Idulfitri adalah Back to The Ground, Ini 3 Kualitas Takwa Peraihnya

Sabtu, 22 April 2023 - 04:44 WIB
loading...
Idulfitri adalah Back to The Ground, Ini 3 Kualitas Takwa Peraihnya
Idulfitri dirayakan umat Muslim di seluruh dunia setelah berakhirnya Ramadan. Manusia diingatkan tentang proses spiritual terlahir kembali menjadi insan fitri. Foto/SINDOnews/Sunu Hastoro Fahrurozi
A A A
BANDUNG - Idulfitri dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia setelah berakhirnya bulan suci Ramadan. Di balik perayaannya yang meriah, manusia diingatkan tentang proses spiritual terlahir kembali menjadi insan fitri.

Guru Besar Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Bambang Qomaruzzaman menjelaskan, bahwa Idulfitri sejatinya merupakan momen kemanusiaan untuk kembali menjadi manusia yang diharapkan oleh Allah SWT.


“Idulfitri berarti kembali menyadari tugas seorang mukmin untuk dunia kehidupan ini, bukan untuk kelompoknya, untuk seluruh alam. Sebagai pengelola, manusia mendapatkan tugas memakmurkan kehidupan dunia, memberikan rasa keadilan dan kasih sayang pada semua makhluk,” ujarnya di Bandung, Sabtu (22/4/2023).

Oleh sebab itu, Ketua Lakpesdam PWNU Jabar ini menyebut bahwa Idulfitri adalah back to the ground. Menyadari kelemahan masing-masing diri dan menginsyafi kekuatan hidup bersama.

“Semua mengharapkan muncul pribadi yang memenangkan perjuangan melawan hawa nafsu. Kemenangan itu ditandai dengan munculnya pribadi takwa yang al-kazhiminal ghayza (orang-orang yang menahan amarahnya) wal ‘afina ‘aninnas (memaafkan (kesalahan) orang) dan pribadi yang berbuat ihsan (muhsinin) seperti dikemukakan Ali Imran: 134,” ucap pria yang akrab disapa Prof BeQi ini.

Tiga kualitas ini dibutuhkan oleh NKRI yang majemuk. Pertama, mampu menahan marah (al-kazhimianl ghaza).


Ini artinya pribadi yang beridul fithri adalah pribadi yang bisa memanaje emosinya, memiliki kecerdasan emosional sehingga tak setiap kemarahan, ketidakpuasan, dan kekecewaan harus diekspresikan dalam bentuk kemarahan yang destruktif. Sikap ekstrem muncul saat kemarahan dilampiaskan tanpa penyaring.

“Kedua yakni, memaafkan semua manusia (al-afina aninnas), ini berarti peraih Idulfitri adalah orang tidak memelihara dendam, tidak menyimpan kesalahan orang lain lalu menjadikannya alasan untuk berbuat destruktif. Membersihkan hati dari kesalahan orang lain agar tak ada alasan lagi melakukan kekerasan,” ujarnya.

Ketiga yakni, muhsinin (orang yang melakukan kebaikan). Peraih Idulfitri adalah para muhsinin yang terus berbuat baik pada semua pihak tanpa syarat apapun. Dia menyebut jika negara ini dipenuhi orang muhsinin maka akan luar biasa.

“Dengan tiga kualitas peraih Idulfitri yang bisa mengelola emosi, tidak memelihara dendam kesumat, dan muhsinin pada semua manusia, tak ada alasan untuk tidak merasa bersaudara dan solidaritas pada pemeluk agama lain,” ujarnya.

Prof. BeQi juga menambahkan, Idulfitri dapat menjadi momen yang tepat untuk mempererat tali persaudaraan dan solidaritas antara umat Islam dengan masyarakat pemeluk agama lain. Sebagaimana agama dalam bahasa Arab artinya ad-din atau ad-dayn. Di mana kata ad-dayn itu sendiri artinya utang.

“Orang beragama itu orang yang menyadari utangnya pada Tuhan, pada alam semesta, dan pada sesama manusia. Selama bulan puasa mendukung pelaksanaan Puasa. Tanpa dukungan semua pihak, puasa terasa berat. Dari situ lahirlah sikap rendah hati, tidak sombong, penuh syukur, membalas jasa, dan menjaga kehidupan agar tetap nyaman,” jelasnya.

Untuk itu, guna mewujudkan Idulfitri sebagai pengukuhan insan fitri yang suci dari intoleransi dan ekstremisme khususnya di Indonesia, maka Prof. BeQi berharap adanya dukungan berbagai pihak khususnya para pemimpin agama, tokoh, masyarakat dan pemerintah dalam mempromosikan toleransi dan perdamaian di masyarakat.

“Pemimpin agama itu harus sadar bahwa dirinya itu uswat hasanah, atau model karakter. Pemimpin agama harus menyadari posisinya ini, sehingga ia harus mengelola perkataan, perbuatannya, sekaligus diamnya agar tidak menjadi pemicu bagi perilaku agresif. Karena itu, pemuka agama dan aparat pemerintahan harus sadar diri, jaga ucapan, jaga sikap dan juga perilaku,” katanya.

Ketua Prodi Magister Religious Studies Program Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini juga meminta seluruh umat manusia untuk belajar tidak gampang tersulut kebencian lalu marah.

Umat manusia diminta belajar untuk tidak mendendam ataupun tidak menjadikan kesalahan orang lain sebagai alasan untuk membenci, lalu ingatkanlah orang lain untuk melakukan hal yang sama.

“Belajarlah untuk menjadi muhsin, dan ajak semua orang untuk belajar menjadi muhsinin. Selalu ingatlah, orang lain terus mengamati kita. Mereka akan menjadikan perilaku kita untuk menilai kebaikan dan keburukan ajaran Islam. Jadikan perilaku kita ini sebagai alasan orang-orang kagum pada ajaran Islam, bukan sebaliknya,” pungkasnya.
(shf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2094 seconds (0.1#10.140)