Kisah Jatuhnya Kota Isfahan di Tangan Pasukan Islam, Hamazan Memberontak

Kamis, 25 April 2024 - 13:52 WIB
loading...
A A A
Akibat kebijakan Nu'aim ini satuan-satuan yang sudah bergabung dengan Isfandiar itu makin hari bertambah banyak dan makin kuat. Nu'aim menyadari akan hal itu. Ia tahu - sementara ia memimpin 12.000 Muslimin prajurit di Hamazan - bahwa satuan­-satuan itu sekarang bergerak menuju ke arahnya dari berbagai jurusan: dari Dailam dipimpin oleh Mota, dari Ray dipimpin Zainabi Abu Farrukhan dan dari Azerbaijan oleh Isfandiar sendiri, dengan tujuan akan bertemu di Waj Ruz, kendati Dasta adalah tempat yang lebih dekat.

Oleh karena itu Nu'aim melepaskan mata-matanya ke daerah itu untuk mengumpulkan berita-berita dan mengirimkannya kepadanya kembali. Yang lebih dulu sampai ke tempat itu pasukan Dailam. Mata-mata itu menyampaikan berita ini ke Hamazan.

Nu'aim berangkat dengan pasukannya ke luar kota menuju ke suatu tempat yang berhadapan langsung dengan kekuatan sekutu yang sudah berkumpul hendak memeranginya itu.

Urusan kota diserahkannya kepada Yazid bin Qais. Jumlah kekuatan ini cukup besar. Tetapi pasukan Muslimin tidak membiarkan kesempatan, begitu sampai ke medan itu langsung menyerang mereka.

Menurut perkiraannya, ia mampu mengalahkan mereka, bahkan sampai mengikis habis. Pertempuran antara kedua pihak pecah begitu hebat mengingatkan orang pada pertempuran Nahawand.



Pasukan Muslimin yang sudah biasa mendapat kemenangan ternyata tidak mudah dapat mengalahkan mereka. Kekuatan-kekuatan Dailam dan Persia itu tidak tahu ke brigade mana mereka harus bergabung padahal mereka mau mempertahankannya dan bersedia mati untuk itu.

Oleh karenanya, begitu malam tiba mereka bubar dalam kekalahan setelah pasukan Muslimin berhasil membunuh mereka dalam jumlah yang tidak sedikit.

Nu'aim sudah mengirimkan berita kepada Khalifah Umar mengenai jatuhnya Hamazan serta persetujuan yang dibuatnya dengan pihak mereka, disertai laporan tentang berita-berita yang tersiar mengenai persekutuan Dailam, Ray dan Azerbaijan yang hendak bersama-sama memeranginya.

Khalifah Umar merasa gentar juga dengan berita-berita itu; ia berdoa ada Allah agar pasukannya mendapat kekuatan dan pertolongan-Nya.

Dengan penuh rasa cemas di Madinah ia menantikan berita-berita selanjutnya mengenai pasukannya itu.

Sementara ia dalam keadaan demikian tiba-tiba datang Urwah bin Zaid al-Khail. Ia dulu pernah datang membawa berita mengenai pertempuran Jisr yang berakibat dengan kekalahan Muslimin dan terbunuhnya Abu Ubaid as-Saqafi.



Begitu melihatnya Umar berkata: "Ada berita gembira!"

Orang itu menjawab: "Saya Urwah!"

Umar langsung menyambut dengan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un."

Ketika itu juga Urwah segera ingat, lalu katanya: "Alhamdulillah, Allah telah memberi pertolongan dan kemenangan kepada kita. Dan ia melaporkan apa yang telah terjadi."

Selesai ia menyampaikan laporannya itu Umar berkata: "Mengapa bukan Anda yang tinggal dan mengirim orang saja?"

Urwah menjawab: "Sudah diserahkan kepada saudara saya, dan saya sendiri yang ingin menemui Anda."

Sejak itu Umar memberi ia nama "al-Basyir" ("pembawa berita gembira"). Umar meminta surat yang dibawa Urwah dari Nu'aim berisi berita kemenangan itu dibacakan, dan sebagai tanda bersyukur atas segala nikmat yang karuniakan Allah itu mereka melakukan salat.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1170 seconds (0.1#10.140)