Hukum Memanfaatkan Kulit, Tulang, dan Rambut Bangkai
loading...
A
A
A
Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.
Salamah bin Muhabbiq meriwayatkan bahwa Nabi SAW pada perang Tabuk meminta air kepada seorang wanita. Wanita itu menjawab bahwa dia tidak punya air kecuali yang disimpan dalam kantung terbuat dari kulit bangkai.
Rasulullah SAW menegaskan bahwa kulit itu sudah disamak sebelumnya, dan wanita itu membenarkan. Maka beliau SAW bersabda :
فَإِنَّ دِبَاغَهَا ذَكَاتُهَا
Sesungguhnya penyamakan itu merupakan pensuciannya. (HR. An-Nasa'i).
Menganulir
Selain hadis-hadis masyhur tentang sucinya kulit setelah disamak, ada juga hadis yang sebaliknya, yaitu mengangulir kesucian kulit bangkai yang telah disamak. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ukaim.
أَتَانَا كِتَابُ رَسُول اللَّهِ قَبْل وَفَاتِهِ بِشَهْرٍ أَوْ شَهْرَيْنِ : أَلاَّ تَنْتَفِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ وَلاَ عَصَبٍ
Telah datang sebuah surat dari Nabi SAW sebulan atau dua bulan sebelum wafatnya yang berisi: Janganlah kalian memanfaatkan kulit bangkai dengan cara penyamakan. (HR. At-Tirmizy)
Dan dalam riwayat yang lain disebutkan dengan redaksi yang berbeda :
كُنْتُ رَخَّصْتُ لَكُمْ فِي جُلُودِ الْمَيْتَةِ فَإِذَا جَاءَكُمْ كِتَابِي هَذَا فَلاَ تَنْتَفِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ وَلاَ عَصَبٍ
Dahulu Aku pernah memberikan keringanan atas sucinya kulit bangkai. Dengan datangnya suratku ini maka janganlah kalian memanfaatkan kulit bangkai yang telah disamak. (HR. Abu Daud)
Kedua hadis di atas digunakan oleh mazhab Al-Malikiyah yang berpendapat bahwa penyamakan kulit bangkai tidak bisa mensucikan kenajisannya.
Para ulama di kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah umumnya juga cenderung mengatakan kulit bangkai tidak akan kembali menjadi suci meskipun sudah disamak.
Ibnu Qudamah (w. 620 H) yang mewakili mazhab Al-Hanabilah menuliskan di dalam kitab Al-Mughni bahwa kulit bangkai hukumnya najis, baik sebelum disamak ataupun setelahnya.
Para ulama di dalam mazhab Hanbali tidak berbeda pendapat atas najisnya kulit bangkai sebelum disamak, tidak ada satupun yang kita ketahui ulama yang berbeda. Sedangkan setelah disamak, maka yang paling masyhur di dalam mazhab hukumnya najis juga.
Syamsuddin Abul Farraj Ibnu Qudamah (w. 682 H) menuliskan dalam kitabnya Asy-Syarhul Kabir: "Dan kulit bangkai tidak bisa disucikan dengan penyamakan. Inilah yang sahih dari mazhab Hambali."
Al-Kharsyi (w. 1101 H) di dalam kitabnya, Syarah Mukhtashar Khalil menuliskan, "Dan kulit meskipun sudah disamak, maksudnya kulit bangkai yang diambil dari hewan hidup hukumnya najis, meski sudah disamak, menurut pendapat yang masyhur."
Salamah bin Muhabbiq meriwayatkan bahwa Nabi SAW pada perang Tabuk meminta air kepada seorang wanita. Wanita itu menjawab bahwa dia tidak punya air kecuali yang disimpan dalam kantung terbuat dari kulit bangkai.
Rasulullah SAW menegaskan bahwa kulit itu sudah disamak sebelumnya, dan wanita itu membenarkan. Maka beliau SAW bersabda :
فَإِنَّ دِبَاغَهَا ذَكَاتُهَا
Sesungguhnya penyamakan itu merupakan pensuciannya. (HR. An-Nasa'i).
Menganulir
Selain hadis-hadis masyhur tentang sucinya kulit setelah disamak, ada juga hadis yang sebaliknya, yaitu mengangulir kesucian kulit bangkai yang telah disamak. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ukaim.
أَتَانَا كِتَابُ رَسُول اللَّهِ قَبْل وَفَاتِهِ بِشَهْرٍ أَوْ شَهْرَيْنِ : أَلاَّ تَنْتَفِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ وَلاَ عَصَبٍ
Telah datang sebuah surat dari Nabi SAW sebulan atau dua bulan sebelum wafatnya yang berisi: Janganlah kalian memanfaatkan kulit bangkai dengan cara penyamakan. (HR. At-Tirmizy)
Dan dalam riwayat yang lain disebutkan dengan redaksi yang berbeda :
كُنْتُ رَخَّصْتُ لَكُمْ فِي جُلُودِ الْمَيْتَةِ فَإِذَا جَاءَكُمْ كِتَابِي هَذَا فَلاَ تَنْتَفِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ وَلاَ عَصَبٍ
Dahulu Aku pernah memberikan keringanan atas sucinya kulit bangkai. Dengan datangnya suratku ini maka janganlah kalian memanfaatkan kulit bangkai yang telah disamak. (HR. Abu Daud)
Kedua hadis di atas digunakan oleh mazhab Al-Malikiyah yang berpendapat bahwa penyamakan kulit bangkai tidak bisa mensucikan kenajisannya.
Para ulama di kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah umumnya juga cenderung mengatakan kulit bangkai tidak akan kembali menjadi suci meskipun sudah disamak.
Ibnu Qudamah (w. 620 H) yang mewakili mazhab Al-Hanabilah menuliskan di dalam kitab Al-Mughni bahwa kulit bangkai hukumnya najis, baik sebelum disamak ataupun setelahnya.
Para ulama di dalam mazhab Hanbali tidak berbeda pendapat atas najisnya kulit bangkai sebelum disamak, tidak ada satupun yang kita ketahui ulama yang berbeda. Sedangkan setelah disamak, maka yang paling masyhur di dalam mazhab hukumnya najis juga.
Syamsuddin Abul Farraj Ibnu Qudamah (w. 682 H) menuliskan dalam kitabnya Asy-Syarhul Kabir: "Dan kulit bangkai tidak bisa disucikan dengan penyamakan. Inilah yang sahih dari mazhab Hambali."
Al-Kharsyi (w. 1101 H) di dalam kitabnya, Syarah Mukhtashar Khalil menuliskan, "Dan kulit meskipun sudah disamak, maksudnya kulit bangkai yang diambil dari hewan hidup hukumnya najis, meski sudah disamak, menurut pendapat yang masyhur."