Kisah Penaklukan Azerbaijan di Era Khalifah Umar bin Khattab
loading...
A
A
A
Ini sudah dijadikan ketentuan buat orang yang memerangi kaum musyrik. Suraqah sudah membuat laporan kepada Umar bin Khattab mengenai hal ini dan ia mengizinkan dan menerimanya dengan baik.
Selesai dengan Bab itu Suraqah dan kekuatan bersenjatanya menuju ke pegunungan di sekitarnya. Penduduk daerah ini setuju membayar jizyah tanpa perang; kecuali daerah Mukan yang masih bertahan dari Bakir. Tetapi sesudah penduduknya didobrak, kembali mereka mau membayar jizyah.
Dalam pada itu Suraqah sudah meninggal dan digantikan oleh Abdur-Rahman bin Rabi'ah. Kemudian Abdur-Rahman berangkat hendak menyerbu Turki. Tetapi Syaharbaraz berkata: "Kita ingin mereka akan mengundang kita, selain Bab."
Abdur-Rahman menjawab: "Tetapi kami tidak menginginkan itu dari mereka sebelum kami datang ke tempat mereka sendiri. Kami mempunyai sahabat-sahabat, kalau pemimpin kami mengizinkan kami pasti kami mampu mencapai Rumawi!"
Ketika pemimpin Persia itu menanyakan, siapa sahabat-sahabat itu, dijawab: "Sahabat-sahabat yang bersama-sama dengan Rasulursia yang lain, yang terletak di balik Irak-Persia, ke timur dan ke selatan itu tidak memberikan bala bantuan kepada utara."
Adakah ini merupakan pengkhianatan terhadap pihak utara dan mau melepaskan diri dari sana, ataukah mereka sedang sibuk sendiri sehingga tak sempat memikirkan yang lain? Boleh saja kita mencari alasan untuk daerah-daerah yang berdiam diri itu.
Haekal mengisahkan pasukan Muslimin dengan kemenangan-kemenangannya di berbagai kawasan dalam kerajaan mereka itu telah membuat mereka dalam ketakutan.
Rasa takut itu juga yang telah melumpuhkan pikiran mereka untuk memberikan bala bantuan kepada yang lain agar mengadakan perlawanan terhadap kekuatan yang selalu ditakdirkan tak ada kekuatan lain yang dapat menahannya.
Ditambah lagi karena semua kawasan itu sedang bersiap-siap akan menghadapi serangan pasukan Muslimin. Mereka takut karena sudah terbayang oleh mereka pihak musuh itu akan melanda negeri itu.
Di antara mereka ada yang dalam posisi sebagai orang yang takut membela diri dari bahaya, bahaya yang telah menghilangkan harapan mereka untuk dapat menolak. Tak ada orang yang akan meminta bantuan orang yang sedang dalam ketakutan untuk membantu orang lain sementara dia sendiri tak mampu membantu dirinya sendiri.
Bahkan antisipasi mereka terhadap serangan pihak Muslimin itu bukan sekadar prasangka yang dibesar-besarkan oleh khayal mereka endiri.
Keadaan ikut memperkuatnya, dan menjadi kenyataan yang dapat mereka lihat dengan mata kepala dan tak ada yang menguranginya selain waktu untuk menyergap mereka secara tiba-tiba dengan segala akibatnya.
Bagaimana mereka akan berpura-pura melupakan peristiwa-peristiwa itu padahal pihak Muslimin di Khuzistan dan IrakÂPersia bertetangga dengan kawasan Persia di utara dan dengan Khurasan di sebelah barat.
Kalau saja mereka melangkah ke Persia dan ke Khurasan, maka terbukalah Kirman dan Mukran di depannya di selatan, dan yang di belakang Khurasan jauh sampai ke perbatasan Persia adalah lapangan untuk dapat mereka menyebar.
Sudah biasa buat Persia melihat musuh datang menyerbu dan membinasakan negeri mereka, seolah-olah itu sudah merupakan nasib yang harus menimpa mereka dan sudah tak dapat dielakkan lagi.
