Kisah Pasukan Muslim Mengepung Kota Iskandariah Mesir selama Berbulan-bulan

Selasa, 16 Juli 2024 - 14:49 WIB
loading...
Kisah Pasukan Muslim...
Amr bn Ash tidak putus asa untuk dapat mengalahkan musuhnya. Langkah pertama yang akan diambil menjauhkan diri dari sasaran manjaniq. Ilustrasi: National geographic
A A A
Penaklukan Kota Iskandariah adalah momen bersejarah dalam pembebasan Mesir oleh pasukan muslim dari kekuasaan Kristen Romawi . Kala itu, pasukan muslim di bawah pimpinan Amr bin Ash mengepung selama berbulan-bulan Kota Iskandariah.

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" dan diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000) menceritakan di Iskandariah Mesir, Amr bin Ash mendirikan markasnya di sebelah timur kota, tak jauh dari Hilwat dengan istana Pharos.

Amr bin Ash sadar bahwa penyerangan terhadap kota itu bukan soal mudah. Bagaimana tidak. Dari utara kota ini dilindungi oleh laut, yang hanya dikuasai oleh Romawi sendiri, sedangkan pihak Muslim tak mempunyai satu pun kapal layar, sementara di sebelah selatan mereka dilindungi oleh Danau Maryut, dan untuk menyeberanginya suatu hal yang sulit, bahkan mustahil.

Di sebelah barat dilingkari oleh terusan Su'ban. Oleh karena itu, satu-satunya jalan hanya dari sebelah timur, yaitu jalan yang terbuka langsung ke Kiryaun. Tetapi dari arah ini kota itu sangat diperkuat dengan tembok-tembok dan benteng-benteng, seperti yang terdapat juga di bagian-bagian lain kota.



Setiap bala bantuan dari laut kepada Iskandariah sangat mudah, mengingat kota-kota pantai Mesir semua di tangan Romawi. Dengan mudah ia dapat mengirim kapal untuk mengangkut bahan makanan untuk penduduk dan garnisun ibu kota.

Kala itu, penjaga kota berjumlah 50.000 pasukan. Sedangkan pasukan Muslim diperkirakan hanya 12.000 orang saja. Pasukan Romawi itu sudah yakin bahwa kalau mereka kalah, kedaulatan Romawi di Mesir tamat sudah.

Malah kata-kata Kaisar sudah sampai kepada mereka:

"Jika pasukan Arab menang di Iskandariah, hancurlah Romawi dan terputuslah kerajaannya. Buat Romawi, tak ada gereja yang lebih besar dari gereja-gereja Iskandariah."

Kata-kata ini membakar semangat mereka untuk mempertahankan kota mati-matian.

Jadi kalau begitu, bagi pasukan Muslim tak ada harapan untuk menyerang kota selama garnisun bertahan di tembok-­tembok dan kubu-kubu, dan tak ada pula harapan untuk menyerang dan mengalahkan para pengawal itu, kecuali jika mereka keluar dari benteng itu untuk menghadapi pasukan Arab di tempat terbuka.

Amr bn Ash tidak putus asa untuk dapat mengalahkan musuhnya. Langkah pertama yang akan diambil menjauhkan diri dari sasaran manjaniq.



Kalau pengepungan itu berlangsung lama terhadap Romawi itu saja sudah akan membuat mereka merasa terpukul, dan mereka akan nekat menyerbu ke luar, maka saat itulah pasukan Muslimin akan menghajar mereka.

Itu sebabnya Amr bin Ash tinggal di markasnya di antara Hilwat dengan Istana Pharos itu selama dua bulan penuh. Selama itu pihak Romawi pun tidak keluar dan tidak pula berusaha hendak memeranginya.

Setelah itu Amr memindahkan markasnya ke Mags. Maka ketika itu pasukan itu keluar dari arah Danau sambil berlindung di benteng yang ada di sana. Mereka menyerang Muslimin dan berhasil membunuh dua orang di Gereja Emas.

Setelah itu, melihat pasukan Muslimin berkumpul akan menghadapi mereka, mereka pun kembali ke benteng. Hal itu tidak mengurangi tekad Amr untuk tetap berada di dekat kota, meskipun ia harus lebih berhati-hati dan lebih waspada.

Dengan demikian pasukan Romawi tetap terkepung dan jarang sekali keluar. Pihak Muslimin pun tetap berada di depan mereka, dengan bahan makanan yang didatangkan dari kota terdekat. Tak terlintas dalam pikiran Amr mau bertindak nekat menyerbu benteng mereka, karena dia tahu pasti hal itu tak mungkin tercapai.

