat atau pangkat, juga bukan untuk memperoleh hasil yang bersifat nafsu seperti ingin dipuji orang lain dan seterusnya.
2. Shidq sharif, artinya kejujuran yang tegas, yaitu bahwa murid harus membenarkan dan memandang gurunya sebagai memiliki rahasia keistimewaan (sirr al-khushushiyyah) yang akan membawa muridnya ke hadapan Ilahi atau hadlrat al-ilahiyyah.
3. Adab murdliyyah, artinya, tatakrama yang diridhai, yaitu bahwa orang yang mengikuti thariqat harus menjalankan tatakrama yang dibenarkan ajaran agama, seperti sikap kasih sayang kepada orang yang lebih rendah, menghormati orang lain sesamanya dan yang lebih tinggi, sikap jujur, adil dan lurus terhadap diri sendiri, dan tidak memberi pertolongan kepada orang lain hanya karena kepentingan diri sendiri.
4. Akwal zakiyyah artinya, tingkah laku yang bersih, yaitu bahwa orang masuk thariqat tersebut tingkah lakunya dan ucapan-ucapannya harus sejalan dengan syari'at Nabi Muhammad SAW .
5. Hifz al-hurmah, artinya, menjaga kehormatan, yaitu bahwa orang yang mengikuti thariqat harus menghormati gurunya, hadir atau gaib, hidup atau pun mati, dan menghormati sesama saudara pemeluk Islam, tabah atas sikap-sikap permusuhan saudara, dengan menghormati orang yang lebih tinggi dan cinta kasih kepada orang yang lebih rendah.
6. Husn al-khidmah, artinya, orang yang masuk thariqat harus mempertinggi mutu pelayanannya kepada guru, pada sesama saudara pemeluk Islam, dan kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya al-shiddiq-un dan itulah al-maqshud al-a'dzham (tujuan agung) mengikuti thariqat.
7. Raf' al-himmah, artinya, mempertinggi mutu tekad hati, yaitu bahwa orang masuk thariqat tidak karena tujuan-tujuan dunia dan akhirat tapi karena hendak mencapai ma'rifat khashshah (ma'rifat atau pengetahuan khusus atau istimewa) tentang Allah SWT.
8. Nufudz al-'azimah, artinya, kelestarian tekad dan tujuan, yaitu bahwa orang yang masuk thariqat harus menjaga kelestarian tekad dan tujuannya, memelihara kelanjutan menjalankan thariqatnya, demi meraih ma'rifat khashshah tentang Allah Ta'ala, dan bila melakukan kebajikan maka ia melakukannya dengan lestari sehingga berhasil.
KH Hasyim Asy'ari juga menegaskan bahwa tujuan menjalankan thariqat ialah mempertinggi tatakrama, abad atau akhlaq. Ia mengutip sebuah syair dari Kitab Al-Mabahits al-Ashliyyah, demikian: Tujuan thariqat ialah pendidikan tatakrama, dalam segala tingkah laku, dan itulah madzhabnya.
Dengan mengutip Abu al-Hasan al-Syadzili, Kiai Hasyim Asy'ari mengetengahkan empat tatakrama yang seseorang tidak dapat disebut pengikut thariqat jika tidak menjalaninya, betapapun luasnya pengetahuan orang tersebut.
Empat tatakrama atau akhlak itu ialah: 1). Menjauhi semua orang yang bertindak zalim, seperti penguasa atau orang kaya yang berlaku tidak adil pada orang lain. 2). Menghormati orang yang memusatkan perhatiannya pada akhirat. 3). Menolong kaum melarat. 4). Selalu melakukan sholat berjama'ah dengan orang banyak.
Kiai Hasyim Asy'ari selanjutnya berkata, "Telah berkata Imam Muhy al-Din Ibn al'Arabi, ra. Adapun empat akhlak itu, maka siapa saja yang menjalankan keempat-empatnya, ia sungguh telah menggabungkan semua kebajikan, yaitu: 1) ta'zhim hurumat al-muslimin, artinya, menjunjung kehormatan semua orang Islam; 2) khidmat al-fuqara wa al-masakin, artinya, melayani kaum fakir-miskin; 3) wa l-inshaf min nafsihi, artinya, jujur dan adil mengenai diri sendiri; 4) tark al-intishar la-ha, artinya, tidak memberi pertolongan hanya semata karena kepentingan diri sendiri."
Selanjutoya, KH. Hasyim Asy'ari, dengan mengutip Suhrawardi, menjelaskan bahwa jalan kaum sufi ialah niat untuk membersihkan jiwa dan menjaga hawa nafsu, serta untuk melepaskan diri dari berbagai bentuk 'ujub, takabbur, riya' dan hubb al-dunya (kagum pada diri sendiri, sombong, suka pamrih, dan cinta kehidupan duniawi), dan lain sebagainya, serta menjalani budi pekerti yang bersifat kerohanian, seperti ikhlas, rendah hati (tawadldlu), tawakkal (bersandar dan percaya kepada Tuhan), selalu memberikan perkenan hati pada setiap kejadian dan terhadap orang lain (ridla), dan seterusnya, serta karena hendak memperoleh ma'rifat dari Allah dan tatakrama di hadapan Allah.
Manusia Mulia
Sedangkan Ibnu Taimiyah dalam kitab "al-Shufiyyah wa al-Furuq" menjelaskan bahwa menurut banyak ulama, tasawuf mengandung berbagai hakikat dan keadaan tertentu yang membahas segi-segi kelakuan dan akhlak para pengamalnya.