Wanita Keputihan Apakah Najis dan Membatalkan Wudhu?

Sabtu, 19 September 2020 - 21:24 WIB
loading...
Wanita Keputihan Apakah Najis dan Membatalkan Wudhu?
Masalah keputihan merupakan salah satu persoalan fiqih yang sering ditanyakan kaum perempuan. Foto ilustrasi/Ist
A A A
Persoalan fiqih yang satu ini sering ditanyakan oleh kaum perempuan. Apakah keputihan itu najis dan membatalkan wudhu ?

Berikut jawaban Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia):

Keputihan (Ar-Ruthubah) secara bahasa bermakna Al-Ballal yang artinya basah, lembab, berembun. Adapun secara terminologi seperti yang dijelaskan ulama yaitu cairan putih yang samar antara madzi dan keringat. (Nihayatul Muhtaj, 1/229). Adapun madzi adalah cairan yang keluar dari kemaluan ketika syahwat, dan lebih sering dialami wanita. Statusnya disepakati najisnya . ( )

Syeikh Sayyid Sabiq rahimahullah memberikan penjelasan:

وهو ماء أبيض لزج يخرج عند التفكير في الجماع أو عند الملاعبة، وقد لا يشعر الانسان بخروجه، ويكون من الرجل والمرأة إلا أنه من المرأة أكثر، وهو نجس باتفاق العلماء

"Itu adalah air berwarna putih agak kental yang keluar ketika memikirkan jima' atau ketika bercumbu, manusia tidak merasakan keluarnya, terjadi pada laki-laki dan wanita hanya saja wanita lebih banyak keluarnya, dan termasuk najis berdasarkan kesepakatan ulama." (Fiqhus Sunnah, 1/26. Darul Kitab Al-'Arabi).

(
Pembahasan tentang keputihan ada dua hal:

1. Najiskah Keputihan?
Para ulama membedakan antara keputihan yang keluarnya dari dalam kemaluan, dengan yang keluarnya dari permukaan bagian luar kemaluan.

Tertulis dalam Al Mausu'ah Al-Fiqhiyah:

وَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إلَى نَجَاسَةِ رُطُوبَةِ الْفَرْجِ الْخَارِجَةِ مِنْ بَاطِنِهِ ، لأَِنَّهَا حِينَئِذٍ رُطُوبَةٌ دَاخِلِيَّةٌ ، أَمَّا الْخَارِجَةُ مِنْ ظَاهِرِ الْفَرْجِ وَهُوَ مَا يَجِبُ غَسْلُهُ فِي الْغُسْل وَالاِسْتِنْجَاءِ فَهِيَ طَاهِرَةٌ . وَذَهَبَ أَبُو حَنِيفَةَ وَالْحَنَابِلَةُ : إِلَى طَهَارَةِ رُطُوبَةِ الْفَرْجِ مُطْلَقًا

"Mayoritas ahli fiqih mengatakan najisnya keputihan yang keluar dari dalam kemaluan, karena itu merupakan cairan yang keluar dari dalam. Ada pun yang keluar dari bagian permukaan, yaitu yang wajib dicebok, maka itu SUCI. Adapun Abu Hanifah dan Hanabilah mengatakan keputihan adalah suci secara muthlaq. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 32/85)

Sementara Ulama Malikiyah, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, mengatakan najis , bahkan dzakar laki-laki juga jadi najis jika jima', atau jari jemari dan pembalut yang masuk ke dalamnya. (Ibid, 22/260)

Sementara mazhab Syafi'i, menyatakan SUCI yang keluar dari permukaan kemaluan yang bisa keluar saat duduk. Adapun keputihan yang dari dalam kemaluan adalah najis, itulah yang menempel dikemaluan laki-laki saat jima'. (Ibid)

Pendapat yang paling kuat adalah SUCI, sebab tidak ada dalil khusus yang menyatakan itu najis. Dan ini pendapat mayoritas ulama. ( )

2. Apakah Membatalkan Wudhu?
Mayoritas ulama mengatakan wudhu batal karena keluar keputihan, walau keputihan itu suci. Hal ini sama seperti air mani, walau suci, tetaplah membatalkan wudhu dan shalat. Syeikh Muhammad Shalih Al-Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

أنها ناقضة للوضوء ، وهذا مذهب الجمهور ، واستدلوا بأن النبي – صلى الله عليه وسلم – أمر المستحاضة أن تتوضأ لكل صلاة ، وتلك الرطوبة أو السوائل ملحقة بالاستحاضة

"Itu membatalkan wudhu, inilah mazhab Jumhur, mereka berdalil karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada wanita yang sedang istihadhah untuk berwudhu setiap akan salat. Sedangkan keputihan akan ikut keluar bersamaan dgn istihadhah." (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 44980).

Sementara ulama lain, seperti Imam Ibnu Hazm mengatakan tidak batal. Juga salah satu pendapat Imam Ibnu Taimiyah. (Al Ikhtiyarat, Hal. 27), walau dalam kitab lain dia menyatakan tidak batal. (Majmu Al Fatawa, 21/221). Jadi, jika dalam keadaan normal dan wajar sebagaimana umumnya keputihan itu membatalkan wudhu dan salat, maka wajar jika ada yang melarangnya menjadi imam.

Bagaimana jika sudah jadi penyakit? Ada wanita tertentu yang keputihannya tidak wajar. Sangat banyak dan keluar terus menerus, yang disebabkan sakit. Maka, ini kondisi masyaqqat (kesulitan) baginya, baginya boleh menjamak salat. Zuhur dan Ashar, Maghrib dan isya. Jika memang sulit wudhu tiap salat. Tapi, jika dia tidak kesulitan maka dia wajib salat pada waktunya masing-masing. (Liqa Asy Syahriy, 2/212). ( )

Wallahu Ta'ala A'lam
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2294 seconds (0.1#10.140)