Akhir Indah Kisah Sengketa Baju Perang Antara Ali bin Abu Thalib dengan Seorang Nasrani

Senin, 01 Maret 2021 - 17:13 WIB
loading...
Akhir Indah Kisah Sengketa Baju Perang Antara Ali bin Abu Thalib dengan Seorang Nasrani
Ilustrasi/Ist
A A A
Bukanlah suatu hal yang mengherankan bila seseorang jujur dan adil terhadap sesama kawan. Tetapi bila ada orang yang jujur dan adil terhadap lawan, ini sungguh suatu keluar-biasaan. Justru inilah yang menjadi salah satu sifat istimewa Ali bin Abu Thalib r.a .



Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan dalam kedudukkannya sebagai Khalifah , pada satu hari Ali bin Abu Thalib r.a. melihat baju besi yang pernah dimilikinya berada di tangan seorang penduduk beragama Nasrani. Karena merasa yakin, bahwa barang itu memang miliknya, untuk mendapatkan kembali secara baik ia mengadu kepada hakim setempat.

Dalam sidang khusus untuk menyelesaikan tuntutannya itu, di depan peradilan Ali bin Abu Thalib r.a. mengatakan bahwa baju besi itu benar-benar miliknya.

Ia menegaskan: "Belum pernah aku menjual baju besi itu. Sepanjang ingatanku, belum pernah barang itu kuhadiahkan kepada orang lain."

Sungguhpun demikian, orang Nasrani yang menjadi tergugat itu tetap bertahan, bahwa baju besi itu bukan milik Ali, melainkan miliknya.

Tanpa ragu-ragu ia menjawab: "Baju besi ini milikku sendiri. Aku yakin Amirul Mukminin tidak akan berbuat bohong."

Mendengar keterangan yang berlawanan itu, hakim menoleh kepada Ali bin Abu Thalib r.a. dan bertanya sekali lagi: "Apakah anda mempunyai keterangan tambahan?"

Beberapa saat lamanya Ali bin Abu Thalib r.a. diam, tidak tahu apa yang harus dikatakan. Namun ia yakin bahwa barang itu memang miliknya.

Akhirnya pertanyaan hakim itu dijawab sambil tersenyum: "Apa yang anda tanyakan itu memang perlu, tetapi aku tidak mempunyai keterangan tambahan."

Setelah mengadakan pertimbangan secukupnya, hakim memutuskan bahwa barang yang dipersengketakan itu menjadi milik sah orang Nasrani yang menjadi tergugat dalam perkara itu.

Oleh hakim, orang Nasrani yang bersangkutan diperkenankan pulang membawa barang tersebut. Dengan wajah berseri-seri mencerminkan keikhlasan hatinya Ali bin Abu Thalib r.a. melihat orang Nasrani itu beranjak dari tempatnya sambil mengangkat baju besi.

Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba orang Nasrani itu balik kembali menghampiri Ali bin Abu Thalib r.a. dan hakim yang masih duduk di tempat masing-masing.



Kepada Ali bin Abu Thalib r.a. orang Nasrani itu berkata: "Apa yang kusaksikan mengenai diri anda, benar-benar sama seperi hukum yang berlaku bagi para Nabi!"

Kemudian dengan khidmat ia berkata lebih lanjut: "Sekarang aku bersaksi, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah. Ya Amiral Mukminin, memang benarlah baju besi ini kepunyaan anda. Waktu anda berangkat ke Shiffin dulu, aku mengikuti kafilah anda. Baju besi ini jatuh kemudian diambil oleh salah seorang anggota pasukan yang sedang kekurangan bekal."

Dengan tenang Ali bin Abu Thalib r.a. menjawab pernyataan orang Nasrani yang sudah mengikrarkan syahadat itu: "Karena anda sekarang sudah memeluk agama Islam, barang itu sekarang sudah menjadi kepunyaan anda!"

Percakapan antara dua orang itu disaksikan oleh hakim dan hadirin lainnya. Mereka ramai membicarakan kejadian yang sangat mengesankan itu.

Benarlah bahwa hanya orang muslim yang menghayati Islam sepenuhnya sajalah, yang dapat bersikap seperti Ali bin Abu Thalib r.a. Tetapi tak ada orang lain yang lebih terkesan dalam hatinya selain orang Nasrani yang kemudian jadi muslim itu.

Kenyataan ini dibuktikan pada hari-hari selanjutnya. Sejarah kemudian mencatat, bahwa bekas Nasrani itu ternyata seorang muslim yang sangat gigih membela Ali bin Abu Thalib r.a. dalam perjuangan menegakkan kebenaran Islam dan menumpas pemberontakan Khawarij di Nehrawan.

Peristiwa tersebut merupakan petunjuk nyata tentang betapa tingginya tingkat ketakwaan, kejujuran dan keadilan Ali bin Abu Thalib r.a.

Semua ibadah jasmaniah dan rohaniyahnya bukan lagi dirasa sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan, melainkan sudah menjadi kenikmatan dan kebahagiaan hidupnya sehari-hari.

Semua yang dilakukan semata-mata berdasarkan dorongan cinta kepada Allah 'Azza wa Jalla dan kegairahan melaksanakan tauladan hidup yang diberikan oleh putera pamannya, Nabi Muhammad s.a.w.

Dalam hal melaksanakan keadilan, Ali bin Abu Thalib r.a. benar-benar tidak pandang bulu. Yang benar dinyatakan benar, yang salah dinyatakan salah, tak peduli siapa saja yang dihadapinya. Apakah yang dihadapinya itu orang lain, keluarga sendiri, orang kaya atau miskin, orang yang berkedudukan atau pun tidak.

Dalam pandangan Ali bin Abu Thalib r.a. sebagai penegak hukum Allah, semua manusia adalah hamba Allah yang sama derajat.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1857 seconds (0.1#10.140)