Nizhamul Mulk, Pemimpin Sekaligus Bapak
loading...
A
A
A
lbnu Atsir berkata, “Sedangkan berita tentangnya, maka dia adalah seorang yang alim, seorang relijius, dermawan, adil, pemurah, pemaaf kepada orang-orang yang melakukan kesalahan, dan banyak diam. Majelisnya dipenuhi para qurra', fuqaha‘, dan para imam kaum muslimin, serta orang-orang saleh dan pelaku kebaikan."
Dia termasuk salah seorang penghafal Al-Quran dan mampu menghafalnya pada saat usia baru 11 tahun. Dia banyak berinteraksi dengan madzhab Syafi'i dan tidak akan pernah duduk kecuali dalam keadaan berwudhu’. Tidak pernah sekalipun dia berwudhu’, kecuali setelah itu melakukan salat sunnah.
Jika dia mendengar adzan, maka dia akan segera menghentikan seluruh kegiatannya dan akan menjauhi kegiatan itu. Jika selesai adzan, dia tidak akan memulai sesuatu pun sebelum melakukan salat. Jika sang muadzin lalai untuk melakukan adzan, dia akan menyuruhnya untuk adzan. Ini merupakan puncak sikap seorang hamba dalam menjaga waktu salat, dan dalam memenuhi panggilan ibadah.
Dia demikian serius menjaga hubungan dengan Allah. Suatu saat dia pernah berkata, “Semalam saya bermimpi melihat iblis. Maka saya katakan padanya, ‘Celaka kamu!! Allah telah menciptakan kamu dan Dia perintahkan kamu secara langsung agar bersujud pada-Nya. Sedangkan Allah tidak memerintahkan aku bersujud kepada-Nya secara langsung, namun aku tetap bersujud kepada-Nya setiap hari, berkali-kali.”
Dia berkeinginan untuk memiliki sebuah masjid, dimana dia bisa melakukan ibadah di dalamnya dengan jaminan ada makanan yang bisa dimakan. Dia mengatakan makna perkataan ini dalam ungkapan berikut, “Saya ingin memiliki satu desa dan sebuah masjid di mana saya bisa beribadah pada Rabb-ku di dalamnya. Kemudian setelah itu saya inginkan satu potong roti setiap harinya dan sebuah masjid di mana saya beribadah kepada Allah di dalamnya.”
Salah satu sikap kerendahan hatinya adalah dia pernah makan malam. Di sampingnya ada saudaranya, Abul Qasim; pada sisi lainnya ada seorang kepala pemerintahan Khurasan, di sampingnya lagi duduk seorang laki-laki fakir dengan tangan terputus. Nizhamul Mulk melihat laki-laki tadi dan melihat pemimpin Khurasan itu bergeser dan duduk bersama lelaki yang tangannya buntung tadi untuk makan bersamanya. Maka dia pun menyuruhnya pindah dan dia sendiri duduk bersama lelaki bertangan buntung tadi. Salah satu kebiasannya adalah selalu menghadirkan orang-orang miskin dan fakir untuk makan makanan yang dia sediakan. Dia berusaha agar mereka dekat dengannya.
Salah satu syair yang pernah ia ucapkan:
”Delapan puluh tahun tak ada lagi kekuatan
Tlah sirna keinginan-keinginan
Aku laksana tongkat di pundak Musa
namun tak ada pada diriku kenabian.”
”Punggungku melengkung setelah umur berlalu lama
dan malam telah menginjakkan kakinya di atas umurku
Aku berjalan dan tongkat berada di hadapanku
seakan tegaknya terkurangi oleh busur panah.”
Dia sering terharu saat mendengarkan syair. Maka tatkala Abu Ali Al Qaumasani masuk menemuinya saat dia sedang sakit dan menyenandungkan satu syair:
”Kala kita sakit, kita niatkan segala kesalehan
namun saat sembuh kita tertipu dan tergelincir
Kita berharap pada Tuhan saat dalam ketakutan
kita durhaka saat aman hingga tak lagi ada amal yang benar.”
