Onani, Mimpi Basah, dan Ciuman di Siang Ramadhan Tak Wajib Bayar Denda
loading...
A
A
A
HUBUNGAN seks dengan pasangan di siang hari jelas membatalkan puasa dan wajib membayar denda atau kaffarat. Lalu bagaimana dengan ciuman dengan istri? Bagaimana pula onani atau masturbasi, dan mimpi basah di siang hari?
M Quraish Shihab dalam " Wawasan Al-Quran " menjelaskan potongan ayat uhilla lakum lailatash-shiyamir-rafatsu ila nisa'ikum (Dihalalkan kepada kamu pada malam Ramadhan bersebadan dengan istri-istrimu) ( QS Al-Baqarah [2]: 187 )
Menurut Quraish, ayat ini membolehkan hubungan seks (bersebadan) di malam hari bulan Ramadhan, dan ini berarti bahwa di siang hari Ramadhan, hubungan seks tidak dibenarkan. “Termasuk dalam pengertian hubungan seks adalah mengeluarkan sperma dengan cara apa pun,” katanya.
Oleh karrena itu, Quraish Shihab menjelaskan walaupun ayat ini tak melarang ciuman, atau pelukan antar suami-istri, namun para ulama mengingatkan bahwa hal tersebut bersifat makruh, khususnya bagi yang tidak dapat menahan diri, karena dapat mengakibatkan keluarnya sperma.
Menurut istri Nabi, Aisyah r.a., Nabi SAW pernah mencium istrinya saat berpuasa. Nah, bagi yang mencium atau apa pun selain berhubungan seks, kemudian ternyata "basah", kata Quraish Shihab, maka puasanya batal. Ia harus menggantinya pada hari lain.
Hanya saja, mayoritas ulama tidak mewajibkan yang bersangkutan membayar kaffarat, kecuali jika ia melakukan hubungan seks (di siang hari), dan kaffaratnya dalam hal ini berdasarkan hadis Nabi adalah berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, maka ia harus memerdekakan hamba. Jika tidak mampu juga, maka ia harus memberi makan enam puluh orang miskin.
Bagi yang melakukan hubungan seks di malam hari, tidak harus mandi sebelum terbitnya fajar. Ia hanya berkewajiban mandi sebelum terbitnya matahari --paling tidak dalam batas waktu yang memungkinkan ia shalat subuh dalam keadaan suci pada waktunya. Demikian pendapat mayoritas ulama.
Buku “Meraih Puasa Sempurna”, Diterjemahkan dari kitab “Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab”, karya Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar juga menyebutkan jika orang yang berpuasa mengeluarkan sperma dengan sengaja, baik melalui ciuman, sentuhan, onani, atau pun yang lainnya maka puasanya menjadi rusak, karena hal ini termasuk bagian dari syahwat yang bertentangan dengan puasa, dan dia wajib mengqadha’nya saja.
Sedangkan keluarnya sperma karena mimpi atau pikiran (hayalan) tanpa adanya tindakan fisik, menurut Syaikh Muhammad bin Ibrahim dalam Fataawaa wa Rasaa-il Samaahatusy, tidak membatalkan puasanya. Menurutnya, karena mimpi itu bukan atas keinginannya sedangkan pikiran itu insya Allah dapat dimaafkan.
Onani
Menurut mayoritas ulama, onani atau masturbasi termasuk pembatal puasa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Ta’ala berfirman,
يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِى
“Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan dan minumnya.” (HR. Bukhari no. 7492). Dan onani adalah bagian dari syahwat.
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni berkata,
وَلَوْ اسْتَمْنَى بِيَدِهِ فَقَدْ فَعَلَ مُحَرَّمًا ، وَلَا يَفْسُدُ صَوْمُهُ بِهِ إلَّا أَنْ يُنْزِلَ ، فَإِنْ أَنْزَلَ فَسَدَ صَوْمُهُ ؛ لِأَنَّهُ فِي مَعْنَى الْقُبْلَةِ فِي إثَارَةِ الشَّهْوَةِ
“Jika seseorang mengeluarkan mani secara sengaja dengan tangannya, maka ia telah melakukan suatu yang haram. Puasanya tidaklah batal kecuali jika mani itu keluar. Jika mani keluar, maka batallah puasanya. Karena perbuatan ini termasuk dalam makna qublah yang timbul dari syahwat.”
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 322) berkata, “Jika seseorang mencium atau melakukan penetrasi selain pada kemaluan istri dengan kemaluannya atau menyentuh istrinya dengan tangannya atau dengan cara semisal itu lalu keluar mani, maka batallah puasanya. Jika tidak, maka tidak batal.”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata, “Jika seseorang memaksa keluar mani dengan cara apa pun baik dengan tangan, menggosok-gosok ke tanah atau dengan cara lainnya, sampai keluar mani, maka puasanya batal. Demikian pendapat ulama madzhab, yaitu Imam Malik, Syafi’i, Abu Hanifah, dan Ahmad.
Fatwa Lajnah Daimah (Komite Tetap untuk Studi Islam dan Fatwa Arab Saudi), menyatakan orang yang melakukan onani di siang hari Ramadan, sementara dia sedang puasa, wajib bertobat kepada Allah, dan wajib mengganti puasa di hari saat dia melakukan onani. Akan tetapi, tidak ada kewajiban kafarah, karena kewajiban membayar kafarah hanya untuk pelanggaran melakukan hubungan suami-istri.
