Si Burung Merak Dzakhwan bin Kaisan, Tak Pikun di Usia Lebih 100 Tahun

Jum'at, 11 September 2020 - 16:40 WIB
loading...
Si Burung Merak Dzakhwan...
Ilustrasi/Ist
A A A
TABIIN Dzakhwan bin Kaisan mendapat julukan Thawus ( burung merak ) karena dia laksana thawus bagi para fuqaha dan pemuka pada masanya. Tabiin ini mencapai usia lebih dari 100 tahun dan dia tidak pikun. Sepanjang hidupnya Thawus memberi nasehat dan mengajarkan Al-Quran . ( )

Ada kalanya Thawus bin Kaisan mendatangi para penguasa untuk memberikan petunjuk dan nasihat. Adakalanya dia mengecam dan membuat mereka menangis.

Putranya, Abdullah, bercerita, suatu ketika mereka berangkat dari Yaman untuk melaksanakan haji, kemudian singgah di suatu kota yang di sana ada seorang pejabat bernama Ibnu Najih. Dia adalah pejabat yang paling bejat, paling anti pati terhadap kebenaran dan paling banyak bergumul dalam lembah kebathilan. ( )

Setibanya di sana, mereka singgah di masjid kota itu untuk menunaikan salat fardhu . Ternyata Ibnu Najih sudah mendengar tentang kedatangan Thawus bin Kaisan sehingga dia datang ke masjid.

Dia duduk di samping Thawus dan memberi salam. “Namun ayahku tidak menjawab salamnya, bahkan memutar punggung membelakanginya. Kemudian dia menghampiri dari sisi kanan dan mengajak bicara, tetapi ayahku mengacuhkannya. Demikian pula ketika dia mencoba dari arah kiri,” tutur Abdullah, putranya itu. ( )

Sang putra pun mendatangi Ibnu Najih, memberi salam lalu berkata, “Mungkin ayah tidak mengenal Anda.”

“Ayahmu mengenalku, karena itulah dia bersikap demikian terhadapku,” jawabnya. Lalu dia pergi tanpa berkata apa-apa lagi…

Sesampainya di rumah, Thawus berkata, “Sungguh dungu kalian! Bila jauh kamu selalu mengecamnya dengan keras, tapi bila sudah berada di hadapannya, kalian tertunduk kepadanya. Bukankah itu yang dikatakan kemunafikan?” ( )

Nasehat
Nasihat Thawus bin Kaisan tidak hanya khusus ditujukan untuk khalifah atau pejabat dan gubernur saja, melainkan juga kepada siapa saja yang dirasa perlu atau bagi mereka yang menginginkan nasihat-nasihatnya.

Atha bin Abi Rabah meriwayatkan, pernah suatu ketika Thawus bin Kaisan melihatnya dalam keadaan yang tak disukainya, lalu berkata, “Wahai Atha’, mengapa engkau mengutarakan kebutuhanmu kepada orang yang menutup pintunya di depanmu dan menempatkan penjaga-penjaga di rumahnya?” ( )

“Mintalah kepada yang sudi membuka pintu-Nya dan mengundangmu untuk datang, serta yang berjanji akan menepati janjinya.”

Thawus bin Kaisan pernah menasihati putranya, “Wahai putraku, bergaullah dengan orang-orang yang berakal karena engkau akan dimasukkan dalam golongan mereka. Jangan berteman dengan orang-orang bodoh, sebab bila engkau berteman dengan mereka, niscaya engkau akan dimasukkan dalam golongan mereka, walaupun engkau tidak seperti mereka. Ketahuilah, bagi segala sesuatu pasti ada puncaknya. Dan puncak derajat seseorang terletak pada kesempurnaan agama dan akhlaknya.” ( )

Begitulah, putranya Abdullah tumbuh dalam bimbingannya, hidup serta berakhlak seperti ayahnya itu. Maka wajar bila khalifah Abbasiyah, Abu Ja’far al-Mansur memanggil putra Thawus, Abdullah serta Malik bin Anas untuk berkunjung.

Setelah keduanya datang dan duduk di hadapannya, khalifah menatap Abdullah bin Thawus seraya berkata, “Ceritakanlah sesuatu yang engkau peroleh dari ayahmu!”

Beliau menjawab, “Ayah saya bercerita bahwa siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling keras di hari kiamat dijatuhkan kepada orang yang diberi-Nya kekuasaan lalu berlaku curang.”

Malik bin Anas berkata, “Demi mendengar ucapan tersebut, aku segera melipat pakaianku karena takut terkena percikan darahnya. Tapi ternyata Abu Ja’far hanya diam terpaku lalu kami berdua diizinkan pulang dengan selamat.”



Tidak Pikun
Usia Thawus bin Kaisan mencapai seratus tahun atau lebih sedikit. Namun usia tua tidak mengubah sedikit pun ketajaman ingatan, kejeniusan pikiran dan kecepatan daya tangkapnya.

Abdullah Asyami bercerita, “Saya mendatangi rumah Thawus bin Kaisan untuk belajar sesuatu kepadanya, sedangkan aku belum mengenalnya. Ketika aku mengetuk pintu, keluarlah seseorang yang sudah tua usianya. Aku memberi salam lalu bertanya, “Andakah Thawus bin Kaisan?” Orang tua itu menjawab, “Bukan, aku adalah putranya.”

Aku berkata, “Bila Anda putranya, maka tentulah syaikh itu sudah tua renta dan mungkin sudah pikun. Padahal saya datang dari tempat yang jauh untuk menimba ilmu dari beliau.”



Putra Thawus berkata, “Jangan bodoh, orang yang mengajarkan Kitabullah tidaklah pikun. Silakan masuk!”

Akupun masuk, memberi salam lalu berkata, “Saya datang kepada Anda karena ingin menimba ilmu dan mendengarkan nasihat Anda. Jelaskan secara singkat.”

Thawus berkata, “Akan aku ringkas sedapat mungkin, InsyaAllah. Apakah engkau ingin aku menceritkan tentang inti isi Taurat, Zabur, Injil, dan Alquran?”
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6268 seconds (0.1#10.140)