Setelah Diusir dari Surga, Nabi Adam dan Siti Hawa Berbuat Syirik?
loading...
A
A
A
Pengetahuan tentang kisah memang asyik lagi menarik. Tetapi sayang, pengetahuan yang mulia ini telah ternodai oleh goresan tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dengan memutarbalikkan fakta sejarah yang sebenarnya, lalu menebarkan kisah kisah yang tidak shahih.
Ironisnya, justru kisah-kisah itulah yang banyak beredar, laris manis, dan banyak dikomsumsi masyarakat, padahal kebanyakan kisah-kisah tersebut banyak yang mengandung kerusakan aqidah , celaan kepada para Nabi dan ulama serta dampak negatif lainnya.
"Maka hendaknya bagi kita untuk berhati-hati dan mengoreksi terlebih dahulu tentang keshahihan kisah sebelum kita menyampaikannya," urai Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi dalam bukunya yang berjudul " Waspada Terhadap Kisah-kisah tak nyata "
Selanjutnya Ia memberi contoh kisah kisah yang sudah banyak beredar padahal diragukan kebenarannya. Kisah itu antara lain tentang Nabi Adam dan Hawa yang berbuat syirik.
Ceritanya begini:
Setelah Nabi Adam menggauli istrinya Siti Hawa’ , maka dia pun mengandung. Setelah itu Iblis mendatangi keduanya seraya berkata: “Saya adalah sahabat kalian berdua yang telah mengeluarkan kalian berdua dari surga . Demi Allah, kalian hendaknya taat padaku. Bila tidak, niscaya akan kujadikan anakmu bertanduk dua seperti rusa, sehingga akan keluar dari perut istrimu dan merobeknya. Demi Allah, hal itu pasti akan kulakukan”.
Demikianlah Iblis menakuti keduanya lalu kata Iblis memerintah kepada keduanya: “Namailah anak kalian Abdul Harits.” Namun keduanya menolak untuk mentaatinya.
Tatkala bayi mereka lahir, ternyata benar lahir dalam keadaan mati. Lalu Hawa’ mengandung lagi, dan Iblis-pun kembali mendatangi keduanya seraya mengatakan seperti yang pernah dikatakan dulu, namun mereka berdua tetap menolak untuk mematuhinya, dan bayi merekapun lahir lagi dalam keadaan mati.
Selanjutnya, Siti Hawa’ mengandung lagi, Iblis kembali datang dan mengingatkan dengan apa yang pernah dia katakan dulu. Karena Adam dan Hawa’ lebih menginginkan keselamatan anaknya, akhirnya mereka mematuhi permintaan Iblis dengan memberi nama anak mereka dengan Abdul Harits.
Itulah tafsir firman Allah SWT:
فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا ۚ فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS Al A’raf: 190)
Takhrij Kisah
Abu Ubaidah Yusuf menjelaskan kisah di atas sangat masyhur sekali dan banyak dimuat dalam kitab-kitab tafsir, terkadang disandarkan kepada Nabi SAW, kadang kepada sahabat dan kadang lagi kepada tabi’in.
Diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad 5/11, at-Tirmidzi 3077, ar-Ruyani 816, Ibnu Abi Hatim dalam Tafsir 1462, 1466, Ibnu Jarir dalam Tarikh 1/148, ath-Thobarani dalam al-Kabir 8695, Ibnu Adi dalam al-Kamil 5/43, al-Hakim dalam al-Mustadrok 2/545, seluruhnya dari jalur Umar bin Ibrahim dari Qotadah dari Hasan dari Samurah dari Nabi SAW.
Derajat kisah tersebu adalah munkar. Kisah ini memiliki tiga kecacatan sebagaimana di katakan oleh Imam Ibnu Katsir :
Pertama: Riwayat Umar bin Ibrahim dari Qotadah tidak bisa dijadikan hujjah.
Kedua: Kisah ini diriwayatkan dari Samurah juga tetapi tidak mar fu’ kepada Nabi SAW.
Ketiga: Hasan al-Bashri sendiri menafsirkan ayat ini bukan dengan kisah ini, kata al-Hasan: “Ayat ini berkenaan tentang sebagian ahli agama, bukan Adam”.
