Kisah Sultan Hamid II Mencegah Zionis-Yahudi Membeli Tanah Palestina

Jum'at, 21 Mei 2021 - 13:25 WIB
loading...
A A A
Pada hakekatnya, Sultan Abdul Hamid memandang sebuah keharusan orang-orang Yahudi itu tidak tinggal di Palestina. Agar orang-orang Arab tetap terjaga kebangsaannya yang natural.

Mengenai hal ini, Sultan mengatakan, “Namun demikian orang-orang Yahudi memiliki jumlah yang cukup di tengah kita. Maka jika kita menginginkan agar orang-orang Arab tetap memiliki kelebihannya sendiri, wajib bagi kita untuk memalingkan pemikiran tentang usaha menjadikan orang-orang Yahudi sebagai penduduk Palestina. Sebab jika tidak, sesungguhnya orang-orang Yahudi jika diam di sebuah negeri mereka akan menguasai semua sumber daya alamnya dalam jangka waktu yang sangat singkat. Jika demikian, maka ini berarti kita telah menjerumuskan saudara-saudara seagama kita ke dalam kematian yang pasti."

Pemerintahan Utsmani dalam banyak kesempatan telah berusaha untuk menjauhkan orang-orang Yahudi Utsmani dari pemikiran Herzl dan gerakan Zionis. Namun demikian, pemerintahan Utsmani sering kali menggunakan bahasa dengan gaya mengancam terhadap mereka.

Dalam hal ini Farukh Beik menjelaskan pada sarana-sarana media asing yang secara tegas menyatakan; "Sesungguhnya merupakan tindakan yang sangat jauh dari kebenaran jika orang-orang Zionis menciptakan kesulitan-kesulitan terhadap pemerintahan Utsmani dalam usaha untuk mencapai apa yang menjadi kepentingannya. Usaha mereka untuk menciptakan kesulitan di dalam pemerintahan Utsmani ini akan menimbulkan kesulitan sendiri pada keberadaaan mereka yang damai dan bahagia di dalam pemerintahan Utsmani.”

Poin ini demikian jelas, tulis Farukh, jika kita melihat hubungan antara orang-orang Utsmani dan penduduk Armenia. “Sebab orang-orang yang melakukan pemberontakan dalam jumlah yang sangat sedikit ini dan melakukan kesalahan serta kebodohan menyandarkan tindakan mereka pada nasehat Machiaville, telah membuat mereka menyesal terhadap apa yang mereka lakukan dan pada saat yang sama tidak mendapatkan apa apa dari apa yang mereka lakukan.”

Walaupun Herzl gagal dalam usaha meluluhkan Sultan Abdul Hamid II, namun dia menulis; “Tanah itu harus dikuasai melalui orang-orang Yahudi dengan cara sedikit-sedikit dan tanpa menggunakan sarana-sarana kekerasan. Kami akan berusaha untuk mendorong orang-orang fakir dari penduduk setempat untuk pindah ke negeri tetangga, dengan jaminan mereka akan mendapatkan pekerjaan dan dengan ancaman adanya bahaya jika mereka tetap tinggal di negeri kita.”

“Sesungguhnya penguasaan atas tanah itu akan berhasil dicapai melalui para agen-agen rahasia yang berada dalam perusahaan-perusahaan Yahudi, yang setelah itu akan menjadikan dirinya sebagai orang yang akan menanggung harga penjualan tanah pada orang-orang Yahudi. Lebih dari itu, perusahaan-perusahaan Yahudi itu akan bertugas untuk menjadi konsultan dalam jual beli harta milik yang tak bergerak, dan hendaknya penjualannya hanya diberikan pada orang-orang Yahudi.”

