Dianggap Timbulkan Perpecahan, Musthafa Kemal Tolak Ajaran Salat

Jum'at, 07 Agustus 2020 - 12:32 WIB
loading...
Dianggap Timbulkan Perpecahan, Musthafa Kemal Tolak Ajaran Salat
Upacara militer saat warga mengunjungi Anitkabir, makam Mustafa Kemal Ataturk pada 2019. Foto/Ilustrasi/Ali Bal?kç?/Anadolu Agency
A A A
SEBAGIAN kaum muslimin melakukan perlawanan dan revolusi bersenjata menghadapi pemerintahan Turki yang makin memusuhi Islam . Revolusi yang paling penting terjadi di wilayah Tenggara pada tahun 1344 H, kemudian di Manyamin pada tahun 1349 H. ( )

Hanya saja, perlawanan ini berhasil dipadamkan Pemerintah Musthafa Kemal Ataturk . Banyak ulama menjadi korban atas kekejaman pemerintah. Setelah itu, wilayah pemberontak tidak mendapat perhatian dalam bidang ekonomi dan ilmu pengetahuan .

Lalu ada gerakan An-Nur yang dipimpin oleh Syaikh Badiuz Zaman Said An-Nursi dan murid-muridnya. Mereka melakukan perlawanan tidak dengan senjata. Mereka menulis dan menerbitkan beberapa buku-buku keislaman yang diberi judul “Risalat An-Nuur”. Tujuan penerbitan buku ini untuk memberikan penyadaran keislaman dan melawan prinsip-prinsip Kemalisme dan sekularisme .

Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi , dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah memaparkan jihad yang mereka lakukan hanya melalui lisan. Inipun membuat Musthafa Kemal Ataturk tidak nyaman. Ia berusaha membujuk Syaikh Badiuz agar berpihak padanya. Bujukan itu ditolak.

Mustafa Kemal tidak setuju ajakannya kepada manusia untuk melakukan salat dengan alasan bahwa ini hanya akan menimbulkan perpecahan. Maka syaikh Badiduzzaman Said An-Nursi menjawab: “Sesungguhnya hakikat yang utama yang muncul setelah Islam adalah salat dan sesungguhnya orang yang tidak melakukan salat adalah seorang pengkhianat, sedangkan pemerintahan seorang pengkhianat ditolak.”

Akibat perkataannya, dia dipenjarakan kemudian diasingkan setelah dituduh melakukan konspirasi untuk menggulingkan pemerintahan. Namun demikian, dakwah dan seruannya terus berlangsung dan menyebar dengan cara rahasia di tengah-tengah kalangan akademisi dan kalangan militer, serta pejabat-pejabat pemerintah.

Kemudian dia dihadapkan ke pengadilan dengan tuduhan mengatakan Ataturk itu sebagai Dajjal . ( )

Saat itulah dia berdiri di depan pengadilan seraya berkata:; “Sungguh saya merasa heran bagaimana manusia-manusia yang saling memberi salam dengan salam Al-Qur’an , bayan-bayannya dan mukjizat-mukjizatnya, dituduh mengikuti gerakan politik rahasia, dan pada saat yang sama orang-orang biadab itu diberi hak untuk melakukan pelecehan pada Al-Qur’an dan hakikat-hakikatnya, dengan cara yang sinis dan menjijikkan, setelah itu apa yang mereka lakukan dianggap sebagai sesuatu yang kudus dengan dalih kebebasan. Sedangkan cahaya Al-Qur’an yang kini bersinar di sekian juta kaum muslimin yang terikat dengan undang-undangnya, dianggap sebagai kejahatan, kehinaan dan kelicikan.”



“Dengarlah, Wahai orang-orang yang menjual agamanya dengan akhiratnya , yang terjerembab dalam kekufuran yang mutlak, sesungguhnya aku katakan dengan segala kekuatan yang Allah berikan kepadaku; ‘Lakukan apa yang mungkin kalian lakukan, sebab puncak keinginan kami adalah meniadikan kepala-kepala kami sebagai tebusan dari sekecil apapun hakikat dari kebenaran-kebenaran Islam....”

Dia pun dikembalikan ke pengasingannya hingga tahun 1367 H, tatkala pemerintah terpaksa harus memenuhi tuntutan masyarakat muslim untuk melakukan aktivitas keagamaan mereka. ( )

Menanggalkan Peradaban Islam
Musthafa Kemal meniupkan ruh nasionalisme di tengah-tengah bangsa Turki dengan menanggalkan ruh Islam. Dia mempergunakan kesempatan apa yang sering didengungkan oleh kalangan sejarawan, bahwa bahasa Sumeria yang merupakan bahasa orang-orang yang memiliki peradaban lama di negeri yang berada di antara dua sungai memiliki hubungan dengan bahasa Turki .

Dia berkata; "Sesungguhnya Turki adalah pemilik perabadan paling tua di dunia, maka sudah tiba saatnya kini untuk diambil kembali dan menggantikan peradaban Islam.”

Mushtafa Kemal menyandang gelar Ataturk pada dirinya yang berarti "Bapak orang-orang Turki”.



Pemerintahan menaruh perhatian yang demikian tinggi terhadap semua yang berbau Eropa. “Maka maraklah beragam kesenian dan diukirlah patung-patung Ataturk di lapangan berbagai kota. Perhatian terhadap seni gambar dan musik demikian tinggi. Delegasi seniman berdatangan ke Turki dan kebanyakan berasal dari Prancis dan Austria ,” tutur Ash-Shalabi.

Tak hanya itu. Pemerintah memerintahkan kaum wanita untuk menanggalkan jilbab dan membiarkan mereka berkeliaran di mana-mana dengan tanpa jilbab, sebagaimana pemerintah juga menghapuskan qawamah kaum lelaki atas wanita dengan semboyan demi kemerdekaan dan persamaan. Pemerintah mendorong diselenggarakannya pesta-pesta tari dan drama-drama yang menggabungkan antara lelaki dan perempuan.



Ash-Shalabi bercerita, pada saat perkawinannya dengan Lathifah Hanum, putri seorang milyarder Izmir yang memiliki hubungan demikian erat dengan kalangan Yahudi , acara perkawinan itu dilakukan dengan menggunakan cara-cara Barat sebagai usaha untuk menghapuskan adat-adat Islam.

Dia menemani sang putri dan membawanya berkeliling kota, sedangkan Lathifah memakai pakaian yang menimbulkan fitnah dan bergabung dengan kalangan lelaki dengan memakai pakaian yang mempertontonkan bagian-bagian anggota tubuh secara telanjang.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2817 seconds (0.1#10.140)