Catatan Safa Khatib tentang sang Nenek: Kisah Pengantin Baru dalam Petaka 15 Mei

Selasa, 16 Mei 2023 - 15:11 WIB
loading...
Catatan Safa Khatib tentang sang Nenek: Kisah Pengantin Baru dalam Petaka 15 Mei
Safaa Khatib foto bersama pamannya, Abdul Moneim Khatib dan istrinya, Fathiya Salem Saqr. Foto: Safaa Khatib/MEE
A A A
Tiap tanggal 15 Mei, rakyat Palestina di seluruh dunia memperingat hari Nakba atau malapetaka. Ini adalah hari pembersihan etnis ratusan ribu orang Palestina di tangan paramiliter Zionis pada tahun 1948.

Safa Khatib yang sejak kematian neneknya, 15 tahun yang lalu, melakukan pencarian dalam mengenang orang-orang Palestina di seluruh tanah yang diduduki Israel .

"Dalam upaya saya untuk mengabadikan lebih banyak cerita dan video, saya seolah-olah mencoba bersaing dengan waktu, yang telah mencuri kakek dan nenek dari saya. Itu melampaui minat pribadi untuk sesuatu yang lebih besar dan kolektif," ujar Safa.

Perempuan yang lahir di Kana di Galilea itu kini tinggal dan bekerja di Warisan Budaya dan Restorasi di Florence, Italia . Ia bergelar Bachelor of Arts dalam bidang fotografi dari Akademi Seni dan Desain Bezalel di Yerusalem (2016), dan Master dalam studi sinema dari University of Haifa. Sudah banyak karyanya yang dipamerkan di Eropa dan di Palestina.



Berikut selengkapnya kisah yang ditulis Safa Khatib dalam artikelnya yang dipublikasikan laman Middle East Eye (MME) bertepatan dengan hari Nakba, 15 Mei 2023 tersebut.
Catatan Safa Khatib tentang sang Nenek: Kisah Pengantin Baru dalam Petaka 15 Mei


Pengantian Baru

Saat itu musim panas tahun 1948, dan saat bulir gandum mengering di lantai pengirikan di Galilea. Para petani menghabiskan malam-malam yang hangat dengan merayakan pernikahan dan mendengarkan lagu-lagu rakyat tradisional.

Mereka berpindah dari satu halaman ke halaman lain, dari satu lantai pengirikan ke lantai lain, mengawal pengantin pria ke pengantin wanita. Musim panas itu, nenek dari pihak ayah, Sarwa Ibrahim al-Saleh, menikah dengan pemuda desa, Mohammed Mustafa al-Essa.

Hanya dua minggu telah berlalu sejak pernikahan mereka, ketika sebuah unit dari Brigade Golani Zionis tiba pada 16 Juli 1948. Mereka menangkap 22 pemuda dari desa tersebut dan menyeret mereka ke kebun anggur terdekat, di mana mereka dieksekusi dengan darah dingin.

Di antara para pemuda itu adalah suami baru nenek saya dan satu-satunya saudara laki-lakinya, juga seorang pengantin baru.

Hari itu, nenek saya kehilangan jaringan pendukungnya, dan desa Ailut di distrik Nazareth berduka atas hilangnya 40 martir dari dua pembantaian, yang menandakan pendudukan tetangga Safuriya, saat pasukan Israel bergerak untuk menguasai Galilea.



Adapun jumlah korban keseluruhan, kami kehilangan seluruh Palestina, dengan penghancuran lebih dari 500 desa dan kota; pendudukan dari apa yang tersisa; dan dilakukannya lusinan pembantaian, yang bertujuan untuk melenyapkan atau mengusir secara paksa penduduk asli.

Pada akhirnya, 750.000 warga Palestina mengungsi selama Nakba, sementara rumah dan tanah mereka dijarah dan disita untuk membuka jalan bagi pembentukan Israel.

Tujuh puluh lima tahun telah berlalu sejak itu, dan kami masih membayar harganya hingga hari ini. Nakba tidak membiarkan satu pun orang Palestina tidak terpengaruh, mengambil sesuatu dari kami masing-masing.

Kami terus menentang segala upaya untuk melupakan apa yang terjadi pada kami sebagai manusia - leluhur kami, ayah dan ibu kami, dan kami, sebagai generasi ketiga dan keempat dari Nakba.

Kesedihan nenek saya mengikutinya sepanjang hidupnya, bahkan setelah dia menikah dengan kakek saya, Hussein Ahmad Khatib dari desa al-Azeer, dan memberinya tiga putra dan lima putri. Bahkan dengan puluhan cucu dan cicit, kesedihan tidak pernah lepas darinya.

Catatan Safa Khatib tentang sang Nenek: Kisah Pengantin Baru dalam Petaka 15 Mei


Bangkit seperti Burung Phoenix
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3007 seconds (0.1#10.140)