Sholat Jum’at Online Saat Darurat, Begini Pendapat Muhammadiyah
loading...
A
A
A
Dari ‘Āisyah (diriwayatkan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda: Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak berdasarkan kepada perintah kami, maka ditolak [H.R. Muslim].
… صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِىْ أُصَلِّى [رواه البخاري].
Artinya:… Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku melakukan shalat [H.R. al-Bukhārī].
Atas dasar nas-nas di atas para fukaha merumuskan kaidah fikihiah mengenai ibadah sebagai berikut,
اَلْأَصْلُ فِي اْلعِبَادَاتِ التَّحْرِيْمُ حَتَى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّهَا عِبَادَةٌ مَشْرُوْعَةٌ.
Artinya: “Pada asasnya ibadah itu dilarang untuk dilakukan kecuali yang terdapat dalil yang menunjukkannya sebagai ibadah yang masyruk.”
اَلْأَصْلُ فِي اْلعِبَادَاتِ التَّوْقِيْفُ فَلاَ يُشْرَعُ مِنْهَا إِلَّا مَا شَرَعَهُ اللهُ.
Artinya: “Pada asasnya ibadah itu bersifat taukif, sehingga tidak sah dilakukan, kecuali yang disyariatkan Allah.”
اَلْأَصْلُ فِي اْلعِبَادَاتِ اْلبُطْلَانُ إِلاَّ مَا شَرَعَهُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ.
Artinya: “Pada asasnya ibadah itu batal kecuali yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya.”
Untuk memahami berbagai masalah agama (akidah, akhlak, ibadah, dan muamalat dunyawiah) digunakan suatu sistem pemahaman yang disebut Manhaj Tarjih.
Manhaj Tarjih sebagai kegiatan intelektual untuk merespons berbagai persoalan dari sudut pandang agama Islam tidak sekadar bertumpu pada sejumlah prosedur teknis, melainkan juga dilandasi oleh wawasan atau perspektif pemahaman agama yang menjadi karakteristik pemikiran Islam Muhammadiyah. Salah satu wawasan/perspektif dalam Manhaj Tarjih itu adalah wawasan tajdid.
Tajdid mempunyai dua arti, purifikasi atau pemurnian dan dinamisasi. Dalam bidang akidah dan ibadah tajdid bermakna purifikasi atau pemurnian, yakni mengembalikan kepada kemurniannya sesuai dengan Sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam.
Sedangkan dalam bidang muamalat duniawiyah tajdid berarti dinamisasi kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif dan inovatif sesuai tuntutan zaman. Shalat Jum‘at merupakan bagian dari ibadah, sehingga tajdid dalam persoalan shalat Jum‘at adalah purifikasi, bukan dinamisasi, sehingga harus dikembalikan kepada kemurniannya.
Beberapa ketentuan ibadah sholat Jum‘at tersebut adalah sebagai berikut,
Hukum Sholat Jum‘at
Shalat Jum‘at hukumnya wajib bagi setiap orang Islam yang telah memenuhi persyaratan, hal ini dijelaskan beberapa dalil berikut,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوآ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” [Q.S. al-Jumu‘ah :9].
Ayat ini berisi tentang seruan atau panggilan untuk melaksanakan shalat Jum‘at. Panggilan tersebut berupa azan, artinya apabila muazin telah mengumandangkan azan untuk shalat Jum‘at maka umat Islam harus bergegas mendengarkan khutbah dan melaksanakan shalat Jum‘at. Adapun disebut Jum‘at artinya berkumpulnya manusia pada hari itu untuk melaksanakan shalat Jum‘at di tempat yang luas dan besar seperti masjid yang dilakukan sekali dalam satu pekan (lihat Ibnu Kaṡir, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓim 4/365-367, Wahbah az-Zuhailī, Tafsīr al-Munīr 14/573 dan Muhammad ‘Alī aṣ-Ṣābūnī, Tafsīr Āyāt al-Aḥkām II/569-586).
… صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِىْ أُصَلِّى [رواه البخاري].
Artinya:… Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku melakukan shalat [H.R. al-Bukhārī].
Atas dasar nas-nas di atas para fukaha merumuskan kaidah fikihiah mengenai ibadah sebagai berikut,
اَلْأَصْلُ فِي اْلعِبَادَاتِ التَّحْرِيْمُ حَتَى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّهَا عِبَادَةٌ مَشْرُوْعَةٌ.
Artinya: “Pada asasnya ibadah itu dilarang untuk dilakukan kecuali yang terdapat dalil yang menunjukkannya sebagai ibadah yang masyruk.”
اَلْأَصْلُ فِي اْلعِبَادَاتِ التَّوْقِيْفُ فَلاَ يُشْرَعُ مِنْهَا إِلَّا مَا شَرَعَهُ اللهُ.
Artinya: “Pada asasnya ibadah itu bersifat taukif, sehingga tidak sah dilakukan, kecuali yang disyariatkan Allah.”
اَلْأَصْلُ فِي اْلعِبَادَاتِ اْلبُطْلَانُ إِلاَّ مَا شَرَعَهُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ.
Artinya: “Pada asasnya ibadah itu batal kecuali yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya.”
Untuk memahami berbagai masalah agama (akidah, akhlak, ibadah, dan muamalat dunyawiah) digunakan suatu sistem pemahaman yang disebut Manhaj Tarjih.
Manhaj Tarjih sebagai kegiatan intelektual untuk merespons berbagai persoalan dari sudut pandang agama Islam tidak sekadar bertumpu pada sejumlah prosedur teknis, melainkan juga dilandasi oleh wawasan atau perspektif pemahaman agama yang menjadi karakteristik pemikiran Islam Muhammadiyah. Salah satu wawasan/perspektif dalam Manhaj Tarjih itu adalah wawasan tajdid.
Tajdid mempunyai dua arti, purifikasi atau pemurnian dan dinamisasi. Dalam bidang akidah dan ibadah tajdid bermakna purifikasi atau pemurnian, yakni mengembalikan kepada kemurniannya sesuai dengan Sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam.
Sedangkan dalam bidang muamalat duniawiyah tajdid berarti dinamisasi kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif dan inovatif sesuai tuntutan zaman. Shalat Jum‘at merupakan bagian dari ibadah, sehingga tajdid dalam persoalan shalat Jum‘at adalah purifikasi, bukan dinamisasi, sehingga harus dikembalikan kepada kemurniannya.
Beberapa ketentuan ibadah sholat Jum‘at tersebut adalah sebagai berikut,
Hukum Sholat Jum‘at
Shalat Jum‘at hukumnya wajib bagi setiap orang Islam yang telah memenuhi persyaratan, hal ini dijelaskan beberapa dalil berikut,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوآ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” [Q.S. al-Jumu‘ah :9].
Ayat ini berisi tentang seruan atau panggilan untuk melaksanakan shalat Jum‘at. Panggilan tersebut berupa azan, artinya apabila muazin telah mengumandangkan azan untuk shalat Jum‘at maka umat Islam harus bergegas mendengarkan khutbah dan melaksanakan shalat Jum‘at. Adapun disebut Jum‘at artinya berkumpulnya manusia pada hari itu untuk melaksanakan shalat Jum‘at di tempat yang luas dan besar seperti masjid yang dilakukan sekali dalam satu pekan (lihat Ibnu Kaṡir, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓim 4/365-367, Wahbah az-Zuhailī, Tafsīr al-Munīr 14/573 dan Muhammad ‘Alī aṣ-Ṣābūnī, Tafsīr Āyāt al-Aḥkām II/569-586).