Bahkan penduduk Persia masih ingat ketika beberapa tahun yang lalu Ala' bin al-Hadrami dengan kapal menyeberangi teluk Persia, dengan segala pertempuran yang terjadi di antara mereka dengan pihak Ala', dan nasib baik di pihak mereka ketika itu.
Selesai dengan Bab itu Suraqah dan kekuatan bersenjatanya menuju ke pegunungan di sekitarnya. Penduduk daerah ini setuju membayar jizyah tanpa perang; kecuali daerah Mukan yang masih bertahan dari Bakir. Tetapi sesudah penduduknya didobrak, kembali mereka mau membayar jizyah.
Dalam pada itu Suraqah sudah meninggal dan digantikan oleh Abdur-Rahman bin Rabi'ah. Kemudian Abdur-Rahman berangkat hendak menyerbu Turki. Tetapi Syaharbaraz berkata: "Kita ingin mereka akan mengundang kita, selain Bab."
Abdur-Rahman menjawab: "Tetapi kami tidak menginginkan itu dari mereka sebelum kami datang ke tempat mereka sendiri. Kami mempunyai sahabat-sahabat, kalau pemimpin kami mengizinkan kami pasti kami mampu mencapai Rumawi!"
Ketika pemimpin Persia itu menanyakan, siapa sahabat-sahabat itu, dijawab: "Sahabat-sahabat yang bersama-sama dengan Rasulursia yang lain, yang terletak di balik Irak-Persia, ke timur dan ke selatan itu tidak memberikan bala bantuan kepada utara."
Adakah ini merupakan pengkhianatan terhadap pihak utara dan mau melepaskan diri dari sana, ataukah mereka sedang sibuk sendiri sehingga tak sempat memikirkan yang lain? Boleh saja kita mencari alasan untuk daerah-daerah yang berdiam diri itu.
Haekal mengisahkan pasukan Muslimin dengan kemenangan-kemenangannya di berbagai kawasan dalam kerajaan mereka itu telah membuat mereka dalam ketakutan.
Rasa takut itu juga yang telah melumpuhkan pikiran mereka untuk memberikan bala bantuan kepada yang lain agar mengadakan perlawanan terhadap kekuatan yang selalu ditakdirkan tak ada kekuatan lain yang dapat menahannya.
Ditambah lagi karena semua kawasan itu sedang bersiap-siap akan menghadapi serangan pasukan Muslimin. Mereka takut karena sudah terbayang oleh mereka pihak musuh itu akan melanda negeri itu.
Di antara mereka ada yang dalam posisi sebagai orang yang takut membela diri dari bahaya, bahaya yang telah menghilangkan harapan mereka untuk dapat menolak. Tak ada orang yang akan meminta bantuan orang yang sedang dalam ketakutan untuk membantu orang lain sementara dia sendiri tak mampu membantu dirinya sendiri.
Bahkan antisipasi mereka terhadap serangan pihak Muslimin itu bukan sekadar prasangka yang dibesar-besarkan oleh khayal mereka endiri.
Keadaan ikut memperkuatnya, dan menjadi kenyataan yang dapat mereka lihat dengan mata kepala dan tak ada yang menguranginya selain waktu untuk menyergap mereka secara tiba-tiba dengan segala akibatnya.
Bagaimana mereka akan berpura-pura melupakan peristiwa-peristiwa itu padahal pihak Muslimin di Khuzistan dan IrakÂPersia bertetangga dengan kawasan Persia di utara dan dengan Khurasan di sebelah barat.
Kalau saja mereka melangkah ke Persia dan ke Khurasan, maka terbukalah Kirman dan Mukran di depannya di selatan, dan yang di belakang Khurasan jauh sampai ke perbatasan Persia adalah lapangan untuk dapat mereka menyebar.
Sudah biasa buat Persia melihat musuh datang menyerbu dan membinasakan negeri mereka, seolah-olah itu sudah merupakan nasib yang harus menimpa mereka dan sudah tak dapat dielakkan lagi.
Bahkan penduduk Persia masih ingat ketika beberapa tahun yang lalu Ala' bin al-Hadrami dengan kapal menyeberangi teluk Persia, dengan segala pertempuran yang terjadi di antara mereka dengan pihak Ala', dan nasib baik di pihak mereka ketika itu.
(mhy)