Agar Pahala Ramadhan Tetap Mengalir, Walau Sedang Haid
loading...
A
A
A
SUDAH menjadi kodrat perempuan dewasa, mengalami haid atau menstruasi beberapa hari pada setiap bulan. Akibatnya, mereka tak bisa menjalankan ibadah puasa secara penuh dalam bulan Ramadhan.
Bisa jadi datang bulan atapun nifas pada saat Ramadhan membuat sebagian perempuan kecewa. Hal ini pun pernah dialami oleh Aisyah. Rasulullah SAW pernah menghibur Aisyah yang bersedih karena keburu datang bulan, padahal belum sempat menjalankan manasik haji.
Dari ‘Aisyah ra berkata, “Kami keluar (safar) bersama Nabi SAW, dan tujuan kami hanyalah ibadah haji. Sampai ketika kami tiba di Sarif atau dekat dengannya, aku mengalami haid. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk menemuiku sementara aku sedang menangis. Lalu beliau bertanya, ‘Apakah engkau mengalami nifas?’ [maksudnya adalah haid (menstruasi)].
Aisyah berkata, “Aku jawab, ’Iya.’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan (takdirkan) bagi kaum wanita dari anak cucu Adam. Maka lakukanlah amalan-amalan haji, hanya saja janganlah engkau Tawaf di Kakbah sebelum engkau mandi (setelah suci dari haid).’
Aisyah berkata, ‘Kemudian Rasulullah SAW berkurban dengan menyembelih seekor sapi yang diniatkan untuk semua istrinya.’” (HR Bukhari – Muslim).
Ustadz Dr (HC) Adi Hidayat, Lc, MA, Direktur Quantum Akhyar Institute, mengatakan perempuan yang terkena haid harusnya tidak perlu kecewa, Soalnya, pahala amalan rutin yang dilakukan saat dirinya suci akan diberikan secara sempurna. "Ketika suci dia banyak melakukan amalan-amalan secara rutin, maka tatkala datang bulan pahala amalan-amalan baik itu tetap diberikan, selama dirinya haid" katanya.
Itu sebabnya, menurut Ustaz Adi, rugi bagi perempuan yang ketika suci hanya menjalankan amalan-amalan fardu saja. Sebab dia pun hanya akan mendapatkan pahala amalan yang fardu saja ketika haid. Padahal jika ia melakukan juga yang sunnah-sunnah, maka ketika haid akan mendapat pahala yang fardu maupun sunnah kendati ia sedang tidak menjalankan ibadah tersebut karena haid.
Haid di saat puasa secara otomatis membatalkan puasa sehingga diharuskan mengganti (qadla’) di luar Ramadhan. Mengkaji pendapat Ustaz Adi tersebut, maka pahala puasa bagi perempuan yang sedang haid akan tetap diberikan secara sempurna.
Delapan Ibadah
Menjalani puasa dengan berbagai kesulitannya ini saja sesungguhnya termasuk ibadah tersendiri bagi perempuan. Butuh kesabaran dan keikhlasan melewatinya, yang belum tentu bisa dilakukan oleh setiap laki-laki.
Ada delapan jenis ibadah yang dilarang bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, yakni salat, puasa, membaca Al-Qur'an, menyentuh dan membawa mushaf, masuk masjid, thawaf, jima', dan bersenang-senang di sekitar organ kemaluan.
Ulama memang berbeda pendapat dengan delapan larangan yang dianut mayoritas ulama Syafi’iyah ini. Misalnya, madzhab Maliki secara mutlak membolehkan membaca Al-Qur’an, dan mazhab Hanbali membolehkan i’tikaf di masjid.
Terlepas dari itu, perempuan yang sedang haid atau nifas bisa melakukan ibadah-ibadah lain yang jumlahnya juga banyak.
Pertama, mencari ilmu. Mencari ilmu menjadi pilihan bagus ibadah bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, baik dilakukan secara otodidak dengan membaca buku atau kitab, ataupun melalui bimbingan guru dengan cara daring.
Mencari ilmu dalam Islam bersifat wajib (faridlah). Manfaatnya yang sangat besar bagi diri sendiri dan orang lain membuat kegiatan tersebut masuk kategori ibadah, bahkan setara dengan jihad.
