Kurban via Aplikasi Digital, Bagaimana Menurut Fiqih?

Kamis, 30 Juli 2020 - 18:06 WIB
loading...
Kurban via Aplikasi Digital, Bagaimana Menurut Fiqih?
Idul Adha dikenal juga sebagai hari raya kurban, umat muslim yang memiliki kemampuan dianjurkan untuk berkurban. Foto ilustrasi/ist
A A A
Sesuai syariat, berkurban dilakukan melalui transaksi jual beli langsung ke pedagang hewan kurban. Namun, dalam perkembangannya, inovasi berkurban berkembang sesuai keadaan zaman. Misalnya, di era pandemi Covid 19 ini, yang mengharuskan kegiatan dilakukan secara online atau virtual . Secara umum, bahkan fenomena digital telah mempengaruhi kegiatan berkurban. Artinya, kurban bisa dilakukan secara online.

Nah, bagaimana sebenarnya kaidah fiqih menilai berkurban secara online ini? Artinya, kurban online adalah membeli hewan kurban secara online, pakai aplikasi atau lewat situs web penyedia. Inovasi yang lebih jauh lagi, hewan kurban yang dibeli pun tidak lalu dikirim ke rumah atau lokasi yang diminta pekurban.

Praktik muamalah seperti ini menurut para ulama, termasuk kategori wakalah atau perwakilan. Yakni kita mewakilkan keperluan kepada lembaga atau panitia yang siap memenuhi kebutuhan ibadah kurban. Wakalah jelas diperbolehkan menurut Al-Qur'an dan hadis, karena cukup membantu dan mempermudah terselenggaranya ibadah. (Baca juga : Bolehkah Perempuan Ikut Bertakbiran dan Bagaimana Tata Caranya? )

Dalam sebuah hadis disebutkan,

وَأَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى جَوَازِ الْوَكَالَةِ فِي الْجُمْلَةِ وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ دَاعِيَةٌ إلَى ذَلِكَ ؛ فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ كُلَّ وَاحِدٍ فِعْلُ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ، فَدَعَتْ الْحَاجَةُ إلَيْهَا

“(Ulama) umat ini sepakat atas kebolehan wakalah secara umum atas hajat yang perlu adanya perwakilan, karena setiap orang tidak mungkin menangani segala keperluannya sendiri, sehingga ia memerlukan perwakilan untuk hajatnya,” (Ibnu Qudamah, Al Mughni).

Adapun pendapat Imam Jalaluddin Al Mahalli terkait syaratwakalah dalam Syarah Mahalli ala Minhajut Thalibin sebagai berikut,

وَيُشْتَرَطُ أَنْ يَكُوْنَ كُلٌّ مِنْهُمْ مُمَيِّزًا مَأْمُوْنًا وَأَنْ يُظَنَّ صِدْقُهُ إِلَى أَنْ قَالَ (قَوْلُهُ وَإِيْصَالِ هَدِيَّةٍ) وَدَعْوَةِ وَلِيْمَةٍ وَذَبْحِ أُضْحِيَّةٍ وَتَفْرِقَةِ زَكَاةٍ إهـ

“Masing-masing dari mereka itu disyaratkan sudah tamyiz (mampu membedakan mana yang baik dan buruk), terpercaya, dan terduga kejujurannya. Pengertian ‘menyampaikan hadiah’ mencakup undangan pengantin , menyembelih binatang kurban, dan membagikan zakat,”.

Dari penjelasan di atas, hukum kurban online adalah mubah , namun harus meliputi berbagai syarat, agar antara pengurban dan lembaga yang terkait tidak saling terbuka dan tidak ada yang dirugikan.

Dipengaruhi Lembaga Penyedia

Dikutip dari laman dhompetdhuafa.org, hukum kurban secara online sangat terpengaruh oleh lembaga yang diamanahkan untuk menyembelih dan menyalurkan kurban. Salah satu lembaga penyelenggara kurban yang kredibel di Indonesia adalah Dompet Dhuafa. Lembaga ini tercatat sejak tahun 1994 telah dipercaya masyarakat Indonesia melalui program ‘Tebar Hewan Kurban’ mendistribusikan kurban ke pelosok Indonesia dan Dunia.

