Kisah Nabi Ibrahim Diusir dari Babilonia dan Menangis saat Meninggalkan Siti Hajar di Makkah
loading...
A
A
A
Pengadilan di Babilonia memutuskan membuang Ibrahim dari negeri itu. Beliau pun meninggalkan tempat kelahirannya, lalu pergi ke Mesir dan Palestina. Amaliqa, yang menguasai wilayah-wilayah itu, menyambutnya dengan hangat dan memberikan kepadanya banyak hadiah, satu di antaranya adalah seorang budak perempuan bernama Hajar .
Dalam buku "Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW" karya Ja'far Subhani disebutkan istri Ibrahim, Sarah, belum melahirkan anak hingga saat itu. Oleh karena itu, ia menyarankan Ibrahim supaya kawin dengan Hajar, dengan harapan kiranya beliau diberkati seorang putra, yang akan menjadi sumber kebahagiaan dan kesenangan mereka.
Perkawinan dilangsungkan, dan Hajar kemudian melahirkan seorang putra yang diberi nama Ismai'l. Itu terjadi jauh sebelum Sarah hamil dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Ishaq.
Setelah beberapa waktu, sebagaimana diperintahkan Allah, Ibrahim membawa Isma'il dan ibunya, Hajar ke selatan (Makkah), dan menempatkan mereka di suatu lembah yang tak dikenal. Lembah ini tak berpenghuni, dan hanya kafilah dari Sunah ke Yaman dan sebaliknya yang memasang tenda di sana. Bila tidak ada kafilah, tempat ini benar-benar sepi dan hanya merupakan hamparan pasir membakar sebagaimana bagian-bagian tanah Arab lainnya.
Tinggal di tempat yang mengerikan itu sungguh sulit bagi seorang perempuan yang telah melewatkan hari-harinya di negeri Amaliqa. Terik gurun yang membakar dan anginnya yang amat sangat panas memberikan bayangan kematian di hadapan mata.
Ibrahim sendiri sangat prihatin atas kenyataan ini. Sementara memegang kendali hewan tunggangannya dengan maksud mengucapkan selamat tinggal kepada istri dan anaknya, air matanya mengalir, dan ia berkata kepada Hajar, "Wahai Hajar! Semua ini dilakukan menurut perintah Yang Mahakuasa, dan perintah-Nya tak dapat dilawan. Bersandarlah pada rahmat Allah, dan yakinlah bahwa Ia tak akan menistakan kamu."
Kemudian Ibrahim berdoa kepada Allah dengan penuh khusyuk, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dan buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian." (QS al-Baqarah, 2:126).
Ketika sedang menuruni bukit, Ibrahim menengok ke belakang dan berdoa kepada Allah untuk mencurahkan rahmat-Nya kepada mereka.
Walaupun perjalanan tersebut tampak sangat sulit dan susah, di kemudian hari terbukti bahwa hal itu mengandung makna yang amat penting. Di antaranya adalah pembangunan Kakbah yang memberikan dasar yang agung bagi para penganut tauhid untuk mengibarkan panji penyembahan kepada Allah Yang Esa di Arabia, dan merupakan fundasi gerakan keagamaan yang besar, yang akan mendapat bentuk di kemudian hari, yaitu gerakan besar yang beroperasi di negeri ini melalui pengunci segala nabi.
Dalam buku "Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW" karya Ja'far Subhani disebutkan istri Ibrahim, Sarah, belum melahirkan anak hingga saat itu. Oleh karena itu, ia menyarankan Ibrahim supaya kawin dengan Hajar, dengan harapan kiranya beliau diberkati seorang putra, yang akan menjadi sumber kebahagiaan dan kesenangan mereka.
Perkawinan dilangsungkan, dan Hajar kemudian melahirkan seorang putra yang diberi nama Ismai'l. Itu terjadi jauh sebelum Sarah hamil dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Ishaq.
Setelah beberapa waktu, sebagaimana diperintahkan Allah, Ibrahim membawa Isma'il dan ibunya, Hajar ke selatan (Makkah), dan menempatkan mereka di suatu lembah yang tak dikenal. Lembah ini tak berpenghuni, dan hanya kafilah dari Sunah ke Yaman dan sebaliknya yang memasang tenda di sana. Bila tidak ada kafilah, tempat ini benar-benar sepi dan hanya merupakan hamparan pasir membakar sebagaimana bagian-bagian tanah Arab lainnya.
Tinggal di tempat yang mengerikan itu sungguh sulit bagi seorang perempuan yang telah melewatkan hari-harinya di negeri Amaliqa. Terik gurun yang membakar dan anginnya yang amat sangat panas memberikan bayangan kematian di hadapan mata.
Ibrahim sendiri sangat prihatin atas kenyataan ini. Sementara memegang kendali hewan tunggangannya dengan maksud mengucapkan selamat tinggal kepada istri dan anaknya, air matanya mengalir, dan ia berkata kepada Hajar, "Wahai Hajar! Semua ini dilakukan menurut perintah Yang Mahakuasa, dan perintah-Nya tak dapat dilawan. Bersandarlah pada rahmat Allah, dan yakinlah bahwa Ia tak akan menistakan kamu."
Kemudian Ibrahim berdoa kepada Allah dengan penuh khusyuk, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dan buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian." (QS al-Baqarah, 2:126).
Ketika sedang menuruni bukit, Ibrahim menengok ke belakang dan berdoa kepada Allah untuk mencurahkan rahmat-Nya kepada mereka.
Walaupun perjalanan tersebut tampak sangat sulit dan susah, di kemudian hari terbukti bahwa hal itu mengandung makna yang amat penting. Di antaranya adalah pembangunan Kakbah yang memberikan dasar yang agung bagi para penganut tauhid untuk mengibarkan panji penyembahan kepada Allah Yang Esa di Arabia, dan merupakan fundasi gerakan keagamaan yang besar, yang akan mendapat bentuk di kemudian hari, yaitu gerakan besar yang beroperasi di negeri ini melalui pengunci segala nabi.
(mhy)