Katanya juga: “Maksud ayat ini adalah anak keturunan Adam, yaitu mereka yang berbuat syirik setelah beliau”.
Ironisnya, justru kisah-kisah itulah yang banyak beredar, laris manis, dan banyak dikomsumsi masyarakat, padahal kebanyakan kisah-kisah tersebut banyak yang mengandung kerusakan aqidah , celaan kepada para Nabi dan ulama serta dampak negatif lainnya.
"Maka hendaknya bagi kita untuk berhati-hati dan mengoreksi terlebih dahulu tentang keshahihan kisah sebelum kita menyampaikannya," urai Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi dalam bukunya yang berjudul " Waspada Terhadap Kisah-kisah tak nyata "
Selanjutnya Ia memberi contoh kisah kisah yang sudah banyak beredar padahal diragukan kebenarannya. Kisah itu antara lain tentang Nabi Adam dan Hawa yang berbuat syirik.
Ceritanya begini:
Setelah Nabi Adam menggauli istrinya Siti Hawa’ , maka dia pun mengandung. Setelah itu Iblis mendatangi keduanya seraya berkata: “Saya adalah sahabat kalian berdua yang telah mengeluarkan kalian berdua dari surga . Demi Allah, kalian hendaknya taat padaku. Bila tidak, niscaya akan kujadikan anakmu bertanduk dua seperti rusa, sehingga akan keluar dari perut istrimu dan merobeknya. Demi Allah, hal itu pasti akan kulakukan”.
Demikianlah Iblis menakuti keduanya lalu kata Iblis memerintah kepada keduanya: “Namailah anak kalian Abdul Harits.” Namun keduanya menolak untuk mentaatinya.
Tatkala bayi mereka lahir, ternyata benar lahir dalam keadaan mati. Lalu Hawa’ mengandung lagi, dan Iblis-pun kembali mendatangi keduanya seraya mengatakan seperti yang pernah dikatakan dulu, namun mereka berdua tetap menolak untuk mematuhinya, dan bayi merekapun lahir lagi dalam keadaan mati.
Selanjutnya, Siti Hawa’ mengandung lagi, Iblis kembali datang dan mengingatkan dengan apa yang pernah dia katakan dulu. Karena Adam dan Hawa’ lebih menginginkan keselamatan anaknya, akhirnya mereka mematuhi permintaan Iblis dengan memberi nama anak mereka dengan Abdul Harits.
Itulah tafsir firman Allah SWT:
فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا ۚ فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS Al A’raf: 190)
Takhrij Kisah
Abu Ubaidah Yusuf menjelaskan kisah di atas sangat masyhur sekali dan banyak dimuat dalam kitab-kitab tafsir, terkadang disandarkan kepada Nabi SAW, kadang kepada sahabat dan kadang lagi kepada tabi’in.
Diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad 5/11, at-Tirmidzi 3077, ar-Ruyani 816, Ibnu Abi Hatim dalam Tafsir 1462, 1466, Ibnu Jarir dalam Tarikh 1/148, ath-Thobarani dalam al-Kabir 8695, Ibnu Adi dalam al-Kamil 5/43, al-Hakim dalam al-Mustadrok 2/545, seluruhnya dari jalur Umar bin Ibrahim dari Qotadah dari Hasan dari Samurah dari Nabi SAW.
Derajat kisah tersebu adalah munkar. Kisah ini memiliki tiga kecacatan sebagaimana di katakan oleh Imam Ibnu Katsir :
Pertama: Riwayat Umar bin Ibrahim dari Qotadah tidak bisa dijadikan hujjah.
Kedua: Kisah ini diriwayatkan dari Samurah juga tetapi tidak mar fu’ kepada Nabi SAW.
Ketiga: Hasan al-Bashri sendiri menafsirkan ayat ini bukan dengan kisah ini, kata al-Hasan: “Ayat ini berkenaan tentang sebagian ahli agama, bukan Adam”.
Katanya juga: “Maksud ayat ini adalah anak keturunan Adam, yaitu mereka yang berbuat syirik setelah beliau”.