Konsep Islam Menanggulangi Korupsi, Ibnu Asyur: Perlu Reformasi Individual dan Sosial

Minggu, 12 November 2023 - 14:41 WIB
loading...
Konsep Islam Menanggulangi Korupsi, Ibnu Asyur: Perlu Reformasi Individual dan Sosial
Solusi penanggulangan korupsi melalui pendekatan teologis, yaitu konsep reformasi individual dan reformasi sosial. Ilustrasi: Ist
A A A
Orang yang beriman kepada Allah SWT akan menjauhkan diri dari perbuatan kotor, seperti korupsi . Muhammad Tahir Ibnu Asyur (w.1973 M), bapak tokoh Maqasid Syari’ah modern, menawarkan konsep solusi penanggulangan korupsi melalui pendekatan teologis, yaitu konsep reformasi individual dan reformasi sosial.

Sadruddin ‘Ali Ibn ‘Ali Muhammad Ibn Abial-‘Izz al-Hanafi dalam kitab "Syarah al-‘Aqidah at-Tahawiyyah" menyebutkan bahwa konsep Islam di dalam membangun dasar-dasar undang-undang (principles constitution) adalah berbasis atas dua hal, yakni pertama: dasar-dasar reformasi individual, dan kedua: dasar-dasar reformasi sosial.

Konsep dasar-dasar reformasi individual itu mencakup: reformasi akidah (islahu al-‘aqidah/theology reformation), reformasi pemikiran (islahu at-tafkir/thought reformation), reformasi aktivitas (islahu al-‘amal/activity reformation), dan pembangunan aspek kejiwaan (ijadu alwazi’ an-nafsani).

Sedangkan dasar-dasar reformasi sosial itu mencakup: pembentukan pan Islamisme (ijadu al-jami’ah al-islamiyah), pembentukan komunitas Muslimin (ijadu jama’ati al-muslimin), dan persaudaraan Islamiyah (ukhuwwah islamiyah).



Percaya kepada Allah Taala

Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam yang menjadi sumber petunjuk/hidayah, ajaran dan nilai, di mana sisi-sisi nilai dan ajarannya akan selalu up to date, solihun likulli zamanin wa makanin dan diyakini kebenarannya pastilah banyak berbicara tentang pendekatan teologis sebagai sebuah solusi penyakit manusia baik fisik dan mental.

Ali Fikri Noor dalam desertasinya berjudul "Penanggulangan Korupsi melalui Pendekatan Teologis Berbasis al-Quran" memaparkan beberapa ayat berikut tema-temanya yang mengisyaratkan tentang pendekatan teologis sebagai suatu sistem komprehensif bagi penganggulangan penyakit kriminal sosial secara umum, dan korupsi secara khusus.

Salah satunya adalah bahwa iman kepada Allah dan urgensitasnya dalam pencegahan korupsi.

Menurutnya, beriman kepada Allah SWT memiliki urgensitas dan pengaruh kuat dan besar bagi kehidupan manusia, dan bagi penanggulangan korupsi, sebab beriman kepada Allah SWT akan memberikan bekas dan pengaruh dalam perilaku seorang muslim, dalam karakter dan tabiatnya, dan pemikiran-pemikirannya, yang kesemuanya itu akan memberikan pengaruh dan dampak terbesar bagi pencegahan dan pembentengan dari perilaku korupsi.



Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam QS Taha/20:7:

وَاِنۡ تَجۡهَرۡ بِالۡقَوۡلِ فَاِنَّهٗ يَعۡلَمُ السِّرَّ وَاَخۡفٰى

Wa in tajhar bilqawli fainnahuu ya'lamus sirra wa akhfaa

Artinya: "Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi." ( QS Thaha : 7)

Menurut Ali Fikri Noor, pencegahan dan pembentengan dimaksud akan terbangun dalam cara-cara berikut:

a. Terbangun dan terciptanya pengendalian diri/self control (ar-riqabah az- zatiyah) dalam jiwa orang beriman.

Ali Fikri Noor mengatakan atas dasar inilah para pakar dan ulama teologi seperti Imam Abu Hanifah yang tertuang di dalam karyanya "al-Fiqh al-Akbar", Imam at-Tahawi dalam "al-‘Aqidah at-Tahawiyah", dan Imam Ibn Abi al-‘Izz al-Hanafi dalam "Syarah al-‘Aqidah at-Tahawiyah" memandang bahwa kewajiban utama dan pertama bagi setiap muslim yang sudah masuk usia akil baligh adalah mempelajari ilmu tauhid terlebih dahulu, sebelum mempelajari bidang-bidang ilmu lainnya.



Demikian agar dia mengalami ketenangan batin dan jiwa, dan kelurusan jalan (istiqamah) di dalam menjalani kehidupan dunia.

Ibn al-‘Izz al-Hanafi menyimpulkan pendapat Imam Abu Hanifah dalam ungkapannya: Hajat atau kebutuhan manusia terhadap bidang disiplin ilmu ini (akidah /teologi Islam) berada di atas kebutuhan-kebutuhan apapun, dan pentingnya kebutuhan manusia mempelajarinya berada di atas setiap kepentingan apapun.

Hal demikian dikarenakan tidak akan pernah ada kehidupun pada hati-hati seluruh manusia itu, tidak pernah pula ada kenikmatan di dalamnya, tidak akan pernah pula mereka merasakan ketenangan batin dalam kehidupannya, kecuali di saat mereka itu telah mengenal, dan mengetahui Tuhannya, yang menjadi sesembahannya, dan penciptanya, mengenal-Nya dengan seluruh nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan perbuatannya.

Dan bersamaan dengan hal itu disertai pula dengan rasa kecintaannya yang terdepan kepada-Nya dari segala kecintaannya kepada apapun, juga disertai dengan kesungguhannya mendekatkan dirinya kepada Nya, daripada kedekataannya dengan semua makhluk ciptaan-Nya.



b. Terbangunnya salah satu cabang dari cabang-cabang Iman, yaitu moralitas “rasa malu”.

c. Menumbuhkan stimulus (perangsang) untuk melakukan amal soleh, sebagaimana difirmankan:

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ ۚ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى ٱلْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا ۖ وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Huwallażī khalaqas-samāwāti wal-arḍa fī sittati ayyāmin ṡummastawā 'alal-'arsy, ya'lamu mā yaliju fil-arḍi wa mā yakhruju min-hā wa mā yanzilu minas-samā`i wa mā ya'ruju fīhā, wa huwa ma'akum aina mā kuntum, wallāhu bimā ta'malụna baṣīr

Artinya: "Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadaNya, Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. ( QS al-Hadid/57 : 4).



Ibnu Katsir dalam "Tafsir al-Qur’an al-Azim", menjelaskan tafsir dan makna ayat ini: Dialah Allah yang mengawasi kalian, menyaksikan seluruh perbuatan kalian di mana saja dan bagaimana saja kondisi kalian, di daratan dan di lautan, pada malam hari atau siang hari, di rumah-rumah atau di gua-gua, seluruhnya sama-sama di bawah ilmu dan pengawasan-Nya, penglihatan serta pendengaran-Nya, Ia mendengar ucapan kalian, melihat tempat kalian, mengetahui rahasia kalian, dan bisikan-bisikan kalian”.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2794 seconds (0.1#10.140)