Herzl juga menulis, “Dari pembicaraan yang saya lakukan dengan Sultan Abdul Hamid ll saya menetapkan bahwa tidak mungkin kita menarik faedah apa-apa dari Turki, kecuali jika ada perubahan politik di dalamnya dengan cara menimbulkan perang di tengah mereka dan mereka kalah dalam perang tersebut, atau melibatkan mereka dalam sebuah konflik antarbangsa atau dengan cara dua-duanya "‘

Sesungguhnya Sultan Hamid mengetahui tujuan-tujuan orang-orang Yahudi, sebagaimana ini terlihat dalam catatan hariannya: "Ketua gerakan Zionis Herzl tidak akan pernah sekali-kali bisa meyakinkan saya dengan pemikiran-pemikirannya. Mungkin saja perkataannya. 'Masalah orang orang Yahudi akan selesai pada saat orang-orang Yahudi telah mampu mengendalikan bajak di tangannya.’ Adalah sebuah ungkapan yang benar dalam pandangannya, bahwa dia memberikan jaminan tanah bagi saudara-saudaranya dari kalangan Yahudi. Namun dia lupa bahwa kecerdikan saja tidak cukup untuk menyelesaikan semua persoalan.”

“Orang-orang Zionis itu tidak hanya ingin melakukan kegiatan pertanian di Palestina. Mereka menginginkan banyak hal. Seperti pembentukan pemerintahan dan memilih wakil-wakilnya. Saya tahu dengan sebaik-baiknya ambisi mereka. Namun orang-orang Yahudi itu hanya melihat di luaran, bahwa saya akan menerima usaha mereka, sebagaimana saya sanggup membendung mereka untuk tidak melakukan pengabdian di tengah istana saya, maka saya juga akan memusuhi setiap cita-cita dan ambisi mereka di Palestina.”

Soal Al-Quds
Sedangkan mengenai Al-Quds, Sultan Abdul Hamid ll mengatakan; "Kenapa kita harus meninggalkan Al-Quds. Sesungguhnya dia adalah tanah kita di setiap waktu dan masa, dan akan senantiasa demikian adanya. Dia adalah salah satu dari kota-kota suci kita, dan berada di tanah Islam. Al-Quds selamanya harus berada di tangan kita.”

Maksud Sultan Abdul Hamid dalam mendengarkan apa yang dikatakan oleh Theodore Herzl adalah, untuk mengetahui pertama, hakikat rencana-rencana orang Yahudi. Kedua, mengetahui kekuatan orang-orang Yahudi di seluruh dunia. Ketiga, menyelamatkan pemerintahan Utsmani dari ancaman bahaya Yahudi.

Sultan Abdul Hamid mulai membentuk agen-agen internal dan eksternal untuk memantau apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Mereka diminta untuk menuliskan laporan.

Sultan mengeluarkan dua maklumat penting. Pertama, pada bulan Juni tahun 1890 M dan yang kedua pada bulan Juli tahun 1890 M. Dalam maklumat yang pertama disebutkan tentang ditolaknya orang-orang Yahudi di kerajaan-kerajaan Syahsaniyah. Sedangkan yang kedua berisi kewajiban semua menteri untuk melakukan studi beragam serta wajib mengambil keputusan yang serius dan tegas dalam masalah Yahudi tersebut.

Sultan Abdul Hamid II mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mencegah digadaikan Palestina pada orang-orang Yahudi. Atas dasar inilah, dia dengan penuh serius tidak memberikan hak-hak istimewa pada orang-orang Yahudi yang kira-kira akan membuat orang-orang Yahudi tersebut bisa menguasai tanah Palestina.

Dalam kondisi yang demikian, tidak ada jalan lain bagi orang-orang Yahudi, kecuali semua kekuatan Yahudi bersatu padu dan bergandeng tangan untuk menyingkirkan Sultan Abdul Hamid II dari kursi kekuasaan.

Hal ini dikuatkan oleh apa yang dikatakan oleh Theodore Herzl: “Sesungguhnya saya kehilangan harapan untuk bisa merealisasikan keinginan orang-orang Yahudi di Palestina. Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak akan pernah bisa masuk ke dalam tanah yang dijanjikan, selama Sultan Abdul Hamid II masih tetap berkuasa dan duduk di atas kursinya.”

Orang-orang Yahudi di seluruh dunia bergerak membantu para musuh Sultan Abdul Hamid II. Mereka di antaranya terdiri dari kalangan pemberontak Armenia, para nasionalis di Balkan, gerakan Organisasi Persatuan dan Pembangunan. Mereka selalu membantu gerakan-gerakan separatis yang tidak lagi ingin bergabung dengan pemerintahan Sultan Abdul Hamid.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1584 seconds (0.1#10.140)