Konspirasi Internasional: Kisah Ironi Alexander II, Dibunuh karena Menolong Kaum Yahudi
loading...
A
A
A
KIsah ini dimulai ketika Czar Rusia Alexander I tengah membenahi negerinya akibat serbuan NapoleonBonaparte terhadap Rusia tahun 1812. Kala itu, Rusiamengalami goncangan hebat, dengan meninggalkan korban besar, dan sejumlah lainnya mengalami luka parah.
Czar Rusia Alexander I mengeluarkan undang-undang baru, yang berhubungan dengan langkah untuk mempersatukan lapisan masyarakat yang porak-poranda akibat perang itu.
William G. Carr dalam bukunya berjudul "Yahudi Menggenggam Dunia" (Pustaka Kautsar, 1993) menyebut di antara undang-undang baru itu adalah dihapuskannya hukuman pembuangan, yang sebelumnya dikenakan terhadap orang-orang Yahudi sejak 1772, yaitu suatu hukuman pengasingan berupa pembatasan tempat tinggal di suatu tempat tertentu.
Menurut William G. Carr, Czar Alexander bermaksud, agar orang Yahudi mau bekerja di ladang-ladang, serta mendorong mereka untuk berasimilasi dengan penduduk asli Rusia.
Pada tahun 1825 Nicholay I naik tahta sebagai Czar Rusia. Kebijakannya yang ditempuh berbeda dari kebijakan Czar Alexander. Nicholay melihat orientasi berpikir orang Yahudi hanya tertuju pada masalah ekonomi. Ia merasa cemas melihat kegiatan yang mereka lakukan dalam berbagai lapangan pekerjaan dan perekonomian Rusia.
"Mereka juga merupakan golongan masyarakat yang tidak mau membaur dengan masyarakat Rusia. Mereka senantiasa mempertahankan bahasa, budaya, pakaian dan adat istiadat sendiri," tulis William G. Carr.
Melihat fenomena seperti itu Nicholay tergugah untuk mengambil kebijakan yang paling tepat baginya, dengan cara yang bisa ditempuh agar mereka bisa membaur. Ia mengeluarkan peraturan yang memaksa mereka memasukkan anak-anak mereka ke sekolah umum, agar kelak tumbuh dewasa seperti orang Rusia lainnya.
"Namun sayang, harapan Nicholay justru menjadi senjata makan tuan," ujar William G. Carr.
Wajib belajar bagi anak Yahudi pada sekolah umum justru telah mencetak mereka menjadi golongan masyarakat terpelajar yang kelak akan menduduki posisi penting dalam pemerintahan pada masa Alexander II.
Sementara itu, identitas keyahudiannya tetap mereka pertahankan dalam semua aspek kehidupan mereka. Jumlah anak Rusia sendiri yang belajar tidak lebih banyak dari anak Yahudi.
Tahun 1855 Alexander II menaiki tahta kerajaan Rusia. Ia seorang Czar Rusia yang kelak oleh Disraeli dijuluki sebagai "Czar Terbesar Bagi Rusia", karena ia telah bekerja untuk memperbaiki nasib rakyat kelas bawah, golongan tertindas dan kaum tani.
Menurut William G. Carr, di antara golongan yang dimaksud oleh Disraeli adalah golongan Yahudi. Inilah yang mendorong Disraeli memuji Alexander.
Pada masa sebelumnya, orang Yahudi terpelajar mengeluh karena mereka menemukan beberapa kesulitan untuk mendapat pekerjaan dalam pemerintah, dengan alasan agama yang mereka anut.
Kemudian Alexander mengeluarkan instruksi kepada seluruh pejabat di Rusia untuk membuka pintu lebar-lebar pada seluruh instansi pemerintah bagi orang Yahudi, seperti hak yang diberikan kepada warga Rusia lainnya.
Kebijakan Czar Alexander II sebenarnya mengandung niat baik terhadap kelompok Yahudi, yang seharusnya disambut dengan sikap terima kasih. Akan tetapi, kenyataannya justru sebaliknya.
Para sesepuh Yahudi ekstrimis yang punya hubungan dengan Konspirasi Internasional mengkhawatirkan, bahwa langkah politik Alexander akan mengakibatkan pembauran Yahudi ke dalam masyarakat Rusia, dan hal ini dianggap sebagai ancaman terhadap identitas mereka.
