Zakat Merupakan Saudara Kandung Salat, Begini Penjelasan Al-Qardhawi
loading...
A
A
A
Menurut Al-Qardhawi, hanya saja kita yakin bahwa zakat yang telah diwajibkan oleh Islam meskipun sama dalam landasan dan namanya dengan zakat dalam agama-agama dahulu sebenarnya ia merupakan sistem baru yang unik yang belum pernah ada pada agama samawi dahulu maupun dalam undang-undang bumi sekarang ini.
Zakat bukanlah sekadar amal kebajikan yang bersandar kepada keimanan seseorang, akan tetapi ia merupakan ibadah yang selalu dijaga oleh keimanan seseorang, pengawasan jamaah dan kekuasaan daulah.
Pada dasarnya dalam Islam zakat itu dipungut oleh seorang imam (pemimpin) dan lembaga-lembaga syar'i, atau dengan kata lain melalui daulah Islamlah, dalam hal ini melalui lembaga resmi yang telah dinash oleh Al Qur'an dengan nama "Al 'Amilina 'Alaiha."
Dan Al Qur'an memberikan kepada mereka bagian dari pembagian zakat. Itu membuktikan atas disendirikannya anggaran zakat dari pintu-pintu yang lainnya dalam masalah anggaran, sehingga tidak hilang hasil zakat itu untuk pembiayaan negara yang beragam dan sehingga orang-orang yang berhak menerima zakat itu memperolehnya.
Allah berfirman: "Ambilah zakat dan sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (QS At-Taubah: 103)
Di dalam hadis disebutkan, "Sesungguhnya zakat itu diambil dan orang-orang kaya mereka (kaum Muslimin) dan dibagikan kepada, fuqara' mereka," maka zakat merupakan kewajiban yang dipungut, bukan sumbangan bebas yang diserahkan atas kemauan seseorang.
Al-Qardhawi mengatakan data sejarah yang benar telah menceritakan kepada kita bahwa Khalifah yang pertama yaitu Abu Bakar ra telah memobilisasi pasukan dan mengirimkan beberapa katibah (batalyon) serta mengumumkan peperangan atas suatu kaum yang tidak mau membayar zakat.
Ketika itu mereka mengatakan, "Kami akan mendirikan salat tetapi tidak membayar zakat" maka Abu Bakar menolak untuk berunding dengan mereka sedikit pun dari sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah, dan beliau berkata dengan kata-katanya yang masyhur:
"Demi Allah, sesungguhnya saya memerangi orang yang membedakan salat dengan zakat. Demi Allah, kalau mereka membangkang kepadaku sedikit saja yang semula mereka berikan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka."
Abu bakar tidak membedakan antara orang-orang yang murtad, yaitu yang menjadi pengikut orang-orang yang mengaku nabi dengan orang-orang yang tidak mau membayar zakat dan beliau memerangi semuanya.
Al-Qardhawi menjelaskan ketika zakat telah menjadi suatu kewajiban yang pemungutannya dilakukan oleh Daulah Islamiyah dari orang-orang yang wajib membayarkannya, kemudian membagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya, maka Islam menetapkan batasan ukuran (nishab atau standar) yang wajib dikeluarkan dan juga menentukan batas yang akan diberikan serta orang-orang yang berhak menerimanya.
"Islam tidak membiarkan zakat itu terserah pada kemauan hati orang-orang yang beriman, baik dalam menentukan ukuran, kadar dan pemasukan atau pengeluarannya," demikian Syaikh Yusuf al-Qardhawi.
Zakat bukanlah sekadar amal kebajikan yang bersandar kepada keimanan seseorang, akan tetapi ia merupakan ibadah yang selalu dijaga oleh keimanan seseorang, pengawasan jamaah dan kekuasaan daulah.
Pada dasarnya dalam Islam zakat itu dipungut oleh seorang imam (pemimpin) dan lembaga-lembaga syar'i, atau dengan kata lain melalui daulah Islamlah, dalam hal ini melalui lembaga resmi yang telah dinash oleh Al Qur'an dengan nama "Al 'Amilina 'Alaiha."
Dan Al Qur'an memberikan kepada mereka bagian dari pembagian zakat. Itu membuktikan atas disendirikannya anggaran zakat dari pintu-pintu yang lainnya dalam masalah anggaran, sehingga tidak hilang hasil zakat itu untuk pembiayaan negara yang beragam dan sehingga orang-orang yang berhak menerima zakat itu memperolehnya.
Allah berfirman: "Ambilah zakat dan sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (QS At-Taubah: 103)
Di dalam hadis disebutkan, "Sesungguhnya zakat itu diambil dan orang-orang kaya mereka (kaum Muslimin) dan dibagikan kepada, fuqara' mereka," maka zakat merupakan kewajiban yang dipungut, bukan sumbangan bebas yang diserahkan atas kemauan seseorang.
Al-Qardhawi mengatakan data sejarah yang benar telah menceritakan kepada kita bahwa Khalifah yang pertama yaitu Abu Bakar ra telah memobilisasi pasukan dan mengirimkan beberapa katibah (batalyon) serta mengumumkan peperangan atas suatu kaum yang tidak mau membayar zakat.
Ketika itu mereka mengatakan, "Kami akan mendirikan salat tetapi tidak membayar zakat" maka Abu Bakar menolak untuk berunding dengan mereka sedikit pun dari sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah, dan beliau berkata dengan kata-katanya yang masyhur:
"Demi Allah, sesungguhnya saya memerangi orang yang membedakan salat dengan zakat. Demi Allah, kalau mereka membangkang kepadaku sedikit saja yang semula mereka berikan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka."
Abu bakar tidak membedakan antara orang-orang yang murtad, yaitu yang menjadi pengikut orang-orang yang mengaku nabi dengan orang-orang yang tidak mau membayar zakat dan beliau memerangi semuanya.
Baca Juga
Al-Qardhawi menjelaskan ketika zakat telah menjadi suatu kewajiban yang pemungutannya dilakukan oleh Daulah Islamiyah dari orang-orang yang wajib membayarkannya, kemudian membagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya, maka Islam menetapkan batasan ukuran (nishab atau standar) yang wajib dikeluarkan dan juga menentukan batas yang akan diberikan serta orang-orang yang berhak menerimanya.
"Islam tidak membiarkan zakat itu terserah pada kemauan hati orang-orang yang beriman, baik dalam menentukan ukuran, kadar dan pemasukan atau pengeluarannya," demikian Syaikh Yusuf al-Qardhawi.
(mhy)