Selain Hagia Sophia, Ini yang Jadi Korban Setelah Kesultanan Utsmani Runtuh

Jum'at, 24 Juli 2020 - 10:26 WIB
loading...
A A A
Pada akhirnya, perkembangan masyarakat di Turki menemukan karakter sendiri yang unik. Suatu bentuk percampuran yang rumit antara pemikiran Kemalisme yang fundamental dan radikal dengan pemikiran liberalis. Pun menentang Kemalisme tetapi tidak ingin ideologi ini diganti sehingga pemikiran Islam, baik yang konservatif maupun moderat tetap ada.

Adapun tentang sekularisasi dan modernisasi yang berkembang di Turki pada masa Rezim Kemalis, Bryan S. Turner, seorang guru besar sosiologi di Universitas Flinders (Australia Selatan), menyimpulkan bahwa sekularisme tersebut merupakan suatu bentuk pemaksaan dari pemerintah rezim, bukan sekularisasi yang tumbuh sebagai suatu konsekuensi dari proses modernisasi seperti di negara-negara Eropa.



Selain itu sekularisasi di Turki pada saat itu merupakan peniruan secara sadar pola tingkah laku masyarakat Eropa yang dianggap modern dan lebih maju. Bagi Kemalis, manusia Turki baru tidak saja harus berpikiran rasional seperti orang-orang Eropa, tetapi juga harus meniru tatacara berperilaku dan berpakaian seperti mereka.

Kemudian, apakah Atatürk dan para penerusnya yang datang setelah itu, dengan segenap undang-undang, media pengajaran, tentara dan polisi serta dengan dukungan bangsa-bangsa Barat yang ada di belakangnya, mampu memisahkan dasar-dasar ajaran, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam dari kehidupan rakyat Muslim Turki?

Dalam surat kabar Lemonde Deplomatika pada edisi 18 Januari 1983 M, ada sebuah diskursus tentang Turki: antara Barat dan keuntentikan Islam dan tulisan yang dimuat oleh majalah Ar-Raid yang terbit di Akh Jerman.



Tulisannya begini: Setelah perbaikan berjalan selama dua abad, dengan mengubah karakter masyarakat Turki menjadi karakter masyarakat Barat dan setelah kekuasaan sekuler berlangsung selama setengah abad di sana, tampaknya ada indikasi kebangkitan baru Islam di Turki yang termasuk negara-negara Islam pertama, yang pernah mengalami pemisahan antara politik dan agama.

Dari sini terlihat jelas bahwa ungkapan Bryan S. Turner di atas benar. Artinya sekularisasi yang terjadi di Turki adalah suatu bentuk pemaksaan dari pemerintah rezim, bukanlah sekularisasi yang tumbuh sebagai suatu konsekuensi dari proses modernisasi seperti di negaranegara Eropa.



Menurut Adian Husaini dalam Wajah Peradaban Barat, bentuk pemaksaan tersebut juga sangat jelas dari ungkapan Abdullah Cevdet, seorang tokoh Gerakan Turki Muda, yang menyatakan bahwa hanya ada satu peradaban dan itu adalah peradaban Eropa. Karena itu, menurutnya Turki harus meminjam peradaban Barat, baik bunga mawar maupun durinya sekaligus.

Ungkapan Abdullah Cevdet tersebut menyiratkan bahwa Turki harus mengadopsi peradaban Barat secara mentah-mentah; semua unsur termasuk yang jelek sekalipun. (2), (3) , ( 4 )

Ungkapan Cedvet itu sangat bertentangan dengan apa yang dikemukakan oleh Seyyed Hossein Nasr dalam ceramah umumnya tentang “Islam and Modern Science” untuk the Pakistan Study Group dan the MIT Muslim Students Association: Tidak ada satu ilmu pun yang diserap oleh sebuah peradaban tanpa ada pembuangan. Ini diibaratkan seperti tubuh, jika kita hanya makan dan tubuh kita tidak mengeluarkan sesuatu (buang air) maka kita akan mati dalam beberapa hari. Makanan yang dimakan oleh tubuh, sebagian akan diserap dan sebagian akan dibuang. (Baca juga: Sujud Syukur Dunia Islam Sambut Kemenangan Al-Fatih, Hagia Sophia Jadi Masjid )
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2753 seconds (0.1#10.140)