Hukum Memanfaatkan Kulit, Tulang, dan Rambut Bangkai

Jum'at, 14 Agustus 2020 - 09:58 WIB
loading...
Hukum Memanfaatkan Kulit,...
Penyamakan kulit. Foto/Ilustrasi/koeleather
A A A
Syaikh Muhammad Yusuf Qardhawi dalam Halal dan Haram dalam Islam (terjemahan H. Mu'ammal Hamidy) menyatakan yang dimaksud haramnya bangkai, hanyalah soal memakannya. Adapun memanfaatkan kulitnya, tanduknya, tulangnya atau rambutnya tidaklah terlarang. "Bahkan satu hal yang terpuji, karena barang-barang tersebut masih mungkin digunakan. Oleh karena itu tidak boleh disia-siakan," jelasnya. ( )

Suatu ketika Abdullah bin Al-Abbas memberikan sedekah berupa seekor kambing kepada seorang miskin , sahaya Maimunah . Namun tidak berapa lama kambing itu mati jadi bangkai. Ketika Nabi SAW lewat di tengah mereka, beliau SAW menyarankan untuk menguliti kambing itu dan memanfaatkan kulitnya.

هَلاَّ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا فَدَبَغْتُمُوهُ فَانْتَفَعْتُمْ بِهِ ؟ فَقَالُوا : إِنَّهَا مَيْتَةٌ ، فَقَال : إِنَّمَا حَرُمَ أَكْلُهَا

Kenapa tidak kalian gunakan kulitnya dengan menyamaknya hingga bisa dimanfaatkan? Mereka menjawab,"Kami mengira bangkai". Beliau SAW berkata,"Yang diharamkan adalah memakannya". (HR. Bukhari Muslim)

Awalnya mereka mengira seluruh tubuh kambing itu jadi bangkai, sehingga tidak bisa dimanfaatkan apapun dari tubuhnya. Ternyata Rasulullah SAW membolehkan kulit bangkai itu dimanfaatkan lewat cara menyamaknya terlebih dahulu. Sedangkan dagingnya memang haram dan tidak boleh dimakan.. ( )

Kata Saudah Umul Mu'minin : "Kami mempunyai kambing, kemudian kambing itu mati, lantas kami samak kulitnya dan kami pakai untuk menyimpan korma supaya menjadi manis, dan akhirnya kami jadikan suatu girbah (suatu tempat yang terbuat dari kulit binatang yang biasa dipakai oleh orang Arab zaman dahulu untuk mengambil air dan sebagainya)." (Riwayat Bukhari).

Rasulullah SAW menerangkan cara untuk membersihkannya, yaitu dengan jalan disamak. Sabda beliau: "Menyamak kulit binatang itu berarti penyembelihannya." (Riwayat Abu Daud dan Nasal)



Yakni, bahwa menyamak kulit itu sama dengan menyembelih untuk menjadikan kambing tersebut menjadi halal.

Di dalam hadis nabawi kita menemukan ada beberapa hadis yang membicarakan masalah penyamakan ini. Abdullah bin Al-Abbas radhiyallahuanhu meriwayatkan beberapa hadits yang berbeda tentang masalah penyamakan.

إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ

Dari Abdullah bin Abbas dia berkata,"Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,"Apabila kulit telah disamak, maka sungguh ia telah suci." (HR. Muslim)

أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ

Semua kulit yang telah disamak maka kulit itu telah suci. (HR. An-Nasai)

Dalam salah satu riwayat disebutkan: "Menyamak kulit bangkai itu dapat menghilangkan kotorannya." (Riwayat al-Hakim)

Menurut Syaikh Yusuf Qardhawi, kulit yang disebut dalam hadis-hadis ini adalah umum, meliputi kulit anjing dan kulit babi. Yang berpendapat demikian ialah madzhab Dhahiri, Abu Yusuf dan diperkuat oleh Imam Syaukani. ( )

Definisi
Al-Khatib Asy-Syarbini (w. 977) dalam kitab Mughni Al-Muhtaj menyebutkan definisi menyamak kulit (dibagh) adalah menghilangkan kotoran pada kulit baik yaitu yang berbentuk cair dan basah, dimana kulit itu akan rusak bisa keduanya masih ada.

Penyamakan adalah salah satu contoh nyata bagaimana najis ‘ain bisa berubah menjadi suci. Bukan dengan cara dibersihkan dari najis yang menempel, melainkan benda najisnya itu sendiri yang diubah menjadi benda suci.



Pada prinsipnya penyamakan kulit adalah mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2506 seconds (0.1#10.140)