Tetapi tak lama setelah pengepungan kota itu Amr melihat bahwa keberadaannya di situ mengawasi keluarnya garnisun tanpa mengadakan suatu kegiatan perang yang akan memberi semangat kepada pasukannya, pasti akan menimbulkan kejemuan dalam hati dan akan timbul perasaan tak mampu menghadapi musuh.



Hal ini akan menggoyahkan rasa percaya diri dan kepastian masa depan mereka. Pikirannya itu telah mengantarkannya pada dua tujuan sekaligus, menghilangkan rasa jemu pasukannya dan sekaligus melemahkan tekad pasukan Romawi pengawal kota itu.

Setelah itu ia mengirim satuan-satuan menyusup ke kawasan Delta sambil mengusir pasukan Romawi di sana, dan yang sebagian besar tetap mengepung Iskandariah.

Adakah Amr sendiri yang memimpin satuan-satuan itu ataukah me­ nyerahkannya kepada salah seorang komandan pasukannya? Beberapa sumber masih berbeda pendapat. Sebagian ada yang beranggapan bahwa satuan-satuan itu menyusup ke kawasan Mesir Hulu sementara yang lain menyusup ke kawasan Delta, dan bahwa Amr mulai melaksanakan rencananya sejak ia mengepung benteng Babilon dan sebelum berangkat ke Iskandariah.

Ketika mengepung Babilon dulu ia mengirim satuan­-satuannya ke Asrib dan Manuf dan menguasai kedua kota itu. Begitu juga satuan-satuan yang lain yang kemudian menguasai seluruh kawasan Fayyum.

Dengan berpegang pada sumber sejarawan Hanna Naqyusi, Butler berpendapat bahwa Amr sendirilah yang berangkat setelah melihat begitu kuatnya kota Iskandariah, memimpin satuan-satuan yang berangkat dari Iskandariah ke Kiryaun, kemudian ke Damanhur menuju ke arah timur sampai ke Sakha di provinsi Garbiah.



Karena tempat itu dikelilingi tembok-tembok dan air, ia tak dapat maju. Karenanya, tempat itu ditinggalkannya dan ia pergi ke selatan ke arah Taukh sekitar 30 mil dari sana.

Setelah dibendung oleh pihak kawasan itu, ia pergi ke Damses tetapi tak berhasil menaklukkannya.

Dalam perjalanan ini Amr tidak berhasil, sementara ia sudah menghabiskan waktu 12 bulan. Kecuali jika ia memperlihatkan tangan besi di Delta, dan menguasai kota-kota yang tidak diperkuat dan melakukan perampasan, setelah ia kembali ke Babilon.

Di bagian lain dalam bukunya itu Butler menambahkan, yang selalu didasarkan pada buku Hanna Naqyusi, bahwa Amr memimpin angkatan bersenjatanya ke Hulu, dan bahwa ia menaklukkannya, atau sedikitnya menaklukkan kota-kota Mesir Tengah.

Setelah itu kemudian ia kembali ke Babilon dan tinggal di sana. Muqauqis datang kepadanya dari Iskandariah dan dibuat perjanjian.

Sumber Balazuri dari Yazid bin Abi Habib dan dari al-Jaisyani mengatakan:

"Saya mendengar beberapa orang yang menyaksikan pembebasan Mesir, mereka mengatakan bahwa setelah Amr bin As menaklukkan Fustat ia menugaskan Abdullah bin Huzafah as-Sahmi ke Ain Syams. Ia menaklukkan daerah itu dan mengadakan persetujuan oengan kalangan desa-desa setempat seperti yang berlaku dengan Fustat; juga ia menugaskan Kharijah bin Huzafah al-Adwi ke Fayyum, Asymunin, Ikhmim, Basysyarudat dan desa-desa lain di Mesir Hulu dan dilakukan seperti itu.



Umair bin Wahb al-Jumahi ditugaskan ke Tannis, Dimyat, Tunah, Damirah, Syata, Daqahlah, Banna dan Busir yang juga berlaku seperti itu.

Kemudian Uqbah bin Amir al-Juhani - ada yang mengatakan Wardan pembantunya, pengurus pasar Wardan di Mesir - ke beberapa desa di bagian bawah, dan dilakukan seperti itu juga. Semua dikumpulkan oleh Amr bin As untuk membebaskan Mesir dan tanah Mesir menjadi tanah kharaj."