M Quraish Shihab dalam " Wawasan Al-Quran " menjelaskan potongan ayat uhilla lakum lailatash-shiyamir-rafatsu ila nisa'ikum (Dihalalkan kepada kamu pada malam Ramadhan bersebadan dengan istri-istrimu) ( QS Al-Baqarah [2]: 187 )
Menurut Quraish, ayat ini membolehkan hubungan seks (bersebadan) di malam hari bulan Ramadhan, dan ini berarti bahwa di siang hari Ramadhan, hubungan seks tidak dibenarkan. “Termasuk dalam pengertian hubungan seks adalah mengeluarkan sperma dengan cara apa pun,” katanya.
Oleh karrena itu, Quraish Shihab menjelaskan walaupun ayat ini tak melarang ciuman, atau pelukan antar suami-istri, namun para ulama mengingatkan bahwa hal tersebut bersifat makruh, khususnya bagi yang tidak dapat menahan diri, karena dapat mengakibatkan keluarnya sperma.
Menurut istri Nabi, Aisyah r.a., Nabi SAW pernah mencium istrinya saat berpuasa. Nah, bagi yang mencium atau apa pun selain berhubungan seks, kemudian ternyata "basah", kata Quraish Shihab, maka puasanya batal. Ia harus menggantinya pada hari lain.
Hanya saja, mayoritas ulama tidak mewajibkan yang bersangkutan membayar kaffarat, kecuali jika ia melakukan hubungan seks (di siang hari), dan kaffaratnya dalam hal ini berdasarkan hadis Nabi adalah berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, maka ia harus memerdekakan hamba. Jika tidak mampu juga, maka ia harus memberi makan enam puluh orang miskin.
Bagi yang melakukan hubungan seks di malam hari, tidak harus mandi sebelum terbitnya fajar. Ia hanya berkewajiban mandi sebelum terbitnya matahari --paling tidak dalam batas waktu yang memungkinkan ia shalat subuh dalam keadaan suci pada waktunya. Demikian pendapat mayoritas ulama.
Buku “Meraih Puasa Sempurna”, Diterjemahkan dari kitab “Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab”, karya Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar juga menyebutkan jika orang yang berpuasa mengeluarkan sperma dengan sengaja, baik melalui ciuman, sentuhan, onani, atau pun yang lainnya maka puasanya menjadi rusak, karena hal ini termasuk bagian dari syahwat yang bertentangan dengan puasa, dan dia wajib mengqadha’nya saja.
Sedangkan keluarnya sperma karena mimpi atau pikiran (hayalan) tanpa adanya tindakan fisik, menurut Syaikh Muhammad bin Ibrahim dalam Fataawaa wa Rasaa-il Samaahatusy, tidak membatalkan puasanya. Menurutnya, karena mimpi itu bukan atas keinginannya sedangkan pikiran itu insya Allah dapat dimaafkan.
Onani
Menurut mayoritas ulama, onani atau masturbasi termasuk pembatal puasa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Ta’ala berfirman,
يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِى
“Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan dan minumnya.” (HR. Bukhari no. 7492). Dan onani adalah bagian dari syahwat.
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni berkata,
وَلَوْ اسْتَمْنَى بِيَدِهِ فَقَدْ فَعَلَ مُحَرَّمًا ، وَلَا يَفْسُدُ صَوْمُهُ بِهِ إلَّا أَنْ يُنْزِلَ ، فَإِنْ أَنْزَلَ فَسَدَ صَوْمُهُ ؛ لِأَنَّهُ فِي مَعْنَى الْقُبْلَةِ فِي إثَارَةِ الشَّهْوَةِ
“Jika seseorang mengeluarkan mani secara sengaja dengan tangannya, maka ia telah melakukan suatu yang haram. Puasanya tidaklah batal kecuali jika mani itu keluar. Jika mani keluar, maka batallah puasanya. Karena perbuatan ini termasuk dalam makna qublah yang timbul dari syahwat.”
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 322) berkata, “Jika seseorang mencium atau melakukan penetrasi selain pada kemaluan istri dengan kemaluannya atau menyentuh istrinya dengan tangannya atau dengan cara semisal itu lalu keluar mani, maka batallah puasanya. Jika tidak, maka tidak batal.”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata, “Jika seseorang memaksa keluar mani dengan cara apa pun baik dengan tangan, menggosok-gosok ke tanah atau dengan cara lainnya, sampai keluar mani, maka puasanya batal. Demikian pendapat ulama madzhab, yaitu Imam Malik, Syafi’i, Abu Hanifah, dan Ahmad.
Fatwa Lajnah Daimah (Komite Tetap untuk Studi Islam dan Fatwa Arab Saudi), menyatakan orang yang melakukan onani di siang hari Ramadan, sementara dia sedang puasa, wajib bertobat kepada Allah, dan wajib mengganti puasa di hari saat dia melakukan onani. Akan tetapi, tidak ada kewajiban kafarah, karena kewajiban membayar kafarah hanya untuk pelanggaran melakukan hubungan suami-istri.
(mhy)