Kisah Muslim Taklukkan Kota Suci Iran Istakhr: Kuil Penyembah Sapi Diubah Jadi Masjid
loading...
A
A
A
Al-Maqdisi melukiskan sebuah bangunan mesjid yang besar dengan tiang-tiangnya yang banyak dan besar-besar disertai ukiran-ukiran besar menggambarkan kepala sapi.
Disebutkan juga bahwa bangunan ini di masa silam adalah kuil penyembahan api, yang pembangunannya menggunakan bahan-bahan yang diambil dari Persepolis.
Maqdisi sangat memuji keagungan jembatannya di atas sungai kota Istakhr dengan taman-Âtamannya yang begitu indah. Gunung-gunungnya yang berdekatan kaya dengan berbagai macam hasil tambang. Itu pula yang menambah perkembangan dan kesuburannya.
Harbaz mengerahkan semua kekuatannya untuk bertahan di kota yang sudah disiapkan itu. Ia pergi ke daerah Gur di luar kota, dan di tempat ini ia berhadapan dengan Usman bin Abil-As, yang kemudian dapat mengalahkannya dan memukul mundur kembali ke tembok Istakhr.
Angkatan bersenjatanya bertahan di kota itu dengan terus mengadakan perlawanan sengit terhadap pasukan Muslimin. Tetapi karena bala bantuan datang terus-menerus kepada pasukan Muslimin, pengepungan terhadap Persia makin diperketat.
Ketatnya pengepungan ini yang tampaknya membuat semangat Harbaz dan pasukannya jadi lemah, akhirnya pintu-pintu kota pun dibuka, dan pasukan Muslimin memasukinya dan membantai anggota garnisun kota dengan merampas segala yang diperlukan.
Penduduk kota ada yang melarikan diri. Tetapi Usman bin Abil-As memanggil agar mereka kembali dengan pembayaran jizyah dan mereka akan mendapat perlindungan. Kemudian mereka pun kembali, termasuk Harbaz. Mereka semua tunduk kepada hukum pihak yang menang.
Usman mendapat berita bahwa ada sebagian dari pasukan Muslimin itu yang mengambil harta rampasan perang untuk dirinya, sebelum ada pembagian.
Dalam pidatonya kepada mereka ia berkata: "Jika Allah menghendaki kesejahteraan bagi suatu golongan, Ia akan menahan keinginan hati mereka dan memperkuat rasa amanat. Maka jagalah amanat itu. Yang pertama sekali kalian akan kehilangan dari agama kalian ialah amanat. Kalau kalian sudah kehilangan amanat, setiap hari kalian akan mengulangi kehilangan sesuatu dalam hidup kalian."
Rampasan perang itu oleh Usman kemudian dikumpulkan, yang jumlahnya tidak kecil, dan seperlimanya dikirimkan kepada Khalifah. Umar sangat memuji tindakan Usman itu, dan ia diangkat sebagai gubernur Bahrain.
Coba kita lihat, adakah Istakhr menyerah begitu saja atas segala yang telah menimpanya itu? "Tidak!" tulis Haekal.
Segala yang menimpanya pada saat itu masih selalu membayangkan rasa cemas mengingat kejayaannya di masa silam. Dari waktu ke waktu hal ini telah menggerakkan niatnya untuk mengadakan pemberontakan.
Tak lama sesudah adanya persetujuan Harbaz dengan Usman bin Abil-As, Istakhr memberontak, kemudian terjadi lagi di masa Khalifah Utsman bin Affan. Tetapi kedua kejadian itu berakhir dengan keharusan ia kembali tunduk dan terpaksa mengÂhormati perjanjian itu.
Yang membantu timbulnya pemberontakan yang pertama karena tempat Syahrak, seorang raja Persia tidak jauh dari tempat Kisra di Kirman.
Setelah diketahuinya apa yang telah menimpa Istakhr, ia menggerakkan penduduk dan menyebarkan bibit-bibit pemberontakan di seluruh kawasan itu, dengan mengingatkan kejayaan mereka belum lama ini ketika Ala' bin al-Hadrami datang dari Bahrain mencoba hendak menyerang mereka.
Istakhr lalu memberontak diikuti oleh tempat-Âtempat lain di Persia yang memungkinkan mengadakan pemberontakan. Mereka bergabung dengan Syahrak.
Hakam bin Abil-As, saudara Usman, segera berangkat untuk menghadapi Syahrak. Ia berhenti di Tawwaj untuk memperkuat diri dan sekaligus dijadikan markas komandonya.