Jadi Amr tetap mengepung Iskandariah sejak ia pergi ke sana sampai berakhir dengan pembebasannya. Untuk itulah satuan-satuannya itu pergi ke Delta di Hulu sementara ia sedang mengadakan pengepungan itu.

Haekal mengatakan kalau benar satuan-satuan itu tidak ikut menaklukkan kota-kota yang sudah diperkuat dengan benteng-benteng kecuali baru sesudah penaklukan Iskandariah, tetapi yang sudah tak dapat diragukan lagi bahwa pasukan Romawi di daerah-daerah itu sudah dikepungnya, dan ia memperluas kekuasaannya sampai ke daerah-daerah lain yang dikunjunginya.

Tidak diragukan juga bahwa orang-orang Arab itu tidak mendapat sambutan orang Mesir, juga mereka tidak memberontak atau mengadakan perlawanan, sebab mereka khawatir pihak Romawi mendapat kemenangan di Iskandariah lalu kekuasaan di Mesir seluruhnya kembali ke tangan mereka, seperti dulu.



Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi dengan mereka jika kemenangan berada di pihak Arab. Kendati mereka sudah melihat pihak Muslimin yang sudah menetap di Syam dan mengambil alih kekuasaan di sana.

Oleh karena itu mereka menyerah kepada keadaan, tidak mengadakan perlawanan dan tidak memberontak. Bahkan dari luar mereka setia kepada Romawi selama kekuasaan masih di tangannya dan memperlihatkan kesetiaan dari luar kepada Arab, juga selama kekuasaan berada di tangan pihak Arab.

Menghadapi pertarungan yang terjadi di negeri mereka, mereka bersikap hanya sebagai penonton. Perhatian mereka tertumpu ke ibu kota yang besar itu sambil mengikuti berita-beritanya dan menunggu bagaimana kesudahannya nanti.

Bagaimana mereka tidak akan bersikap demikian sementara dari bulan ke bulan keadaan ibu kota yang kuat tetap aman dan tenteram. Pihak Muslimin pun belum berani bertindak menyerang, apalagi mau menyerbunya.

Soalnya karena bagi Romawi keadaannya dari arah laut terbuka, dengan mudah mereka dapat memasok pasukan dan perlengkapan yang mereka kehendaki.

Dari berbagai sumber itu terlihat bahwa rupanya pertempuran itu sebagian besar terbatas hanya pada kontak senjata, tidak sampai dalam bentuk perang.

Ibn Abdul-Hakam menuturkan bahwa sebagian pasukan Romawi keluar dari pintu benteng Iskandariah dan menyerang orang banyak. Salah seorang dari suku Mahrah mereka bunuh, kepalanya mereka penggal dan mereka bawa.



Orang-orang kabilah Mahrah itu marah dengan mengatakan: "Jangan dikuburkan kalau tidak dengan kepalanya."

Amr berkata kepada mereka: "Kalian marah! Kalian mengira mereka itu ada yang mau peduli dengan kemarahan kalian. Seranglah mereka kalau mereka keluar lagi, bunuhlah salah seorang dari mereka kemudian lemparkan kepalanya kepada mereka; mereka akan membalas dengan melemparkan kepala kawanmu itu."

Suatu hari pihak Romawi itu keluar; oleh orang Arab salah seorang dari mereka dibunuh dan kepalanya dipenggal lalu dilemparkan kepada pihak Romawi. Orang Romawi pun melemparkan kepala orang Mahrah itu. Setelah itu ia dikuburkan.

Wajar saja bila kontak senjata semacam ini tidak sampai menjurus kepada peperangan. Amr sudah kesal dengan keadaan serupa itu. Khawatir pasukannya akan terjerumus ke dalam bahaya, ia tak dapat mengerahkan mereka lebih dari itu.

Ia akan dikecam oleh Usman bin Affan dan mereka yang sehaluan dengan dia karena keberaniannya hendak membebaskan Mesir itu.



Di samping barangkali akan ada anggota pasukannya yang akan merasa enggan jika disuruh maju, kendati ia yakin bahwa sebagian besar mereka lebih senang mati daripada hidup. Hal ini dibuktikan oleh penuturan sumber tadi ketika melukiskan keadaan sekelompok pasukan ini.

"Ada tiga kabilah di Mesir: Kabilah Mahrah ini membunuh tanpa dapat dibunuh; kabilah Gafiq dibunuh dan tidak dapat membunuh, sedang kabilah Bali orang-orangnya kebanyakan masih sahabat-sahabat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam dan termasuk pasukan berkuda yang terbaik."
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1596 seconds (0.1#10.140)