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ فَإِنَّ تَعَلُّمَهُ لِلهِ خَشْيَةٌ، وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ، وَمدَارَسَتَهُ تَسْبِيحٌ، وَالْبَحْثُ عَنْهُ جِهَادٌ
“Belajarlah ilmu, sesungguhnya belajar ilmu karena Allah adalah suatu bentuk ketakwaan. Mencari ilmu adalah ibadah, menelaahnya adalah tasbih, dan mengkajinya adalah jihad.” (HR Ad-Dailami)
Kedua, berzikir. Zikir adalah perbuatan yang dianjurkan untuk siapa saja dan kapan saja. Zikir adalah indikasi hidupnya hati.
Rasulullah dalam hadis riwayat Imam Bukhari bersabda: “Perumpamaan antara orang yang zikir pada Tuhannya dan yang tidak, seperti antara orang yang hidup dan yang mati”.
Jenis zikir sangat banyak, bisa berupa ucapa tasbih, tahmid, takbir, hauqalah, dan lain sebagainya.
Dalam konteks Ramadhan, umat Islam dianugerahi kesempatan Lailatul Qadar yang disebut Al-Qur’an setara dengan seribu bulan. Meski banyak ulama yang meyakini momen itu jatuh pada sepuluh terakhir Ramadhan, sejatinya jadwal pastinya hanya Allah yang tahu.
Perempuan haid/nifas, sebagaimana umat Islam pada umumnya, sangat dianjurkan menfaatkan hari demi hari, detik demi detik, sepanjang bulan suci ini untuk beribadah, termasuk berzikir.
Sayyidah Aisyah RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasul, andaikan aku bertemu Lailatul Qadar, doa apa yang bagus dibaca? Rasul menjawab:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Allâhumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annî,’
(Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai orang yang minta ampunan. Karenanya ampunilah aku).” (HR Ibnu Majah)
Ketiga, berdoa. Doa juga menjadi pilihan ibadah yang mudah dan sangat dianjurkan bagi perempuan yang sedang haid atau nifas.
Dalam sebuah hadis doa disebut sebagai mukhkhul ‘ibâdah (otak dari ibadah). Doa bisa dilafalkan dengan bahasa apa saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, termasuk oleh perempuan yang sedang haid atau nifas.
Lebih dari sekadar meminta, doa yang berakar kata dari da‘â-yad‘û-du‘â juga berarti berseru atau memanggil. Doa mengandung ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah. Berdoa bisa juga disebut bermunajat.
Keempat, menyuguhkan buka puasa walaupun hanya sebiji kurma. Artinya, aktivitas perempuan haid yang menghidangkan sajian berbuka untuk keluarga terhitung ibadah.
Bisa jadi datang bulan atapun nifas pada saat Ramadhan membuat sebagian perempuan kecewa. Hal ini pun pernah dialami oleh Aisyah. Rasulullah SAW pernah menghibur Aisyah yang bersedih karena keburu datang bulan, padahal belum sempat menjalankan manasik haji.
Dari ‘Aisyah ra berkata, “Kami keluar (safar) bersama Nabi SAW, dan tujuan kami hanyalah ibadah haji. Sampai ketika kami tiba di Sarif atau dekat dengannya, aku mengalami haid. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk menemuiku sementara aku sedang menangis. Lalu beliau bertanya, ‘Apakah engkau mengalami nifas?’ [maksudnya adalah haid (menstruasi)].
Aisyah berkata, “Aku jawab, ’Iya.’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan (takdirkan) bagi kaum wanita dari anak cucu Adam. Maka lakukanlah amalan-amalan haji, hanya saja janganlah engkau Tawaf di Kakbah sebelum engkau mandi (setelah suci dari haid).’
Aisyah berkata, ‘Kemudian Rasulullah SAW berkurban dengan menyembelih seekor sapi yang diniatkan untuk semua istrinya.’” (HR Bukhari – Muslim).
Ustadz Dr (HC) Adi Hidayat, Lc, MA, Direktur Quantum Akhyar Institute, mengatakan perempuan yang terkena haid harusnya tidak perlu kecewa, Soalnya, pahala amalan rutin yang dilakukan saat dirinya suci akan diberikan secara sempurna. "Ketika suci dia banyak melakukan amalan-amalan secara rutin, maka tatkala datang bulan pahala amalan-amalan baik itu tetap diberikan, selama dirinya haid" katanya.
Itu sebabnya, menurut Ustaz Adi, rugi bagi perempuan yang ketika suci hanya menjalankan amalan-amalan fardu saja. Sebab dia pun hanya akan mendapatkan pahala amalan yang fardu saja ketika haid. Padahal jika ia melakukan juga yang sunnah-sunnah, maka ketika haid akan mendapat pahala yang fardu maupun sunnah kendati ia sedang tidak menjalankan ibadah tersebut karena haid.