Ini akan menyulitkan Konspirasi memancing kerusuhan dan kebencian di negeri yang sangat luas, yang pada saat itu dikenal sebagai bangsa yang taat beragama.
Czar Rusia Alexander I mengeluarkan undang-undang baru, yang berhubungan dengan langkah untuk mempersatukan lapisan masyarakat yang porak-poranda akibat perang itu.
William G. Carr dalam bukunya berjudul "Yahudi Menggenggam Dunia" (Pustaka Kautsar, 1993) menyebut di antara undang-undang baru itu adalah dihapuskannya hukuman pembuangan, yang sebelumnya dikenakan terhadap orang-orang Yahudi sejak 1772, yaitu suatu hukuman pengasingan berupa pembatasan tempat tinggal di suatu tempat tertentu.
Menurut William G. Carr, Czar Alexander bermaksud, agar orang Yahudi mau bekerja di ladang-ladang, serta mendorong mereka untuk berasimilasi dengan penduduk asli Rusia.
Pada tahun 1825 Nicholay I naik tahta sebagai Czar Rusia. Kebijakannya yang ditempuh berbeda dari kebijakan Czar Alexander. Nicholay melihat orientasi berpikir orang Yahudi hanya tertuju pada masalah ekonomi. Ia merasa cemas melihat kegiatan yang mereka lakukan dalam berbagai lapangan pekerjaan dan perekonomian Rusia.
"Mereka juga merupakan golongan masyarakat yang tidak mau membaur dengan masyarakat Rusia. Mereka senantiasa mempertahankan bahasa, budaya, pakaian dan adat istiadat sendiri," tulis William G. Carr.
Melihat fenomena seperti itu Nicholay tergugah untuk mengambil kebijakan yang paling tepat baginya, dengan cara yang bisa ditempuh agar mereka bisa membaur. Ia mengeluarkan peraturan yang memaksa mereka memasukkan anak-anak mereka ke sekolah umum, agar kelak tumbuh dewasa seperti orang Rusia lainnya.
"Namun sayang, harapan Nicholay justru menjadi senjata makan tuan," ujar William G. Carr.
Wajib belajar bagi anak Yahudi pada sekolah umum justru telah mencetak mereka menjadi golongan masyarakat terpelajar yang kelak akan menduduki posisi penting dalam pemerintahan pada masa Alexander II.
Sementara itu, identitas keyahudiannya tetap mereka pertahankan dalam semua aspek kehidupan mereka. Jumlah anak Rusia sendiri yang belajar tidak lebih banyak dari anak Yahudi.
Tahun 1855 Alexander II menaiki tahta kerajaan Rusia. Ia seorang Czar Rusia yang kelak oleh Disraeli dijuluki sebagai "Czar Terbesar Bagi Rusia", karena ia telah bekerja untuk memperbaiki nasib rakyat kelas bawah, golongan tertindas dan kaum tani.
Menurut William G. Carr, di antara golongan yang dimaksud oleh Disraeli adalah golongan Yahudi. Inilah yang mendorong Disraeli memuji Alexander.
Pada masa sebelumnya, orang Yahudi terpelajar mengeluh karena mereka menemukan beberapa kesulitan untuk mendapat pekerjaan dalam pemerintah, dengan alasan agama yang mereka anut.
Kemudian Alexander mengeluarkan instruksi kepada seluruh pejabat di Rusia untuk membuka pintu lebar-lebar pada seluruh instansi pemerintah bagi orang Yahudi, seperti hak yang diberikan kepada warga Rusia lainnya.
Kebijakan Czar Alexander II sebenarnya mengandung niat baik terhadap kelompok Yahudi, yang seharusnya disambut dengan sikap terima kasih. Akan tetapi, kenyataannya justru sebaliknya.
Para sesepuh Yahudi ekstrimis yang punya hubungan dengan Konspirasi Internasional mengkhawatirkan, bahwa langkah politik Alexander akan mengakibatkan pembauran Yahudi ke dalam masyarakat Rusia, dan hal ini dianggap sebagai ancaman terhadap identitas mereka.
Ini akan menyulitkan Konspirasi memancing kerusuhan dan kebencian di negeri yang sangat luas, yang pada saat itu dikenal sebagai bangsa yang taat beragama.