Dari sana ia menyerang daerah-daerah sekitarnya, kemudian kembali dengan membawa rampasan perang. Distrik-distrik Shapur, Ardasyir, Arrajan dan Istakhr tidak selamat dari serangan itu.
Disebutkan juga bahwa bangunan ini di masa silam adalah kuil penyembahan api, yang pembangunannya menggunakan bahan-bahan yang diambil dari Persepolis.
Maqdisi sangat memuji keagungan jembatannya di atas sungai kota Istakhr dengan taman-Âtamannya yang begitu indah. Gunung-gunungnya yang berdekatan kaya dengan berbagai macam hasil tambang. Itu pula yang menambah perkembangan dan kesuburannya.
Harbaz mengerahkan semua kekuatannya untuk bertahan di kota yang sudah disiapkan itu. Ia pergi ke daerah Gur di luar kota, dan di tempat ini ia berhadapan dengan Usman bin Abil-As, yang kemudian dapat mengalahkannya dan memukul mundur kembali ke tembok Istakhr.
Angkatan bersenjatanya bertahan di kota itu dengan terus mengadakan perlawanan sengit terhadap pasukan Muslimin. Tetapi karena bala bantuan datang terus-menerus kepada pasukan Muslimin, pengepungan terhadap Persia makin diperketat.
Ketatnya pengepungan ini yang tampaknya membuat semangat Harbaz dan pasukannya jadi lemah, akhirnya pintu-pintu kota pun dibuka, dan pasukan Muslimin memasukinya dan membantai anggota garnisun kota dengan merampas segala yang diperlukan.
Penduduk kota ada yang melarikan diri. Tetapi Usman bin Abil-As memanggil agar mereka kembali dengan pembayaran jizyah dan mereka akan mendapat perlindungan. Kemudian mereka pun kembali, termasuk Harbaz. Mereka semua tunduk kepada hukum pihak yang menang.
Usman mendapat berita bahwa ada sebagian dari pasukan Muslimin itu yang mengambil harta rampasan perang untuk dirinya, sebelum ada pembagian.
Dalam pidatonya kepada mereka ia berkata: "Jika Allah menghendaki kesejahteraan bagi suatu golongan, Ia akan menahan keinginan hati mereka dan memperkuat rasa amanat. Maka jagalah amanat itu. Yang pertama sekali kalian akan kehilangan dari agama kalian ialah amanat. Kalau kalian sudah kehilangan amanat, setiap hari kalian akan mengulangi kehilangan sesuatu dalam hidup kalian."
Rampasan perang itu oleh Usman kemudian dikumpulkan, yang jumlahnya tidak kecil, dan seperlimanya dikirimkan kepada Khalifah. Umar sangat memuji tindakan Usman itu, dan ia diangkat sebagai gubernur Bahrain.
Coba kita lihat, adakah Istakhr menyerah begitu saja atas segala yang telah menimpanya itu? "Tidak!" tulis Haekal.
Segala yang menimpanya pada saat itu masih selalu membayangkan rasa cemas mengingat kejayaannya di masa silam. Dari waktu ke waktu hal ini telah menggerakkan niatnya untuk mengadakan pemberontakan.
Tak lama sesudah adanya persetujuan Harbaz dengan Usman bin Abil-As, Istakhr memberontak, kemudian terjadi lagi di masa Khalifah Utsman bin Affan. Tetapi kedua kejadian itu berakhir dengan keharusan ia kembali tunduk dan terpaksa mengÂhormati perjanjian itu.
Yang membantu timbulnya pemberontakan yang pertama karena tempat Syahrak, seorang raja Persia tidak jauh dari tempat Kisra di Kirman.
Setelah diketahuinya apa yang telah menimpa Istakhr, ia menggerakkan penduduk dan menyebarkan bibit-bibit pemberontakan di seluruh kawasan itu, dengan mengingatkan kejayaan mereka belum lama ini ketika Ala' bin al-Hadrami datang dari Bahrain mencoba hendak menyerang mereka.
Istakhr lalu memberontak diikuti oleh tempat-Âtempat lain di Persia yang memungkinkan mengadakan pemberontakan. Mereka bergabung dengan Syahrak.
Hakam bin Abil-As, saudara Usman, segera berangkat untuk menghadapi Syahrak. Ia berhenti di Tawwaj untuk memperkuat diri dan sekaligus dijadikan markas komandonya.
Dari sana ia menyerang daerah-daerah sekitarnya, kemudian kembali dengan membawa rampasan perang. Distrik-distrik Shapur, Ardasyir, Arrajan dan Istakhr tidak selamat dari serangan itu.