Nizhamul Mulk, Pemimpin Sekaligus Bapak

Sabtu, 22 Agustus 2020 - 09:49 WIB
loading...
Nizhamul Mulk, Pemimpin Sekaligus Bapak
Tentara Kerajaan Saljuk. Foto/Ilustrasi/Pinterest
A A A
TATKALA Malik Syah menjadi Sultan Saljuk menggantikan ayahnya, Alip Arselan, terjadi tindakan tidak sehat yang dilakukan kalangan tentara. Mereka dengan semena-mena mengambil harta rakyat. Mereka mengatakan, "Tak ada yang menghalangi Sultan untuk memberikan harta kekayaan kepada kita, selain Nizhamul Mulk!”

Tindakan ini mendatangkan kegelisahan yang sedemikian tinggi di tengah-tengah rakyat. Melihat tindakan ini, Nizhamul Mulk melaporkannya pada Sultan. Dia menjelaskan bahwa jika tindakan semena-mena terus berlangsung akan melemahkan kesultanan dan akan memelorotkan wibawa kerajaan, menimbulkan cinta dunia dan takut mati, memunculkan kehancuran negeri, serta akan menghancurkan politik. Mendengar laporan ini Sultan pun berkata. “Lakukan apa yang dalam pandanganmu mendatangkan maslahat!”

“Tidak mungkin bagi saya melakukan sesuatu, kecuali atas perintahmu!” jawab Nizamul Mulk. ( )

“Saya telah menyerahkan semua urusan yang besar ataupun yang kecil ke tanganmu, sebab engkau laksana orang-tuaku!” ujar Sultan.

Lalu sultan bersumpah di depannya, memberikan bagian yang lebih dari sebelumnya, lalu menobatkan pakaian kebesaran untuk Nizhamul Mulk. Sultan juga memberikan gelar kehormatan kepadanya. Di antaranya adalah Ata Back yang artinya “Pemimpin dan sekaligus Bapak". Maka tampaklah kemampuan, keberanian, dan perilaku baik yang menyejukkan hati rakyat.

Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi , dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah memaparkan di antara kisah yang sangat menarik adalah ketika ada seorang wanita lemah meminta bantuan kepadanya. Maka dia pun berbincang dengan wanita itu. Namun para pengawalnya mendorong wanita lemah tersebut. Dia sangat tidak suka dengan sikap para pengawalnya, sambil berkata, “Saya mengangkat kamu sebagai pengawalku untuk kepentingan orang-orang yang lemah ini. Sedangkan para penguasa dan pejabat sama sekali tidak membutuhkan orang-orang seperti kalian!"

Lalu pengawal itu pun dipecat dari posisinya. ( )

Cinta Ilmu
Dia dikenal sebagai sosokyang sangat cinta terhadap ilmu pengetahuan khususnya ilmu hadis di mana ia sangat mendalaminya. Dia mengatakan, “Saya sadar, bahwa saya tidak pantas untuk meriwayatkan hadis. Namun saya senang, diri saya masuk dalam barisan kafilah orang-orang yang meriwayatkim hadis Rasulullah.“

Dia menyimak hadis dari Al-Qusyairi, Abu Muslim bin Mahar Bazad dan Abu Hamid Al-Azhari.

Dia sangat peduli agar universitas yang dia dirikan memerankan fungsinya. Maka tatkala Abul Hasan Muhammad bin Ali Al-Wasithi, seorang fakih dari kalangan Syafi'i mengirimkan sebuah syair dan memintanya agar dia berusaha meredam fitnah yang terjadi antara madzhab Hanbali dengan madzhab Asy’ari, Nizhamul Mulk memenuhi permintaan itu dan berhasil meredam fitnah yang terjadi.



Di antara yang dikatakan oleh Abu Al-Hasan Al-Wasithi dalam syairnya ialah:

”Wahai Nizhamul Mulk
kini di Baghdad ada aturan (nizham)
Sedangkan anakmu dihinakan dan disepelekan
Di sana anak-anak terbunuh dan dinistakan
Sedang yang tersisa kini menjadi sasaran

Wahai Qaimuddin
kini di Baghdad tak lagi ada tempat perlindungan (qaim)
Khutbah-khutbah bergema, sedang kecamuk perang tak pernah padam
Jika penyakit tidak kau matikan pastilah wabah akan menghancurkan
Dan orang-orang Baghdad tenggelam dalam perang dan dendam
Jika demikian adanya, selamat tinggal untuk sekolah dan semua orang
Takkan ada lagi yang berpegang pada kebenaran setelah kau pulang.”



Majelisnya selalu dipenuhi kalangan ulama dan fuqaha’, yang merupakan teman bergaul sehari-harinya. Suatu saat dikatakan padanya, “Sesungguhnya mereka itu telah mencegahmu untuk melakukan banyak kemaslahatan!”

Dia pun menjawab, “Sesungguhnya mereka itu adalah keindahan dunia dan akhirat, dan kala saya dudukkan mereka di atas kepala saya, maka saya tidak akan menganggap itu sebagai sesuatu yang memberatkan.”

Jika datang padanya Al-Qasim Al-Qusyairi atau Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini, maka dia akan berdiri menyambut kedatangannya dan akan mendudukkan keduanya satu bangku dengannya. Jika Abu Ali Al-Farandi datang menemuinya, dia akan berdiri lalu dia dudukkan di tempat duduknya, lalu dia sendiri duduk di depannya. Atas tindakannya itu, dia pun dicela.



