Masih Percaya Mitos Larangan Menikah Pada Bulan Syawal?

Senin, 25 Mei 2020 - 05:00 WIB
loading...
Masih Percaya Mitos Larangan Menikah Pada Bulan Syawal?
Nabi menikah pada bulan Syawal bukan tanpa alasan. Tapi untuk menghilangkan tradisi buruk. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
SYAWAL merupakan salah satu bulan hijriah yang dianjurkan melakukan puasa enam hari setelah Idul fitri . Ibnu Manzur dalam Lisanul Arab yang mengutip beberapa pendapat ahli bahasa mengungkapkan alasan penamaan bulan hijriah yang jatuh setelah Ramadhan tersebut disebut dengan Syawwāl.

Konon, pada musim bulan Syawal susu unta betina hanya keluar sedikit. Dalam bahasa Arab, fenomena tersebut dikenal dengan tasywīl laban al-ibil, kondisi susu unta yang menjadi sedikit. Menurut pendapat ini, kata Syawal berasal dari bahasa Arab syawwala yang berarti ‘menjadi sedikit (susu unta atau perbekalan).

Selain itu, ada juga ahli bahasa yang menyebutkan bahwa kata Syawal berkaitan dengan fenomena orang Arab Jahiliah yang enggan menikah pada bulan tersebut. Mereka beranggapan bahwa menikah pada bulan Syawal dapat membuat sial pasangan pengantin.

Nah, fenomena ini dimetaforkan oleh orang Arab pada masa lalu dengan perilaku unta betina yang enggan dikawin jantannya. Saat unta jantan hendak membuahi, unta betina menolak sambil menggerakkan buntutnya. Dalam bahasa Arab, unta betina yang menggerak-gerakkan buntutnya sebagai tanda penolakan itu disebut syāla bi dzanabiha.

Setelah Islam datang dan Rasulullah saw secara bertahap menancapkan tiang-tiang akidah yang lurus, sehingga sedikit demi sedikit orang-orang memeluk Islam. Maka di tengah-tengah dakwah beliau kepada tauhid dan menghapus kesyirikan di bumi Mekkah saat itu. Mitos larangan menikah pada bulan Syawal dalam tradisi Jahiliah ini lantas ditentang oleh Nabi Muhammad saw . Beliau sendiri menikahi beberapa istrinya pada bulan Syawal. Paling tidak ada tiga istri Nabi yang dinikahi pada bulan Syawal

Setelah isteri beliau tercinta Sayyidah Khadijah Radiyallahu ‘anhaa wafat pada bulan Ramadhan, maka pada bulan Syawal yaitu di tahun ke-11 kenabian (dua atau tiga tahun sebelum hijrah) beliau menikahi Sayyidah Aisyah yang saat itu berusia 6 atau 7 tahun. Dan setelah itu menikahi Sayyidah Saudah binti Zam’ah Radiyallahu ‘anhaa pada bulan yang sama. (Baca Juga: Masya Allah, Mahar Nabi Kepada Khadijah Ternyata Rp1,3 Miliar
Aisyah Radiyallahu ‘anhaa juga berkata,

تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ e فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ e كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟، قَالَ: ((وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ)) [رواه مسلم]

“Rasulullah menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan syawal pula. Maka isteri-isteri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” (Perawi) berkata, “Aisyah Radiyallahu ‘anhaa dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal.” (HR. Muslim)



Al-Imam An-Nawawi menerangkan hadis di atas di dalam syarah Shahih Muslim (9/209), “Di dalam hadis ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal. Para ulama kami (ulama Syafi’iyyah) telah menegaskan anjuran tersebut dan berdalil dengan hadis ini."

Dan Aisyah Radiyallahu ‘anhaa ketika menceritakan hal ini bermaksud membantah apa yang diyakini masyarakat jahiliyyah dahulu dan anggapan takhayul sebagian orang awam pada masa kini yang menyatakan kemakruhan menikah, menikahkan, dan membangun rumah tangga di bulan Syawal. Dan ini adalah batil, tidak ada dasarnya. Ini termasuk peninggalan jahiliyyah yang bertathayyur (menganggap sial). Hal itu, dikarenakan penamaan syawal dari kata al-isyalah dan ar-raf’u (menghilangkan/mengangkat).” (yang bermakna ketidakberuntungan menurut mereka).

Selanjutnya, menurut sebagaian riwayat, setelah Khadijah wafat, ada dua wanita yang dinikahi Nabi: Aisyah dan Saudah. Keduanya dinikahi Nabi pada bulan yang sama, yaitu Syawal. Hanya saja, karena Aisyah waktu itu masih berusia enam tahun, Nabi memilih untuk tinggal bersama Saudah selama tiga tahun terlebih dahulu. Setelah itu, baru Nabi membangun jalinan rumah tangga bersama Aisyah, setelah ia tumbuh dewasa. Itupun bukan kemauan Nabi sendiri, tapi atas pertimbangan matang dari Saudah. Berkumpul dengan Aisyah, juga Nabi lakukan di bulan yang sama, Syawal.

Namun, Al-Waqidi berpendapat bahwa Sayyidah Saudahlah orang yang pertama kali dinikahi Nabi setelah Sayyidah Khadijah wafat, kemudian Sayyidah Aisyah. Sayyidah Saudah dinikahi pada bulan Ramadan, sedangkan Sayyidah Aisyah dinikahi bulan Syawal, dua tahun sebelum hijrah Nabi ke Madinah. ( )

Ada satu lagi yang dinikahi pada bulan Syawal, yaitu Umu Salamah. ( )

Nabi menikah pada bulan Syawal bukan tanpa alasan. Tapi untuk menghilangkan tradisi buruk. Sebab pada masa Jahiliyah, Allah menurunkan wabah penyakit yang menyebabkan kematian, termasuk pada pengantin yang sedang melangsungkan pernikahan. Sehingga mereka beranggapan bahwa menikah di bulan Syawal menimbulkan malapetaka.

Menikah pada bulan Syawal untuk saat ini tentu bagus. Bulan tersebut sangat strategis untuk dijadikan momen spesial calon pengantin, karena umumnya keluarga berkumpul saat silaturahim halal-bihalal setelah lebaran. Sehingga, resepsi pernikahan diharapkan menjadi wadah kumpulnya seluruh keluarga. (Baca juga: Sayyidah Hafshah, Istri Rasulullah yang Sempat Dapat Talak Satu )
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1585 seconds (0.1#10.140)