Nizhamul Mulk menangis terisak sambil berkata, “Apa yang dia katakan betul adanya.”
lbnu Aqil berkata, “Perjalanan hidupnya dipenuhi dengan kemurahan kemuliaan dan keadilan, dia mampu membangkitkan rambu-rambu agama. Masa pemerintahannya melahirkan orang-orang yang berilmu. Namun kemudian dia dibunuh saat dia sedang berangkat untuk menunaikan ibadah haji pada bulan Ramadhan. Maka meninggalnya ia sebagai raja di dunia dan sebagai raja di akhirat.” (
Dia termasuk salah seorang penghafal Al-Quran dan mampu menghafalnya pada saat usia baru 11 tahun. Dia banyak berinteraksi dengan madzhab Syafi'i dan tidak akan pernah duduk kecuali dalam keadaan berwudhu’. Tidak pernah sekalipun dia berwudhu’, kecuali setelah itu melakukan salat sunnah.
Jika dia mendengar adzan, maka dia akan segera menghentikan seluruh kegiatannya dan akan menjauhi kegiatan itu. Jika selesai adzan, dia tidak akan memulai sesuatu pun sebelum melakukan salat. Jika sang muadzin lalai untuk melakukan adzan, dia akan menyuruhnya untuk adzan. Ini merupakan puncak sikap seorang hamba dalam menjaga waktu salat, dan dalam memenuhi panggilan ibadah.
Dia demikian serius menjaga hubungan dengan Allah. Suatu saat dia pernah berkata, “Semalam saya bermimpi melihat iblis. Maka saya katakan padanya, ‘Celaka kamu!! Allah telah menciptakan kamu dan Dia perintahkan kamu secara langsung agar bersujud pada-Nya. Sedangkan Allah tidak memerintahkan aku bersujud kepada-Nya secara langsung, namun aku tetap bersujud kepada-Nya setiap hari, berkali-kali.”
Dia berkeinginan untuk memiliki sebuah masjid, dimana dia bisa melakukan ibadah di dalamnya dengan jaminan ada makanan yang bisa dimakan. Dia mengatakan makna perkataan ini dalam ungkapan berikut, “Saya ingin memiliki satu desa dan sebuah masjid di mana saya bisa beribadah pada Rabb-ku di dalamnya. Kemudian setelah itu saya inginkan satu potong roti setiap harinya dan sebuah masjid di mana saya beribadah kepada Allah di dalamnya.”
Salah satu sikap kerendahan hatinya adalah dia pernah makan malam. Di sampingnya ada saudaranya, Abul Qasim; pada sisi lainnya ada seorang kepala pemerintahan Khurasan, di sampingnya lagi duduk seorang laki-laki fakir dengan tangan terputus. Nizhamul Mulk melihat laki-laki tadi dan melihat pemimpin Khurasan itu bergeser dan duduk bersama lelaki yang tangannya buntung tadi untuk makan bersamanya. Maka dia pun menyuruhnya pindah dan dia sendiri duduk bersama lelaki bertangan buntung tadi. Salah satu kebiasannya adalah selalu menghadirkan orang-orang miskin dan fakir untuk makan makanan yang dia sediakan. Dia berusaha agar mereka dekat dengannya.
Salah satu syair yang pernah ia ucapkan:
”Delapan puluh tahun tak ada lagi kekuatan
Tlah sirna keinginan-keinginan
Aku laksana tongkat di pundak Musa
namun tak ada pada diriku kenabian.”
”Punggungku melengkung setelah umur berlalu lama
dan malam telah menginjakkan kakinya di atas umurku
Aku berjalan dan tongkat berada di hadapanku
seakan tegaknya terkurangi oleh busur panah.”
Dia sering terharu saat mendengarkan syair. Maka tatkala Abu Ali Al Qaumasani masuk menemuinya saat dia sedang sakit dan menyenandungkan satu syair:
”Kala kita sakit, kita niatkan segala kesalehan
namun saat sembuh kita tertipu dan tergelincir
Kita berharap pada Tuhan saat dalam ketakutan
kita durhaka saat aman hingga tak lagi ada amal yang benar.”
Nizhamul Mulk menangis terisak sambil berkata, “Apa yang dia katakan betul adanya.”
lbnu Aqil berkata, “Perjalanan hidupnya dipenuhi dengan kemurahan kemuliaan dan keadilan, dia mampu membangkitkan rambu-rambu agama. Masa pemerintahannya melahirkan orang-orang yang berilmu. Namun kemudian dia dibunuh saat dia sedang berangkat untuk menunaikan ibadah haji pada bulan Ramadhan. Maka meninggalnya ia sebagai raja di dunia dan sebagai raja di akhirat.” (
(mhy)