Ahmad Fauzi Qoshim, Manager Corps Dai Dompet Dhuafa menjelaskan terkait hukum kurban online, ia menyebutkan sistem jual-beli bukan wakalah. Menurutnya, jumhur ulama membolehkan jual beli barang dengan sifat (menyebutkan sifat-sifatnya atau menampilkan gambarnya), dengan syarat sifat-sifat barang yang jelas (seperti ukuran, jenis, kapan penyerahan barang dan lain sebagainya), serta terbebas dari unsur penipuan. (Baca juga : Inilah Penampilan Terbaik Muslimah Saat Salat Ied )

Terkait ijab kabul pun dianggap sah. Ijab kabulnya melalui transasksi pmesanan atau pembelian. Mereka mengatakan bahwa penyebutan sifat-sifat barang yang akan dijual sama kedudukannya dengan melihat secara langsung. Di antara dalilnya adalah :

“Barang siapa yang jual beli salaf (salam) maka hendaklah berjual beli salaf (salam) dengan ukuran tertentu, berat tertentu sampai waktu tertentu. (HR. Bukhari Muslim).

Ada Amalan yang Hilang

Namun demikian ada satu hal pentingyang harus dipahami bahwa pada asalnya, tempat menyembelih kurban adalah daerah orang yang berkurban (domisilinya). Karena demikianlah yang dipraktikkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Bahkan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah sangat memotivasi masyarakat, agar berkurban di daerah di mana dia berada.

Meskipun, masyarakat setempat sudah mampu atau tergolong kaya. Karena, tujuan utama berkurban, bukan semata-mata mendapatkan dagingnya, tetapi lebih pada menerapkan sunnah dan syiar kaum muslimin.

Allah Ta'ala berfirman,

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

“Dagingnya maupun darahnya tidak akan sampai kepada Allah, namun yang sampai kepada-Nya adalah takwa kalian.” (QS. Al-Hajj: 37)

Bagian dari bertakwa kepada Allah ketika berkurban adalah menjaga sunah dan syiar dalam berkurban. Sementara itu, ketika mengirim hewan kurban ke luar daerah, dipastikan akan ada beberapa sunah yang hilang.

Di antara sunah yang tidak terlaksana ketika seseorang mengirim hewan kurban ke luar daerah adalah:
Pertama, Dzikir kepada Allah ketika penyembelihan hewan kurban. Allah berfirman, ketika menjelaskan tentang berkurban,

فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا

“Sebutlah nama Allah ketika menyembelihnya.” (QS. Al-Hajj: 36)

Shohibul kurban tidak bisa melakukan ajaran ini, jika hewan kurbannya disembelih di tempat lain.

Kedua, menyembelih hewan kurban sendiri atau turut menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya, jika diwakilkan kepada orang lain. Menyerahkan hewan kurban ke daerah lain, tidak akan mendapatkan keutamaan ini.

Ketiga, makan daging kurban dianjurkan bagi shohibul kurban untuk memakan bagian hewan kurbannya. Allah berfirman,

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Makanlah bagian hewan kurban tersebut dan sedekahkan kepada orang yang membutuhkan,” (QS. Al-Haj: 28)

Keempat, shohibul kurban tidak mengetahui kapan hewannya disembelih. Sementara itu, shohibul kurban disyariatkan untuk tidak potong kuku maupun rambut, sampai hewan kurbannya disembelih. (Baca juga : Wajibnya Berhijab di Rumah Dalam Kondisi Tertentu )

Berdasarkan alasan ini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin melarang mengirim hewan kurban dalam keadaan hidup maupun mengirim sejumlah uang untuk dibelikan hewan kurban dan disembelih di tempat lain. Akan tetapi bila menyembelih hewan kurban di tempat domisili, kemudian membagikan dagingnya ke luar wilayah, maka hal tersebut diperbolehkan bila wilayah domisilinya tidak ada lagi yang menerima atau jumlah daging sangat melimpah.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3911 seconds (0.1#10.140)