Asal Mula Adzan dan Hal-hal yang Harus Diperhatikan Muadzin

Selasa, 13 Oktober 2020 - 20:13 WIB
loading...
Asal Mula Adzan dan Hal-hal yang Harus Diperhatikan Muadzin
Ilustrasi Sahabat Bilal radhiallahu anhu kali pertama mengumandangkan adzan di Kota Madinah pada masa Hijrah Rasulullah. Foto/Ist
A A A
Secara bahasa Adzan diartikan dengan panggilan (an-Nida') atau pemberitahuan (al-i'lam). Namun, secara istilah fuqaha yang dimaksud dengan adzan adalah:

الإِْعْلاَمُ بِوَقْتِ الصَّلاَةِ الْمَفْرُوضَةِ، بِأَلْفَاظٍ مَعْلُومَةٍ مَأْثُورَةٍ، عَلَى صِفَةٍ مَخْصُوصَةٍ

"Pemberitahuan perihal masuknya waktu salat fardhu, dengan menggunakan lafazh-lafazh yang ma’tsurah, dengan cara yang khusus. (Musuah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, jilid 2, hlm. 357)

Bagaimana sejarah munculnya adzan ini hingga disyariatkan dalam Islam? Berikut ulasan Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir Lc MA (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) yang dilansir dari rumahfiqih. (Baca Juga: Kisah Bilal dan Adzan Terakhir yang Menggetarkan Madinah)

Adapun pensyariatan adzan seperti yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabat awal mula sampai di Madinah setelah adanya peristiwa hijrah bermusyawarah perihal bagaimana memberi tahu dan mengumpulkan kaum muslimin untuk shalat di masjid.

Sebagian sahabat ada yang memberi usul dengan menghidupkan api pada setiap waktu shalat, sehingga mereka yang melihatnya dari jauh bisa saling mengingatkan bahwa waktu salat telah tiba, namun Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak menyetujuinya.

Ada lagi yang memberi usul dengan meniup buq (dalam riwayat Al-Bukhari), qarn (dalam riwayat Muslim dan Nasai), qun’/syabbur (dalam riwayat Abu Daud), yang menunjuk arti sebuah alat yang ditiup lalu kemudian darinya keluar suara. Dalam bahasa yang lebih familiar orang-orang sekarang menyebutnya terompet. Tapi Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak menyukainya. Beliau menegaskan bahwa huwa min amril yahud/ terompet itu bagian dari perkara orang-orang Yahudi.

Lalu, ada juga yang memberi usulan agar diperdengarkan suara naqus, dengan cara kayu besar dan panjang dipukulkan dengan kayu kecil agar keluar suara. Namun, lagi-lagi Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak mengiyakan. Beliau mengatakan bahwa yang demikian sudah sering digunakan oleh orang-orang Nasrani.

Musyawarah pada hari itu belum menghasikan sebuah keputusan. Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabat pergi untuk kemudian perkara ini dijadikan "PR" bersama. Selang beberapa hari, Abdullah bin Zaid, sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم bermimpi. Dalam mimpinya beliau melihat seseorang membawa naqus, lalu beliau bertanya:

"Wahai hamba Allah, maukah Anda menjual an-naqus itu?"

"Untuk apa?," tanya laki-laki di dalam mimpi tersebut.

"Mau kami gunakan untuk memanggil orang-orang salat," jawab Abdullah bin Zaid dalam mimpinya.

"Kalau begitu maukan Anda saya beri tahu cara yang lebih baik untuk mengajak orang-orang shalat?," sahutnya.

"Dengan senang hati," jawab Abdullah bin Zaid.

Laki-laki tadi lalu mengajarkan lafaz adzan. "Ucapkanlah:

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ/ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ/ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ/ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ/ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ لَا إلَهَ إلَّا اللَّه


Setelah selesai laki-laki tadi diam sejenak, lalu kembali berkta: "Jika shalat sudah hendak dilaksanakan maka katakanlah:

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ اللَّهِ/ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ/ حَيَّ علي الصلاة/ حى الْفَلَاحِ/ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ/ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ/ لَا إلَهَ إلَّا الله


Ketika pagi datang, Abdullah bin Zaid menemui Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan menceritakan mimpinya tersebut. "Sungguh ini adalah mimpi yang benar, insya Allah." Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم meminta kepada Abdullah bin Zaid untuk mengajarkan lafzah adzan ini kepada Bilal, agar Bilal adzan dengan lafazh-lafazh itu.

Tatkala sahabat Bilal pertama kali melantunkan adzannya, Umar bin Khattab yang waktu itu sedang berada di rumah buru-buru keluar menuju masjid. Sesampainya di masjid Umar berkata kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم "Demi Allah, sungguh saya juga melihat apa yang yang dilihat oleh Abdullah bin Zaid di dalam mimpi".
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1570 seconds (0.1#10.140)