Hudzaifah ibnul Yaman: Jago Membaca Tabiat dan Airmuka Seseorang
loading...
A
A
A
SUATU hari, Penduduk kota Madinah berduyun-duyun keluar rumah untuk menyambut kedatangan wali negeri yang baru diangkat serta dipilih oleh Amirul Mu'minin Umar bin Khattab radhiyallah 'anhu. Pejabat baru ini adalah sahabat Nabi yang saleh dan takwa. Dia juga dikenal sebagai pembebas tanah Irak.
Ketika mereka sedang menunggu rombongan yang hendak datang, tiba-tiba muncullah di hadapan mereka seorang laki-laki dengan wajah berseri-seri. la mengendarai seekor keledai yang beralaskan kain usang. Kedua kakinya teruntai ke bawah. Kedua tangannya memegang roti serta garam, sedang mulutnya sedang mengunyah.
Lelaki bersahaja itu adalah sang wali negeri yang baru itu. Namanya, Hudzaifah ibnul Yaman.
Penduduk Madinah hampir-hampir tak percaya bahwa dialah sang petinggi itu.
Hudzaifah meneruskan perjalanan, di saat orang-orang masih berkerumun dan mengelilinginya. Dan ketika dilihat bahwa mereka menatapnya seolah-olah menunggu amanat, diperhatikannya air muka mereka, lalu katanya:"Jauhilah oleh kalian tempat-tempat fitnah!"
"Di manakah tempat-tempat fitnah itu wahai Abu Abdillah?" tanya mereka.
"Pintu-rumah para pembesar. Seorang di antara kalian masuk menemui mereka dan mengatakan ucapan palsu serta memuji perbuatan baik yang tak pernah mereka lakukan,” jawabnya.
Suatu pernyataan yang luar biasa di samping sangat mena'jubkan. Dari ucapan yang mereka dengar dari wali negeri yang baru ini, orang-orang segera beroleh kesimpulan bahwa tak ada yang lebih dibencinya tentang apa saja yang terdapat di dunia ini, begitu pun yang lebih hina dalam pandangan matanya daripada kemunafikan. Dan pernyataan ini sekaligus merupakan ungkapan yang paling tepat terhadap kepribadian wali negeri baru ini, serta sistem yang akan ditempuhnya dalam pemerintahan.
Membaca Tabiat dan Airmuka
Hudzaifah ibnu Yaman radhiyallahu 'anhu memasuki arena kehidupan ini dengan bekal tabiat istimewa, antara ciri-cirinya ialah anti kemunafikan, dan mampu melihat jejak dan gejalanya walau tersembunyi di tempat-tempat yang jauh sekali pun.
Semenjak ia bersama saudaranya, Shafwan, menemani bapaknya menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan ketiganya memeluk Islam, sementara Islam menyebabkan wataknya bertambah terang dan cemerlang. Maka sungguh, ia menganutnya itu secara teguh dan suci, serta lurus dan gagah berani, dan dipandangnya sifat pengecut, bohong dan kemunafikan sebagai sifat yang rendah dan hina.
la terdidik di tangan Rasulullah SAW dengan kalbu terbuka tak ubah bagai cahaya subuh, hingga tak suatu pun dari persoalan hidupnya yang tersembunyi. Tak ada rahasia terpendam dalam lubuk hatinya. Seorang yang benar dan jujur, mencintai orang-orang yang teguh membela kebenaran, sebaliknya mengutuk orang-orang yang berbelit-belit dan riya, orang-orang culas bermuka dua.
la bergaul dengan Rasullulah SAW dan sungguh, tak ada lagi tempat baik di mana bakat Hudzaifah ini tumbuh subur dan berkembang sebagai halnya di arena ini, yakni dalam pangkuan Agama Islam. Di hadapan Rasulullah SAW dan di tengah-tengah golongan besar Kaum perintis dari sahabat-sahabat Rasulullah SAW.
Bakatnya ini benar-benar tumbuh menurut kenyataan hingga ia berhasil mencapai keahlian dalam membaca tabi'at dan airmuka seseorang. Dalam waktu selintas kilas, ia dapat menebak airmuka dan tanpa susah payah akan mampu menyelidiki rahasia-rahasia yang tersembunyi serta simpanan yang terpendam.
Kemampuannya dalam hal ini telah sampai kepada apa yang diinginkannya, hingga Amirul Mu'minin Umar radhiyallah 'anhu yang dikenal sebagai orang yang penuh dengan inspirasi seorang yang cerdas dan ahli, sering juga mengandalkan pendapat Hudzaifah, begitu pula ketajaman pandangannya dalam memilih tokoh dan mengenali mereka.
Sungguh Hudzaifah radhiyallahu 'anhu telah dikaruniai pikiran jernih, menyebabkannya sampai pada suatu kesimpulan, bahwa dalam kehidupan ini sesuatu yang baik itu adalah yang jelas dan gamblang, yakni bagi orang yang betul-betul menginginkannya. Sebaliknya yang jelek ialah yang gelap atau samar-samar, dan karena itu orang yang bijaksana hendaklah mempelajari sumber-sumber kejahatan ini dan kemungkinan-kemungkinannya.
Demikianlah Hudzaifah radhiyallah 'anhu terus-menerus mempelajari kejahatan dan orang-orang jahat, kemunafikan dan orang-orang munafiq. Berkatalah ia: "Orang-orang menanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang kebaikan, tetapi saya menanyakan kepadanya tentang kejahatan, karena takut akan terlibat di dalamnya”.