Dia pun menjawab, “Sesungguhnya keduanya (Al Qusyairi dan Al luwaini) Jika datang menemuiku selalu mengatakan, ‘Kamu begini, kamu begini.’ Keduanya membesarkan dan memujiku. Mereka mengatakan sesuatu yang tidak ada pada diriku. Dengan demikian, maka semakin tebal rasa bangga dalam diriku. Sedangkan jika Abu Ali Al-Farandi datang menemuiku, dia akan menyebutkan aib-aib dan kezhaliman yang aku lakukan. Hal ini membuat aku menyesal dan merenungi semua yang dilakukan..."

lbnu Atsir berkata, “Sedangkan berita tentangnya, maka dia adalah seorang yang alim, seorang relijius, dermawan, adil, pemurah, pemaaf kepada orang-orang yang melakukan kesalahan, dan banyak diam. Majelisnya dipenuhi para qurra', fuqaha‘, dan para imam kaum muslimin, serta orang-orang saleh dan pelaku kebaikan."



Dia termasuk salah seorang penghafal Al-Quran dan mampu menghafalnya pada saat usia baru 11 tahun. Dia banyak berinteraksi dengan madzhab Syafi'i dan tidak akan pernah duduk kecuali dalam keadaan berwudhu’. Tidak pernah sekalipun dia berwudhu’, kecuali setelah itu melakukan salat sunnah.

Jika dia mendengar adzan, maka dia akan segera menghentikan seluruh kegiatannya dan akan menjauhi kegiatan itu. Jika selesai adzan, dia tidak akan memulai sesuatu pun sebelum melakukan salat. Jika sang muadzin lalai untuk melakukan adzan, dia akan menyuruhnya untuk adzan. Ini merupakan puncak sikap seorang hamba dalam menjaga waktu salat, dan dalam memenuhi panggilan ibadah.


Dia demikian serius menjaga hubungan dengan Allah. Suatu saat dia pernah berkata, “Semalam saya bermimpi melihat iblis. Maka saya katakan padanya, ‘Celaka kamu!! Allah telah menciptakan kamu dan Dia perintahkan kamu secara langsung agar bersujud pada-Nya. Sedangkan Allah tidak memerintahkan aku bersujud kepada-Nya secara langsung, namun aku tetap bersujud kepada-Nya setiap hari, berkali-kali.”

Dia berkeinginan untuk memiliki sebuah masjid, dimana dia bisa melakukan ibadah di dalamnya dengan jaminan ada makanan yang bisa dimakan. Dia mengatakan makna perkataan ini dalam ungkapan berikut, “Saya ingin memiliki satu desa dan sebuah masjid di mana saya bisa beribadah pada Rabb-ku di dalamnya. Kemudian setelah itu saya inginkan satu potong roti setiap harinya dan sebuah masjid di mana saya beribadah kepada Allah di dalamnya.”



Salah satu sikap kerendahan hatinya adalah dia pernah makan malam. Di sampingnya ada saudaranya, Abul Qasim; pada sisi lainnya ada seorang kepala pemerintahan Khurasan, di sampingnya lagi duduk seorang laki-laki fakir dengan tangan terputus. Nizhamul Mulk melihat laki-laki tadi dan melihat pemimpin Khurasan itu bergeser dan duduk bersama lelaki yang tangannya buntung tadi untuk makan bersamanya. Maka dia pun menyuruhnya pindah dan dia sendiri duduk bersama lelaki bertangan buntung tadi. Salah satu kebiasannya adalah selalu menghadirkan orang-orang miskin dan fakir untuk makan makanan yang dia sediakan. Dia berusaha agar mereka dekat dengannya.



Salah satu syair yang pernah ia ucapkan:

”Delapan puluh tahun tak ada lagi kekuatan
Tlah sirna keinginan-keinginan
Aku laksana tongkat di pundak Musa
namun tak ada pada diriku kenabian.”

”Punggungku melengkung setelah umur berlalu lama
dan malam telah menginjakkan kakinya di atas umurku
Aku berjalan dan tongkat berada di hadapanku
seakan tegaknya terkurangi oleh busur panah.”

Dia sering terharu saat mendengarkan syair. Maka tatkala Abu Ali Al Qaumasani masuk menemuinya saat dia sedang sakit dan menyenandungkan satu syair:

”Kala kita sakit, kita niatkan segala kesalehan
namun saat sembuh kita tertipu dan tergelincir
Kita berharap pada Tuhan saat dalam ketakutan
kita durhaka saat aman hingga tak lagi ada amal yang benar.”



Nizhamul Mulk menangis terisak sambil berkata, “Apa yang dia katakan betul adanya.”

lbnu Aqil berkata, “Perjalanan hidupnya dipenuhi dengan kemurahan kemuliaan dan keadilan, dia mampu membangkitkan rambu-rambu agama. Masa pemerintahannya melahirkan orang-orang yang berilmu. Namun kemudian dia dibunuh saat dia sedang berangkat untuk menunaikan ibadah haji pada bulan Ramadhan. Maka meninggalnya ia sebagai raja di dunia dan sebagai raja di akhirat.” (
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3336 seconds (0.1#10.140)