Haid di saat puasa secara otomatis membatalkan puasa sehingga diharuskan mengganti (qadla’) di luar Ramadhan. Mengkaji pendapat Ustaz Adi tersebut, maka pahala puasa bagi perempuan yang sedang haid akan tetap diberikan secara sempurna.
Delapan Ibadah
Menjalani puasa dengan berbagai kesulitannya ini saja sesungguhnya termasuk ibadah tersendiri bagi perempuan. Butuh kesabaran dan keikhlasan melewatinya, yang belum tentu bisa dilakukan oleh setiap laki-laki.
Ada delapan jenis ibadah yang dilarang bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, yakni salat, puasa, membaca Al-Qur'an, menyentuh dan membawa mushaf, masuk masjid, thawaf, jima', dan bersenang-senang di sekitar organ kemaluan.
Ulama memang berbeda pendapat dengan delapan larangan yang dianut mayoritas ulama Syafi’iyah ini. Misalnya, madzhab Maliki secara mutlak membolehkan membaca Al-Qur’an, dan mazhab Hanbali membolehkan i’tikaf di masjid.
Terlepas dari itu, perempuan yang sedang haid atau nifas bisa melakukan ibadah-ibadah lain yang jumlahnya juga banyak.
Pertama, mencari ilmu. Mencari ilmu menjadi pilihan bagus ibadah bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, baik dilakukan secara otodidak dengan membaca buku atau kitab, ataupun melalui bimbingan guru dengan cara daring.
Mencari ilmu dalam Islam bersifat wajib (faridlah). Manfaatnya yang sangat besar bagi diri sendiri dan orang lain membuat kegiatan tersebut masuk kategori ibadah, bahkan setara dengan jihad.
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ فَإِنَّ تَعَلُّمَهُ لِلهِ خَشْيَةٌ، وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ، وَمدَارَسَتَهُ تَسْبِيحٌ، وَالْبَحْثُ عَنْهُ جِهَادٌ
“Belajarlah ilmu, sesungguhnya belajar ilmu karena Allah adalah suatu bentuk ketakwaan. Mencari ilmu adalah ibadah, menelaahnya adalah tasbih, dan mengkajinya adalah jihad.” (HR Ad-Dailami)
Kedua, berzikir. Zikir adalah perbuatan yang dianjurkan untuk siapa saja dan kapan saja. Zikir adalah indikasi hidupnya hati.
Rasulullah dalam hadis riwayat Imam Bukhari bersabda: “Perumpamaan antara orang yang zikir pada Tuhannya dan yang tidak, seperti antara orang yang hidup dan yang mati”.
Jenis zikir sangat banyak, bisa berupa ucapa tasbih, tahmid, takbir, hauqalah, dan lain sebagainya.
Dalam konteks Ramadhan, umat Islam dianugerahi kesempatan Lailatul Qadar yang disebut Al-Qur’an setara dengan seribu bulan. Meski banyak ulama yang meyakini momen itu jatuh pada sepuluh terakhir Ramadhan, sejatinya jadwal pastinya hanya Allah yang tahu.
Perempuan haid/nifas, sebagaimana umat Islam pada umumnya, sangat dianjurkan menfaatkan hari demi hari, detik demi detik, sepanjang bulan suci ini untuk beribadah, termasuk berzikir.
Sayyidah Aisyah RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasul, andaikan aku bertemu Lailatul Qadar, doa apa yang bagus dibaca? Rasul menjawab:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Allâhumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annî,’
(Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai orang yang minta ampunan. Karenanya ampunilah aku).” (HR Ibnu Majah)
Ketiga, berdoa. Doa juga menjadi pilihan ibadah yang mudah dan sangat dianjurkan bagi perempuan yang sedang haid atau nifas.
Dalam sebuah hadis doa disebut sebagai mukhkhul ‘ibâdah (otak dari ibadah). Doa bisa dilafalkan dengan bahasa apa saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, termasuk oleh perempuan yang sedang haid atau nifas.
Lebih dari sekadar meminta, doa yang berakar kata dari da‘â-yad‘û-du‘â juga berarti berseru atau memanggil. Doa mengandung ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah. Berdoa bisa juga disebut bermunajat.
Keempat, menyuguhkan buka puasa walaupun hanya sebiji kurma. Artinya, aktivitas perempuan haid yang menghidangkan sajian berbuka untuk keluarga terhitung ibadah.
(mhy)