Usia Berapa Anak Laki-laki Dikhitan?

Minggu, 13 Juni 2021 - 15:48 WIB
loading...
Usia Berapa Anak Laki-laki Dikhitan?
Khitan atau bersunat merupakan satu dari lima fitrah manusia. Foto/Ist
A A A
Khitan merupakan satu dari lima fitrah selain istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan mencukur kumis. Khitan, sunat atau sirkumsisi yaitu memotong kulit/daging yang menutupi kepala zakar bagi laki-laki atau memotong daging yang menonjol di atas kemaluan perempuan.

Pertanyaannya, usia berapa anak laki-laki dikhitan? Menurut Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia), tidak ada hadis yang benar-benar disepakati keshahihannya tentang kapan harinya.

Ada yang melarang pada hari ketujuh setelah kelahiran dan menilainya makruh. Muhanna bertanya kepada Imam Ahmad, tentang seorang yang mengkhitan anaknya di usia tujuh hari setelah lahir, Beliau menyatakan makruh hal itu. Dia mengatakan: هذا فعل اليهود (Ini perbuatan Yahudi).

Namun dalam riwayat lain dari 'Ishmah bin 'Isham, dari Hambal, dia mengatakan, Imam Ahmad menyatakan tidak apa-apa khitan hari ketujuh, ada pun pemakruhan yang dikatakan Imam Hasan Al-Bashri karena itu menyerupai Yahudi tidaklah ada dasarnya. (Tuhfaful Maudud, Hal. 119)

Imam Ibnul Mundzir menceritakan bahwa: Imam Hasan Al Bashri, Imam Malik, Imam Sufyan ats-Tsauri, menegaskan khitan di hari ketujuh setelah lahir itu makruh. Imam Hasan Bashri dan Imam Malik mengatakan itu menyerupai Yahudi, sementara Imam Sufyan ats Tsauri mengatakan itu bahaya/beresiko (Khathr). (Ibid, Hal. 120)

Kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambaliyah juga menyatakan makruh di hari ketujuh. Sedangkan Syafi'iyah mengatakan justru sunnah dihari ketujuh. Berdasarkan hadits bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengaqiqahkan Al-Hasan dan Al-Husein di hari ketujuh kelahiran, dan sekaligus mengkhitannya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah) Hanya saja kalimat khitan di hari ketujuh adalah dhaif.

Imam Ibnul Mundzir berkata: "Dalam masalah waktu khitan tidak ada dalil shahih tentang larangannya, tidak ada kabar yang bisa dijadikan dasar, dan tidak ada sunnah yang bisa digunakan, maka apa pun boleh-boleh saja, tidak boleh melarang-larang tanpa hujjah, dan saya tidak ketahui hujjah pihak yang melarang hari ketujuh." (Ibid)

Imam Al-Laits bin Sa'ad, ulama Mesir hidup sezaman dengan Imam Malik, mengatakan bahwa khitan anak laki-laki itu kisaran usia tujuh sampai sepuluh tahun. Ini juga pendapat Malikiyah dan Hambaliyah, karena usia 7 sampai 10 itulah usia perintah mendirikan sholat.

Wahab bin Munabbih mengatakan hal yang mustahab (sunnah) mengkhitan di hari ketujuh, karena itu lebih ringan dan justru anak itu tidak merasakan sakit. Dari Makhul dan lainnya "diceritakan" bahwa Nabi Ibrahim mengkhitan Ishaq di usia tujuh hari, sementara Ismail di usia 13 tahun. "Diriwayatkan" bahwa Fathimah mengkhitan anaknya di usia tujuh hari". (Ibid)

Riwayat di atas tidak bisa dipastikan keshahihannya, karena menggunakan shighat tamridh (bentuk kata adanya indikasi penyakit/cacat dalam sebuah hadits) yaitu kata hukiya (dihikayatkan/diceritakan), dan ruwiya (diriwayatkan).

Maka, tidak ada riwayat yang benar-benar kuat dari Rasulullah kapan usia khitan. Namun, umumnya ulama menyatakan jangan menunda khitan setelah baligh (misal di atas 15 tahun), kecuali bagi para muallaf. Jika sudah baligh, maka wajib baginya khitan agar shalatnya sah dan terhindar dari najis.

"Maka khitan di usia berapa pun asalkan belum baligh. Silakan saja, yang penting anak tersebut sudah mau dan siap. Tugas orang tualah yang menyiapkan mental anaknya," kata Ustaz Farid.

Wallahu A'lam

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3091 seconds (0.1#10.140)