Pernah kubertanya:"Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dulu kita berada dalam kejahiliyahan dan diliputi kejahatan, lalu Allah mendatangkan kepada kita kebaikan ini. Apakah di balik kebaikan ini ada kejahatan?”
Ketika mereka sedang menunggu rombongan yang hendak datang, tiba-tiba muncullah di hadapan mereka seorang laki-laki dengan wajah berseri-seri. la mengendarai seekor keledai yang beralaskan kain usang. Kedua kakinya teruntai ke bawah. Kedua tangannya memegang roti serta garam, sedang mulutnya sedang mengunyah.
Lelaki bersahaja itu adalah sang wali negeri yang baru itu. Namanya, Hudzaifah ibnul Yaman.
Penduduk Madinah hampir-hampir tak percaya bahwa dialah sang petinggi itu.
Hudzaifah meneruskan perjalanan, di saat orang-orang masih berkerumun dan mengelilinginya. Dan ketika dilihat bahwa mereka menatapnya seolah-olah menunggu amanat, diperhatikannya air muka mereka, lalu katanya:"Jauhilah oleh kalian tempat-tempat fitnah!"
"Di manakah tempat-tempat fitnah itu wahai Abu Abdillah?" tanya mereka.
"Pintu-rumah para pembesar. Seorang di antara kalian masuk menemui mereka dan mengatakan ucapan palsu serta memuji perbuatan baik yang tak pernah mereka lakukan,” jawabnya.
Suatu pernyataan yang luar biasa di samping sangat mena'jubkan. Dari ucapan yang mereka dengar dari wali negeri yang baru ini, orang-orang segera beroleh kesimpulan bahwa tak ada yang lebih dibencinya tentang apa saja yang terdapat di dunia ini, begitu pun yang lebih hina dalam pandangan matanya daripada kemunafikan. Dan pernyataan ini sekaligus merupakan ungkapan yang paling tepat terhadap kepribadian wali negeri baru ini, serta sistem yang akan ditempuhnya dalam pemerintahan.
Membaca Tabiat dan Airmuka
Hudzaifah ibnu Yaman radhiyallahu 'anhu memasuki arena kehidupan ini dengan bekal tabiat istimewa, antara ciri-cirinya ialah anti kemunafikan, dan mampu melihat jejak dan gejalanya walau tersembunyi di tempat-tempat yang jauh sekali pun.
Semenjak ia bersama saudaranya, Shafwan, menemani bapaknya menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan ketiganya memeluk Islam, sementara Islam menyebabkan wataknya bertambah terang dan cemerlang. Maka sungguh, ia menganutnya itu secara teguh dan suci, serta lurus dan gagah berani, dan dipandangnya sifat pengecut, bohong dan kemunafikan sebagai sifat yang rendah dan hina.
la terdidik di tangan Rasulullah SAW dengan kalbu terbuka tak ubah bagai cahaya subuh, hingga tak suatu pun dari persoalan hidupnya yang tersembunyi. Tak ada rahasia terpendam dalam lubuk hatinya. Seorang yang benar dan jujur, mencintai orang-orang yang teguh membela kebenaran, sebaliknya mengutuk orang-orang yang berbelit-belit dan riya, orang-orang culas bermuka dua.
la bergaul dengan Rasullulah SAW dan sungguh, tak ada lagi tempat baik di mana bakat Hudzaifah ini tumbuh subur dan berkembang sebagai halnya di arena ini, yakni dalam pangkuan Agama Islam. Di hadapan Rasulullah SAW dan di tengah-tengah golongan besar Kaum perintis dari sahabat-sahabat Rasulullah SAW.
Bakatnya ini benar-benar tumbuh menurut kenyataan hingga ia berhasil mencapai keahlian dalam membaca tabi'at dan airmuka seseorang. Dalam waktu selintas kilas, ia dapat menebak airmuka dan tanpa susah payah akan mampu menyelidiki rahasia-rahasia yang tersembunyi serta simpanan yang terpendam.
Kemampuannya dalam hal ini telah sampai kepada apa yang diinginkannya, hingga Amirul Mu'minin Umar radhiyallah 'anhu yang dikenal sebagai orang yang penuh dengan inspirasi seorang yang cerdas dan ahli, sering juga mengandalkan pendapat Hudzaifah, begitu pula ketajaman pandangannya dalam memilih tokoh dan mengenali mereka.
Sungguh Hudzaifah radhiyallahu 'anhu telah dikaruniai pikiran jernih, menyebabkannya sampai pada suatu kesimpulan, bahwa dalam kehidupan ini sesuatu yang baik itu adalah yang jelas dan gamblang, yakni bagi orang yang betul-betul menginginkannya. Sebaliknya yang jelek ialah yang gelap atau samar-samar, dan karena itu orang yang bijaksana hendaklah mempelajari sumber-sumber kejahatan ini dan kemungkinan-kemungkinannya.
Demikianlah Hudzaifah radhiyallah 'anhu terus-menerus mempelajari kejahatan dan orang-orang jahat, kemunafikan dan orang-orang munafiq. Berkatalah ia: "Orang-orang menanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang kebaikan, tetapi saya menanyakan kepadanya tentang kejahatan, karena takut akan terlibat di dalamnya”.
Pernah kubertanya:"Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dulu kita berada dalam kejahiliyahan dan diliputi kejahatan, lalu Allah mendatangkan kepada kita kebaikan ini. Apakah di balik kebaikan ini ada kejahatan?”