Salat Id, Tanpa Azan dan Iqamah Juga Tanpa Salat Qabliyah dan Ba’diyah

Kamis, 21 Mei 2020 - 16:50 WIB
loading...
Salat Id, Tanpa Azan dan Iqamah Juga Tanpa Salat Qabliyah dan Ba’diyah
Salat id tanpa didahului azan dan iqamah. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
Salat Idul Fitri maupun Salat Idul Adha tidak didahului azan dan iqamah, juga tanpa salat qabliyah sebelum salat id, dan ba’diyah setelah salat Id.

"Dalam salat idul fitri tidak ada azan dan iqamah. Juga tanpa salat qabliyah dan ba’diyah," demikian Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc MAg dalam buku Bekal Ramadhan dan Idul Fithri (6): Idul Fithri.

Biasanya, pada salat berjamaah memang ada azan dan iqamat berkumandang, sebagai pemberitahuan bahwa telah masuk waktu salat. Namun tidak dengan salat Id. Sejak malam Id takbir sudah dikumandangkan berulang-ulang, semua bersuka cita menyambut datangnya hari raya Idul Fitri. ( )

Demikian juga yang dilakukan di masa Rasulullah SAW, bahwa salat Id memang dilaksanakan tanpa azan dan iqamah. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim berikut ini

وعن جابر بن سمرة ” شهدت مع النبي صلى الله عليه وسلم العيدين غير مرة ولا مرتين بغير أذان ولا إقامة ” رواه مسلم

Dari sahabat Jabir bin Samrah berkata, ‘Aku menyaksikan dua hari raya (Idulfitri&Adha) bersama Nabi Muhammad Saw, tidak hanya sekali atau dua kali, tanpa azan dan iqamah’ (HR. Muslim)



Sementara dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari juga disebutkan hal yang sama dengan redaksi yang berbeda

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : شهدت العيد مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ومع أبي بكر وعمر وعثمان رضي الله عنهم فكلهم صلى قبل الخطبة بغير أذان ولا إقامة

Dari sahabat Ibnu Abbas berkata, ‘aku menyaksikan salat Id bersama Rasulullah Saw, Abu Bakar, Umar dan Ustman. Mereka semua salat sebelum melaksanakan khutbah tanpa adzan dan iqamah.

Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, berdasarkan riwayat di atas dapat diketahui bahwa pada masa Nabi Muhammad Saw. salat Id dilakukan tanpa azan dan iqamat. Adapun yang sunnah adalah memanggil untuk jamaah salat Id dengan al-shalaatu jaami’atun sebab diriwayatkan dari Zuhri bahwa dia memanggil dengan kalimat demikian.



Adapun riwayat dari Zuhri adalah hadis mursal yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm dengan sanad yang lemah sebagaimana berikut

أخبرنا الثقة عن الزهري قال : ” { لم يكن يؤذن للنبي صلى الله عليه وسلم ولا أبي بكر ولا عمر ولا عثمان في العيدين } حتى أحدث ذلك معاوية بالشام وأحدثه الحجاج بالمدينة حين مر عليها قال الزهري : { وكان النبي صلى الله عليه وسلم يأمر في العيدين المؤذن فيقول : الصلاة جامعة

Meriwayatkan seorang yang jujur dari al-Zuhri, berkata, “Tidak ada azan pada masa Nabi Saw., tidak juga Abu Bakar, tidak pula Umar, tidak pula Ustman pada hari raya Idulfitri dan adha. Hingga Muawiyah melakukannya di Syam dan Hajaj di Madinah, ketika Zuhri melewati mereka, ia berkata, ‘Nabi Saw menyuruh muadzin pada hari Id (idulfitri/adha) untuk berkata, “al-shalaatu Jaami’ah.”

Menurut Imam Syafi’i, panggilan “al-shalaatu Jaami’ah” pada hadis dhaif di atas dianalogikan dengan salat gerhana yang mana pada saat akan memulai salat gerhana Nabi Muhammad mengatakan al-Shalaatu Jaami’ah sebagai tanda salat akan didirikan sebagaimana terekam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim.


Berdasarkan hal tersebut menurut pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah mengatalan bahwa azan adalah panggilan untuk salat lima waktu sedangkan pada salat Id umat islam menyambutnya tanpa perlu dipanggil, sebagai tanda suka cita akan datangnya hari raya idulfitri dengan memperbanyak membaca takbir sejak keluar dari rumah hingga sampai ke tempat salat Id.

Dalam suatu riwayat disebutkan:

كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّر حَتَّى يَأْتِيَ المُصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْر

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai salat hendak dilaksanakan. Ketika salat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.”



Tanpa Shalat Qabliyah dan Ba’diyah
Di dalam salat Id, juga tidak ada salat sunnah, baik qabliyah (sebelum) atau ba’diyah (sesudahnya).

Dasarnya adalah: Dari Ibnu Abbas ra, berkata: “Sesungguhnya Nabi saw ketika melaksanakan shalat Id, beliau tidak melaksanakan salat apapun baik sebelum atau sesudahnya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun dalam madzhab As-Syafi’i, menurut Muhammad Saiyid Mahadhir, khusus untuk makmum, maka hukumnya boleh-boleh saja salat sunnah, baik sebelum maupun sesudahnya, baik di rumah ataupun di tempat di mana salat hari raya dikerjakan, asalkan salat sunnah tersebut tidak ada hubungannya dengan salat sunnah hari raya.

Maka berdasarkan penjelasan ini jika salat dilaksanakan di masjid, misalnya, boleh hukumnya salat sunnah Tahiyyatul Masjid, atau boleh juga salat duha sementara menunggu imam, atau boleh juga qadha shalat, dst.

Diduga bahwa tidak ada salat sunnah sebelum dan sesudah dalam hadis itu maksudnya adalah salat qabliyah dan ba’diyah, lebih khusus lagi hadis tersebut teruntuk bagi imam salat hari raya, dimana imam disunnahkan datang belakangan setelah semua orang kumpul di masjid/lapangan, dan pada saat imam datang, maka takbiran dihentikan serta imam langsung memimpin salat id tanpa harus terlebih dahulu salat dua rakaat untuk Tahiyyatul Masjid.



Hal ini berdasarkan perilaku Rasulullah saw:

Abu Said Al-Khudri berkata: “Hal pertama yang Rasulullah saw kerjakan setelah keluar menuju mushalla (lapangan) pada hari raya Idul Fithri dan Idul Adha adalah salat (maksudnya shalat id itu sendiri).

Namun dalam mazhab Hanbali makruh hukumnya meng-qadha salat sebelum salat id, karena menurut Imam Ahmad ada kekhawatiran nanti orang-orang mengikutinya, pun demikian dengan salat sunnah lainnya. Begitu juga dalam mazhab Hanafi makruh hukumnya secara umum jika ada yang mengerjakan salat sunnah sebelum atau setelah salat Id. ( )
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3080 seconds (0.1#10.140)