Selain Hagia Sophia, Ini yang Jadi Korban Setelah Kesultanan Utsmani Runtuh

Jum'at, 24 Juli 2020 - 10:26 WIB
loading...
Selain Hagia Sophia, Ini yang Jadi Korban  Setelah Kesultanan Utsmani Runtuh
Hagia Sophia. Foto/Ilustrasi/ist
A A A
Hagia Sophia diubah dari masjid menjadi museum menyusul runtuhnya Kesultanan Utsmani pada November 1922 M dan digantikan oleh Republik Sekuler Turki . Mustafa Kemal Atatürk, Presiden Turki pertama, memerintahkan penutupan Hagia Sophia atau Aya Sofya pada 1931 M untuk umum. Penggunaan Aya Sofya sebagai tempat ibadah dilarang keras oleh pemerintah sekuler Turki. ( )

Empat tahun kemudian yaitu pada 1935 M dibuka sebagai museum. Karpet untuk ibadah salat dihilangkan, plester dan cat-cat kaligrafi dikelupas, menampakkan kembali lukisan-lukisan Kristen yang tertutupi selama lima abad.



Sejak saat itu, Aya Sofya dijadikan salah satu objek wisata terkenal oleh pemerintah Turki di Istanbul.

Pada tahun 2006, pemerintah Turki mengizinkan alokasi khusus untuk sebuah ruangan doa Kristen dan museum Muslim staf. Lalu, sejak tahun 2013, muazin mengumandangkan azan dari menara museum dua kali saat siang hari. Selanjutnya, pada bulan Ramadhan 1437 H/2016, pemerintah Turki memulihkan beberapa fungsi Aya Sofya sebagai masjid kembali selama bulan Ramadhan.

Kitab suci Al Quran dibacakan di Aya Sofya setiap harinya pada bulan suci Ramadhan. Pembacaan dimulai sejak awal Ramadhan.

Pada 27 Maret 2019, pada salah satu kampanye Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjanjikan untuk mengembalikan fungsi Aya Sofia sebagai masjid, sesuai dengan usulan dan keinginan rakyat Turki.

Pada Bulan Juni 2020, beberapa Uskup Katolik di Turki dan tokoh-tokoh Katolik Roma menyatakan dukungan secara tidak langsung terhadap keputusan pemerintah Turki atas status Aya Sofia. Menurut mereka, Permerintah Turki memiliki kedaulatan untuk menentukan eksistensi dan status Aya Sofia.

Sedangkan Patriarki Armenia mendukung keputusan pemerintah disertai dengan harapan agar selain dialih-fungsikan sebagai masjid, pada bagian tertentu di Aya Sofia diberikan ruangan untuk tempat beribadah umat Kristen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan pesan perdamaian, toleransi, dan hubungan yang lebih erat antara Islam dan Kristen.

Pada tanggal 10 Juli 2020, Pengadilan tinggi Turki membatalkan keputusan 1943 yang mengubah status Aya Sofia menjadi museum.

Seiring dengan keputusan tersebut, pada tanggal yang sama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan dekrit yang berisi, "Hagia Sophia kembali ke fungsinya semula sebagai tempat ibadah umat Islam". Ibadah pertama bisa dilakukan mulai hari ini, Jumat 24 Juli.


Sekularisasi
Kembali ke sekularisasi Mustafa Kemal. Bukan hanya Aya Sofya yang terkena kebijakan itu. Dalam mendorong kebijakan-kebijakan yang bersifat sekularis dari reformasi Kemalis, terdapat tiga bidang terpenting dalam kebijakannya.

Pertama, sekularisasi negara, pendidikan dan hukum; serangan terhadap pusat-pusat kekuatan tradisonal ulama yang sudah melembaga. Tahab sekularisasi yang sangat mencengangkan adalah ditutup dan dihapuskannya ketentuan Islam sebagai agama Turki yang sudah berlaku 600 tahun lamanya.

Pemisahan agama Islam sebagai agama resmi dan semua kegiatan agama Islam harus dihapuskan menunjukkan sekularisasi yang paling pertama dilakukan Mustafa Kemal.

Pada 9 April 1928, peruntukan perlembagaan yang mengisyaratkan bahwa Islam adalah agama negara telah dimusnahkan. Malah, pengajaran agama Islam di sekolah-sekolah diharamkan.



Kedua, serangan terhadap simbol-simbol religius dan menggantinya dengan simbol-simbol peradaban Eropa. Selama Kemal Atatürk berkuasa di Turki, ia berusaha melaksanakan program liberalisasi masyarakat Turki secara sistematik. Ia memulai aliran ini dengan meletakkan ke semua urusan agama termasuk pendidikan Islam di bawah pengawalan pemerintahannya.

Kemudian pada 1924, ia mengarahkan pihak tentara dan kaki tangan awam untuk memakai topi ala Barat dengan meninggalkan pemakaian fez (topi tradisional Turki). Tidak lama selepas itu, undang-undang ditumbuhkan untuk mengharamkan pemakaian fez dengan mewajibkan semua kaum lelaki Turki memakai topi ala Barat.

Ketiga, sekularisasi terhadap kehidupan Islam dan kehidupan sosial. Pada tahun 1928, Mustafa Kemal memberlakukan alphabet Latin dengan mengubah Bahasa Arab bahasa Turki. Bahasa Arab sudah tidak boleh digunakan dalam dan di berbagai hal apa pun.

Pada 17 Februari 1926, undang-undang syariah digantikan dengan undang-undang Switzerland yang telah diterjemah secara verbatim.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1779 seconds (0.1#10.140)